Mohon tunggu...
Enny Ratnawati A.
Enny Ratnawati A. Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk meninggalkan jejak kebaikan dan menghilangkan keresahan

Enny Ratnawati A. -- Suka menulis --- Tulisan lain juga ada di https://www.ennyratnawati.com/ --- Contact me : ennyra23@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Optimalisasi Lahan Terbengkalai Hingga Reforma Agraria, Kontribusi Badan Bank Tanah Untuk Negeri

22 Januari 2025   22:04 Diperbarui: 22 Januari 2025   22:04 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rumah terbengkalai (dokumentasi pribadi)

"Indonesia Tanah Airku , tanahnya harus tetap kita sewa, airnya harus tetap kita beli" ( Kepala Badan Bank Tanah, Parman Nataatmadja)

 

Ketika masih kecil dan duduk di bangku sekolah dasar (SD), saya begitu kagum dengan dua rumah indah ini.  Apalagi rumah-rumah ini selalu saya lewati ketika menuju sekolah. Rumah pertama bergaya kulonial. Bercat putih bersih, ada jendela yang berlapis, teras yang lumayan luas plus pintunya yang sangat khas, ada lubang angin diatasnya. Rumah ini milik seorang dokter anak ternama di kota kami.

Dulu, pagi-pagi saja sudah sangat ramai orang  yang datang bahkan terlihat antri sampai ke jalan yang saya lalui. Kursi plastik yang disediakan rupanya tidak cukup menampung para pasien dokter tersebut, tentu sebagian berdiri. Dokter kemudian dikabarkan meninggal dunia, ketika saya masih duduk di kelas dua SMP.

Rumah kedua adalah rumah yang bisa dikatakan masih berseberangan dengan rumah pertama. Rumahnya besar dengan cat warna mencolok. Katanya punya orang Tionghoa. Kami, para anak SD, sering mampir sebentar di depan rumah tersebut. Apalagi kalau bukan untuk mengolok-ngolok anjing yang tak berhenti menggonggong karena melihat orang asing. Namun tentu anjingnya tak bisa keluar rumah karena pagarnya yang tinggi.

Dua kenangan sekitar 30 tahun lalu  tersebut membekas hingga kini. Apakah rumah tesebut masih ada?

Masih ada, kawan. Saya masih sering melewatinya tapi kondisinya hinggga saat ini sangat memprihatinkan. Rumah bergaya kolonial secara umum masih kokoh walau seringkali calap halamannya(tergenang air-bahasa Banjar), karena jalan di depannya sudah jauh lebih tinggi. Namun yang lebih memprihatinkan, pohon-pohon di dalam rumah tersebut sudah besar-besar bahkan batang dan daunnya sudah sampai ke jalan. Tidak ada yang peduli.

Ilustrasi rumah terbengkalai (dokumentasi pribadi)
Ilustrasi rumah terbengkalai (dokumentasi pribadi)

Rumah kedua juga tidak berbeda. Disana-sini tampak bangunan yang sudah rubuh atau mendekati rubuh dan pagar rumah yang sudah hilang separuh. Halaman juga berair, yang lagi-lagi menunjukkan posisinya sudah lebih rendah dari jalanan di depannya.

Kedua rumah ini berada di komplek perumahan yang cukup srategis di kota kami. Tidak tahu persis, siapa para pewaris rumah-rumah ini. Yang jelas tanah dan rumah ini sudah ditelantarkan lebih dari 20 tahun. Jumlah bilangan tahun yang tentu tidak sedikit. Lalu mau diapakan tanah dan rumah-rumah seperti ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun