Mohon tunggu...
Entin Cath
Entin Cath Mohon Tunggu... Perawat - mahasiswa dan karyawan swasta

membaca/bosy/keluarga, anak, pendidikan dan perempuan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Fenomena Gunung Es Mbak Par

29 Desember 2024   11:49 Diperbarui: 29 Desember 2024   13:42 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kompasiana.com (https://assets.kompasiana.com/items/album/2023/10/27/whatsapp-image-2023-10-26-at-17-17-33-1-653b6a4d110fce288c419172.jpeg)

Kedekatan Mbak Par dengan saya, memberi saya kesempatan lebih baik untuk 'mendidik' beliau. Mbak Par harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang seluk beluk KDRT sehingga tahu apa yang harus dilakukan, siapa yang harus dihubungi, atau, bahkan, cara memberikan kode bila sedang mengalami kekerasan dan butuh pertolongan.

Rasa trauma akan membuat seseorang menjadi tidak percaya dengan orang-orang dan lingkungan sekitar sehingga akan cenderung untuk menarik diri. Oleh karena itu, saya dan keluarga juga senantiasa berusaha memberikan hubungan sosial yang menyenangkan untuk Mbak Par. Bahkan, saya sering mengajak beliau berpiknik bersama keluarga.

Alhamdulillah. Apa yang saya dan para tetangga usahakan untuk menolong Mbak Par membuahkan hasil. Dengan keberanian yang telah dia kumpulkan, Mbak Par menyatakan akan siap melaporkan suaminya ke kepolisian apabila melakukan penganiayaan lagi. Beliau bertekad untuk mengakhiri lingkaran kekerasan yang selama ini membelenggunya. Saya bersyukur Mbak Par mampu bangkit dan melawan kezaliman yang dialaminya.

Kisah Mbak Par hanyalah satu contoh dari ribuan kisah perempuan yang mengalami KDRT. Mengutip Ketua Umum Pimpinan Pusat 'Aisyiyah, Salmah Orbayinah yang dimuat dalam Laman Suara Aisyiyah edisi 22 Desember 2024, "Kekerasan terhadap perempuan masih menjadi isu utama, dengan banyak kasus yang belum terungkap atau terselesaikan."

Beliau mengungkapkan bahwa kekerasan dalam ranah personal seperti dalam rumah tangga pun lebih tinggi dibanding dalam ranah publik. Faktor budaya, kurangnya akses terhadap dukungan hukum, serta ketidaksetaraan menjadi tantangan utama dalam penanganan masalah ini.

"Kita harus terus berupaya meningkatkan kesadaran dan menegakkan hukum guna melindungi hak-hak perempuan dan memberikan keadilan bagi perempuan," tegasnya.

Senada dengan Salmah, Raini Hutabarat, Komisioner Komnas Perempuan, mengungkapkan bahwa KDRT di tanah air merupakan fenomena gunung es. Artinya, masih banyak perempuan korban yang tidak melapor kepada pihak berwenang, sehingga kekerasan berpotensi tetap terjadi.

Maka, di sinilah pentingnya peran semua anggota masyarakat dalam mengungkap KDRT yang terjadi di lingkungannya. Untuk kemudian memberi dukungan baik secara moral maupun material. Memberi penguatan psikis, penyuluhan tentang hak-hak perempuan, hingga bantuan hukum. Melakukan langkah-langkah nyata untuk menolong korban KDRT sesuai kemampuan dan kapasitas masing-masing.

Kekerasan Dalam Rumah Tangga bukan hanya masalah individu, tetapi masalah bersama yang harus dihentikan bersama pula.

Mbak Par benar. Allah tidak akan meninggalkanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun