Data BPS memang menunjukkan penurunan angka perkawinan turun. Tapi sepengamatan saya, ini banyak terjadi di kota besar.
Sedangkan di daerah --misalnya daerah tempat tinggal saya di Kalimantan Selatan-- minat terhadap menikah di usia dibawah 30 tahun saya lihat tidak mengalami penurunan sama sekali. Seorang kawan, laki-laki usia 26 tahun beberapa hari lalu bahkan bercerita, awalnya dia bercita-cita menikah di usia 23 tahun.
Sayangnya targetnya tidak tercapai karena kuliah S1-nya yang sedikit terlambat lulus. Dia baru lulus kuliah di usia 25 dan ternyata di usia 25 tersebut dia belum juga menemukan calon yang pas. Jadi bukan tidak berminat menikah tapi memang belum bertemu yang pas.Â
Saat ini teman tersebut sedang berikhtiar terus buat mencari calon istri karena menurutnya usianya sudah sangat cocok buat menikah. Pekerjaan, walaupun belum mapan, juga sudah dia miliki dan menurutnya cukup saja buat menghidupi istri dan anaknya kelak.
Sebenarnya saya sempat menertawakan kawan saya ini ketika dia bercerita gagal mencapai target menikah di usia 23 tahun. Bukan apa-apa. Buat saya, terlalu muda seorang laki-laki menikah di usia 23 tahun tersebut. Mungkin karena saya lama tinggal di kota besar, di mana kawan-kawan menikah dengan usia yang sudah agak mapan, rata-rata di atas 25 lah bahkan lebih buat laki-lakinya.Â
Walaupun UU No 1 tahun 19974 tentang perkawinan, memang jelas-jelas menyebutkan usia minimal buat menikah, bagi laki-laki ataupun perempuan adalah 19 tahun. Sebelumnya usia perempuan menikah bahkan 16 tahun tapi saat ini sudah direvisi di usia 19 tahun juga atau sama dengan laki-laki.
Minat anak muda daerah buat menikah memang masih bisa dibilang tinggi. Yang laki-laki saja demikian apalagi perempuan. Seorang teman lain, perempuan, saat ini sudah "gelisah" karena sudah 25 tahun tapi belum menemukan pendamping yang pas.Â
Alasan beberapa teman perempuan belum menikah bukan karena karena karier atau masih menempuh pendidikan S2 tapi ya memang mereka belum ketemu jodohnya saja. Bila sudah bertemu, rata-rata menyatakan akan segera menikah juga.
**
Kondisi ini tampaknya memang berbeda dengan yang terjadi di kota besar di Indonesia. Data BPS yang menunjukkan angka pernikahan 2023 menurun 128.093 atau 7,51% dibandingkan tahun 2022. Angka pernikahan pada tahun 2023 sebanyak 1.577.255 sedangkan 2022 sebanyak 1.705.348 yang membuat angka ini menjadi angka terendah selama satu dekade terakhir. Bahkan pada 2013 angka pernikahan mencapai 2,21 juta. Meski pasang surut namun tren mulai menurunnya pernikahan terlihat sejak 2019 (Instagram Kemenagjakpus).
Beberapa kawan di kota besar, misal Jakarta, memang cenderung menunda dulu urusan pernikahan. Seorang teman laki-laki, usia 32 tahun, bertekad menyelesaikan pendidikan dulu bahkan pindah pekerjaan ke lebih baik hingga akhirnya akan menikah.Â
Teman lain, laki-laki juga usia 34 tahun bahkan juga nyaman dengan berpindah-pindah kerja dan menikmati kariernya yang terus membaik sambil mengisi waktu luangnya dengan ikut lari marathon, sepedaan atau travelling dulu. Menikah buatnya nomer kesekian tampaknya.
Sedangkan beberapa teman perempuan juga yang sudah mencapai usia 30 tahunan (bahkan lebih) dan memutuskan belum juga menikah. Kalau saya rangkum, ada beberapa alasan mengapa mereka sampai tak juga menikah, baik yang laki-laki ataupun yang perempuan.
* Sibuk urusan karier
Ini bisa dikatakan alasan terbanyak teman-teman yang belum menikah. Sama saja, laki-laki dan perempuan. Yang laki-laki kebanyakan berpikir agak mapan terlebih dahulu baru memutuskan menikah. Sedangkan yang perempuan merasa karirnya sudah cukup mapan dan agak takut bila bertemu laki-laki yang berada dibawahnya dari sisi penghasilan khususnya.
* Sibuk urusan keluarga
Selain soal karier tadi, beberapa teman memang masih sibuk urusan keluarga. Ada seorang teman yang bisa dikatakan sembari bekerja sembari mengurusi bapak ibunya yang sudah sakit-sakitan, plus membantu adiknya sekolah. Sibuk urusan keluarga memang sedikit mengurangi niat menikah cepat-cepat.
* Melihat fakta rumah tangga
Melihat fakta rumah tangga, mulai dari artis di medsos sampai kondisi lingkungan sekitar juga sangat berpengaruh. Misalnya banyak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sampai cerita perceraian dalam pernikahan membuat anak muda semakin takut menjalin komitmen pernikahan.
* Dunia menyajikan banyak pilihan hidup
Pilihan hidup dianggap sangat banyak saat ini. Menikah hanya satu cara menikmati hidup. Banyak hal lain yang mungkin bisa dinikmati sebelum menikah. Terutama mereka yang berada di kota-kota besar, misalnya pilihan untuk memperbanyak travelling keliling Indonesia atau dunia dulu, menjadi relawan di berbagai bidang dan pengalaman hidup lain. Hal-hal yang barangkali susah dilakukan bila sudah menikah.
Itulah kira-kira beberapa hal yang menyebabkan penurunan minat menikah, khususnya di kota-kota besar di Indonesia.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H