Mohon tunggu...
Enok Ratnayu
Enok Ratnayu Mohon Tunggu... Guru - Guru

Enok Ratnayu seorang ibu rumah tangga yang juga seorang guru. Tertarik dengan hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan, religi, psikologi, filsafat, sastra, dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar dari Teknik Pendidikan Pondok Pesantren

21 Maret 2023   16:08 Diperbarui: 21 Maret 2023   16:10 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

BELAJAR DARI TEKNIK PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN

Ditulis oleh: Enok Ratnayu

Dalam sebuah cerita pondok pesantren, dikisahkan bahwa para ustad merasa kewalahan dengan santri- santri nakal. Berbagai cara sudah mereka lakukan untuk mengendalikan santri-santri yang nakal tersebut, namun tidak juga ada hasilnya. Akhirnya para ustad sepakat untuk melaporkan santri-santri tersebut kepada kiai.

Setelah mendapat laporan tersebut kiai meminta ustad untuk menulis nama-nama santri tersebut diurutkan sesuai ranking kenakalannya. Setelah menyerahkan daftar nama santri-santri tersebut, para ustad merasa lega; dan mereka tinggal menunggu tindakan kiai selanjutnya. Mereka, para ustad sangat berharap agar santri-santri tersebut segera boyong karena dikeluarkan kiai.

Seminggu para ustad menunggu, belum ada kabar dari kiai tentang tindak lanjut terhadap para santri nakal tersebut. Dua minggu belum ada juga tanda-tanda santri tersebut dipanggil. Dan pada minggu ketiga para ustad kembali menghadap kiai untuk menanyakan kapan santri tersebut dikeluarkan dari pondok.

Kemudian kiai bilang bahwa santri-santri tersebut sengaja dipondokkan oleh orang tuanya karena nakal. Karena itu tugas kita di pondok harus bisa mengubah mereka sesuai harapan orang tuanya.

Kemudian kiai bertanya kepada para ustad, "Apakah kalian tahu, apa yang saya lakukan setelah saya mendapat laporan nama-nama santri nakal yang kalian urutkan berdasarkan kenakalannya? " Kemudian para ustad menjawab, " Mboten Yai. " "Saya sehabis sholat wajib juga sholat malam selalu mendoakan mereka, agar mereka menjadi insan-insan sholeh yang berhasil, bahkan kalau perlu kelak mereka bisa menjadi kiai besar yang memiliki ribuan santri."

Dalam cerita lain, ketika Gus Mus berpidato memberi sambutan pada acara Santri Nasional, 22 Oktober; Gus Mus atau Kiai Haji Mustofa Bisri juga bercerita tentang cerita di atas. Hadirin tertawa. Namun ada seorang lelaki muda yang tidak ikut tertawa, beliau justru tertunduk, dan hal ini tertangkap tatapan Gus Mus yang waktu itu berada di depan, berpidato di mimbar. Ketika Gus Mus turun dari mimbar, beliau menghampiri lelaki muda itu. Lelaki muda tersebut memeluk Gus Mus dan meneteskan air mata.

Ternyata lelaki muda itu adalah mantan santri nakal ranking satu di sebuah pondok pesantren. Dulu ketika para ustad sudah angkat tangan membimbingnya, ia tahu bahwa ia dilaporkan kepada kiai sepuh. Santri tersebut akhirnya dipanggil ke Dalem Kiai Sepuh. Namun Kiai Sepuh sama sekali tidak menegurnya, apa lagi memarahinya dan menyuruhnya boyong. Kiai justru mengajaknya makan siang

dengan sajian makanan enak, yang tidak pernah ia dapatkan di jabo pondok. (Jabo: jasa boga/kantin). Ternyata hari itu adalah hari setelah kiai mendoakan santri-santrinya selama 40 hari.
Dan kini, lelaki muda tersebut pimpinan sebuah pondok pesantren yang jumlah santrinya ribuan. Ini betul-betul keajaiban karena lelaki muda tersebut bukanlah keturunan kiai. Orang tuanya orang biasa yang ilmu agamanya pun pas-pas-an.

(Sumber: Majalah Tebuireng, edisi 72 Januari-Februari 2021)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun