Apakah sepakbola, harus ada yang terluka. Harusnya sepakbola jadikan kami saudara, harunya sepakbola damaikan kita.
Sepenggal lirik dari lagu “kedamaian kami” yg dibawakan band Boing, band yang di gawangi Sigit Ompong (dirigen Pasoepati) merupakan sedikit makna dari sebuah permainan sepakbola.
Permaianan 11 lawan 11 ini seharusnya bisa membuat kita bersaudara, bersatu dan guyub untuk menikmatinya, sebagaimana sebuah tagline di piala dunia beberapa waktu lalu, Football for unity.
Namun akhir akhir ini apa yang terjadi di sepakbola kita ? Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia menjadi buah bibir dan perbincangan para penikmat bola selama 2 tahun ini. PSSI sebagai induk dari permainan si kulit bundar ini menjadi buah bibir mulai AFF 2010 lalu, hasil positif di 4 pertandingan awal turnamen yang dulu bernama piala Tiger tersebut, memecut semangat supporter dan seluruh rakyat Indonesia , harapan agar BP dkk bisa memenangkan turnamen Level ASEAN sangat besar, maklum Laci Piala kita sudah lama tak terisi, kalaupun ada Piala Kemerdekaan saat kita menang WO atas Libya bukan merupakan sebuah hal yang bisa dibanggakan.
Ekspektasi itu akhirnya sirna setelah kita dibenamkan di Bukit jalil, Isu tak sedap mengiringi kekalahan Timans Indonesia, Suap dan misteri Ruang ganti. Demikian desas desus yang beredar dikalangan para pecinta sepakbola. Kemudian 4 pemain Timnas dengan mobil mewah + rumah baru kembali menguatkan dugaan suap tersebut. Benarkah isu suap di Bukita jalil, Wallahualam.
Desakan mundur Ketua Umum PSSI menyeruak beberapa minggu usai gelaran AFF tersebut, gelombang Potes terhadapa kepemimpinan Puang Nurdin menyeruak dimana mana, setelah melalui rangkaian proses panjang, akhirnya NH pun gagal melanjutkan hattrick kepemimpinannya, permasalahan belum selesai setelah tumbangnya NH, pemilihan Ketua baru tak kalah seru dengan aksi Penurunannya itu sendiri. Sempat Deadlock saat di gelar di Jakarta Konggres kedua pun di helat , Solo menjadi tuan rumah event akbar ini.
Rupanya akar pemasalahan sepakbola kita bukan terletak pada Pimpinan PSSInya, karena dengan bergantinya Ketua umum dari NH ke Djohar Arifin (DA) sepakbola kita masih atau bahkan mengalami kemunduruan, kebijakan kebijakan yang tidak popular dari rezim DA menjadi muncul dualism dualisme liga dan klub,
Dialog di bawah ini hanya sebuah penggambaran saja, apabila ada persamaan nama dan peristiwa itu hanya karena kebetulan belaka.
“Kami baru bekerja sudah direcoki oleh para rezim lama” ujar rezim baru membela diri. “rezim baru menyalahi kongres bali, dan kami menentang keputrusannya, terutama soal 6 klub yang mendapat promosi gratis” ujar mereka yang mengaku Rezim lama.
“Liga Kami diakui FIFA dan AFC lho” kata Rezim baru. “Liga kita sesuai konggres di bali dan statuta” kata Rezim lama.
Liga Baru : liga kita bersih dan bebas Suap
Liga lama Liga kita lebih berkualitas dan banyak ditonton lho.
Liga baru : liga mu warna kuning dan penuh pekentingan untuk 2014,
liga lama, kamu juga Biru dan untuk mencalonkan Ibu itu kan.
Liga baru : pemain kami bisa masuk timnas.
Liga lama : PSV ogah ke Indonesia karena timnasnya pemainnya gak oke,
Si Liga baru dan si Liga lama masing masing mengklaim dirinya yang paling benar dan lebih benar.
Padahal ada 3 macam kebenaran. Benar versi kita, benar versi orang banyak dan benar yang sejati. Dialog diatas masih dalam tataran benar versi kita, PSSI seharusnya bisa menggeser kebenaran versi kita tadi menuju kebenaran versi orang banyak. Misalnya dengan runding,ngobrol ngobrol antara Liga baru dengan liga lama. Mungkin dengan duduk bareng dan difasilitasi pemerintah dalam hal ini menteri pemuda dan olahraga duduk permasalahannya sepakbola kita akan terurai satu persatu.
Namun yang paling penting, untuk memulai sebuah ritual ibadah, Rezim lama ataupun Rezim baru harus berwudhu / bersuci kembali. Yang salah diproses dulu secara hukum kalau memang salah, agar ibadah kita tidak sia sia nantinya.
Arista budiyono, pengelola @infosuporter_
Artikel yang dikirimkan untuk majalah digital Pasoepati.net
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H