[caption id="" align="alignleft" width="200" caption="gambar dari Google"][/caption] Luar biasa betapa beberapa hal yang bertolak belakang bisa mendiami otak dan hatimu pada saat yang sama. Kau benci kesepian, tapi seringkali tak tahan dengan keramaian. Kau tak suka berbicara dengan sebagian besar orang disekitarmu, tapi kau siap berbagi nyaris apa saja dengan seseorang yang telah kau anggap sahabat. Kau benci tanahmu, orang-orangnya dan cara hidup mereka, tapi kau juga luar biasa iba dan memendam semacam rasa cinta yang aneh pada semuanya. Kau benci pekerjaanmu sepenuh hati, tapi tetap berusaha menjalaninya sebaik dan seserius yang mungkin dilakukan oleh mereka yang menyukainya. Kau membenci standar tinggi yang kau bebankan pada dirimu sendiri, tapi kau malu untuk mengabaikannya. Pada banyak kesempatan, kau merasa selalu ingin menjerit tapi tak melakukannya karena berpikir itu bodoh. Kau muak pada kebanyakan orang yang kau temui, tapi tak bisa mencegah diri untuk tetap mempertahankan etika dan sopan santun tak tercela terhadap mereka. Sebagian otakmu memerintahkanmu mendengarkan setiap pembicaraan bodoh mereka, dan menginstruksikan otot-otot wajahmu memasang ekspresi penuh perhatian, sementara bagian yang lain berpikir ini buang-buang waktu dan sungguh sia-sia. Kau bisa merasa berpuas diri, sombong, pintar dan hebat pada saat yang sama dengan otakmu berpikir bahwa kau bukan siapa-siapa, tak bisa apa-apa, takkan jadi apa-apa, dan tak menghasilkan apa-apa. Kau menilai tinggi dirimu sendiri pada saat yang sama dengan kau berpikir rendah tentang dirimu sendiri. Kau tinggi hati sekaligus rendah diri. kau terlihat percaya diri tapi kau sadar kau sebenarnya penakut. Kau berpikir kau pemberani tapi hatimu merasa kau pengecut. Hatimu bisa menyimpan cinta dan amarah pada hal yang sama. Otakmu bisa memikirkan balas dendam dan pemaafan pada saat yang sama. Setiap hari kau terjebak dalam pertempuran rahasia yang hanya kau yang tahu, yang terjadi dalam dirimu. Setiap hari kau bertanya-tanya siapakah yang akan keluar sebagai pemenang pada hari ini, karena semua kandidat sama kuatnya. Rasa getirmu rasa cintamu, pikiran-pikiran tak warasmu akal sehatmu, putus asamu optimismemu, tidak pedulimu pedulimu, pemberontakanmu penyerahanmu, rasa malasmu ambisimu, kutukmu doamu. Konsekuensi dari semua ini pun tak ringan. Kau bisa menjelma si baik hati yang mengagumkan tapi pembohong besar bagi dirimu sendiri, atau kau bisa berakhir sebagai penjahat di mata dunia tapi berhasil jujur pada dirimu sendiri. Menurutku, keduanya bukan pilihan yang menyenangkan. Maka luar biasa betapa beberapa hal yang bertolak belakang bisa mendiami otak dan hatimu pada saat yang sama. Betapa sesungguhnya perang terbesar berlangsung dalam dirimu sendiri, setiap waktu seumur hidupmu. Betapa kau harus terus berjuang untuk memenangkan yang terbaik dari dirimu, atau memutuskan untuk menampilkan citra yang diterima sebagai standar umum di tempat dimana kau hidup, meski itu berarti memendam pikiran dan rasa terjujur, yang juga mungkin, tergelapmu. Yeah, selamat menderita dalam kebahagiaanmu dan bahagia dalam penderitaanmu. Selamat menjadi manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H