Mohon tunggu...
Enny Ratnawati A.
Enny Ratnawati A. Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk meninggalkan jejak kebaikan dan menghilangkan keresahan

Enny Ratnawati A. -- Suka menulis --- Tulisan lain juga ada di https://www.ennyratnawati.com/ --- Contact me : ennyra23@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dua Dekade Sebagai Pengguna Kereta: Menyaksikan KAI Bertransformasi

28 Oktober 2024   22:18 Diperbarui: 28 Oktober 2024   22:57 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kereta Jayakarta  Jakarta -Surabaya PP (dokumentasi pribadi Enny Ratnawati  A)

Menuliskan tentang PT.KAI dan perjalanan panjang menggunakan kereta api, seperti membalik berbagai memori hingga lebih dua dekade lalu.

Seingat saya, rutin naik kereta api sejak awal 2001. Saat itu saya rutin naik Fajar Utama dan Senja Utama, kereta bisnis masa itu buat jurusan Jogyakarta-Jakarta atau sebaliknya. Hampir setengah bulan sekali saya naik kereta ini karena memang masih ada kos di Yogya selepas lulus kuliah dan lagi mencari kerja di Jakarta.

Panggilan kerja beberapa kali dan sejumlah tesnya membuat saya rutin mengandalkan dua kereta ini. Biasanya saya akan menginap semalam atau dua malam di rumah saudara di Jakarta bila ada tes dan kembali lagi ke Jogja bila tes sudah selesai. Saat itu, kedua kereta ini naik dari Tugu Jogjakarta atau Gambir Jakarta. Masih teringat jelas, bila sampai di Jogja sekitar jam 3 atau jam 4 subuh, biasanya saya akan menunggu pagi terlebih dahulu buat menelpon teman yang punya motor buat minta jemput hehe.

Maklumlah, zaman itu handphone masih langka dan mengandalkan telpon rumah/kos saja via wartel (warung telepon). Ojek atau taksi online tentu juga masih belum ada. Taksi sudah banyak sih cuma tentu mahal. Anak kos-kosan pasti sangat menghindari naik taksi. Jalan paling masuk akal, menunggu pagi dan menelpon teman untuk jemput ke stasiun. Beristirahat di bangku stasiun menunggu pagi cukup aman.

Bagaimana kondisi Fajar Utama dan Senja Utama saat itu? Tentu saja sangat berbeda dengan kondisi kereta saat ini. Di dalam ruangannya masih gerah sepanjang perjalanan. Pendingin ruangan sangat minim. Dan satu lagi, pedagang asongan sangat bebas keluar masuk kereta. Di satu sisi menguntungkan, karena ya banyak penjual makanan dan minuman. Buat yang nggak bawa bekal perjalanan, sangat gampang membeli makanan tanpa harus turun ke stasiun. Namun di sisi lain, kesemrawutan sangat-sangat terasa. Jangan ditanya kondisi toilet di kereta saat itu.

Buat saya pribadi, mending mengurangi minum dulu selama perjalanan atau menahan keinginan ke toilet daripada harus berhubugan dengan toilet kereta.  

Namun harus diakui, perjalanan kereta saat itu, perjalanan yang cukup menarik. Harga tiket relatif terjangkau, lumayan tepat waktu dan bisa diprediksi hingga pemandangan sepanjang perjalanan yang tentu nggak kaleng-kaleng, Sangat indah. Masa perjuangan naik kereta yang tak terlupakan. Plot twist-nya saya juga diterima di salah satu kantor di Jakarta di 2001 tersebut.

**

Bekerja di Jakarta, saya tak terlalu sering lagi naik kereta. Karena tugas kantor biasanya pakai transportasi udara. Kalaupun sesekali naik kereta biasanya ke tujuan yang lumayan dekat, stasiun Bandung saja. Jakarta-Bandung tentu saja tidak jauh-jauh amat. Namun dalam satu momen, perjalanan Bandung-Jakarta malam hari, kereta yang saya tumpangi, dilempari batu dari luar, persis di jendela saya. Untunglah tak kenapa-kenapa walau kaget luar biasa. Mungkin orang iseng saja saat itu tapi ingatannya terasa sampai saat ini.

Selanjutnya, ya seperti anak Jabodetabek pada umumnya, saya seringkali naik commuter line buat perjalanan ke tempat kerja. kebetulan rumah di Depok dan kerja di Jakarta Barat. Jadilah, commuter line jadi salah satu andalan transportasi.

PT KAI Terus Bertransformasi

PT KAI Indonesia memang terlihat terus melakukan transformasi dari waktu ke waktu. Transformasi terlihat sejak 2009 hingga sekarang, dibawah pimpinan dirut KAI, Didiek Haryanto.

Sekedar kilas balik lagi, di 2017, saya dan beberapa teman mencoba lagi kereta ke Jogjakarta. Rute kami Jakarta-Jogjakarta via stasiun Pasar Senen.

Kami memang jalan-jalan ala backpackeran sehingga mencari yang serba murah dari transportasi hingga penginapannya. Ajaibnya, salah seorang teman saya "berhasil" mendapatkan tiket kereta ekonomi  Bengawan seharga 74K saja. Kebayang kan murahnya? Tiket ini kata teman saya sangat terbatas dan cepat habisnya. 

Dan saya cukup kaget juga,dengan harga semurah itu, ternyata kereta Bengawan, nggak buruk-buruk amat juga. meskipun tidak dingin-dingin banget dan kursinya kurang empuk, secara umum, kereta ini cukup nyamanlah. Hanya yang membuat cukup pegel, karena kursi disebelah kita tidak pernah kosong. Ketika ada satu penumpang yang turun langsung ada yang naik lagi di stasiun tempat kereta berhenti. Alias kereta ini terbukti memang laku banget.

Kereta sekelas Bengawan saja nyaman apalagi kereta dengan harga diatasnya. Saya mengatakan ini karena memang anak-anak sekolah di luar kota dan biasa pulang naik kereta.

kereta Jayakarta  Jakarta -Surabaya PP (dokumentasi pribadi Enny Ratnawati  A)
kereta Jayakarta  Jakarta -Surabaya PP (dokumentasi pribadi Enny Ratnawati  A)

Anak pertama saya , kebetulan kuliah di Surabaya. Anak kedua juga sedang modok di Pasuruan, Jawa Timur. Di sela-sela libur, untuk pulang ke Depok biasanya mereka naik kereta. Salah satu yang bulan lalu dicoba anak kedua saya adalah kereta Jayakarta. kereta ini sangat nyaman, begitu testimoni anak saya. Harganya sekitar 300K Jakarta-Surabaya. Oh iya ketika berangkat, anak saya naik KA Airlangga seharga 114K buat Surabaya-Jakarta. Sangat terjangkau, bukan? 

tiket kereta yang di print di stasiun (dokumentasi pribadi Enny Ratnawati A.)
tiket kereta yang di print di stasiun (dokumentasi pribadi Enny Ratnawati A.)

Sedangkan si sulung setia dengan KA Kertajaya , harganya juga sekitar 310K. Biasanya anak saya bahkan bisa dapat diskon hingga 40K bila beruntung, katanya. Kereta yang satu ini kata anak sulung, sangat bersih dan yang membuat nyaman karena kurisnya empuk. Apalagi perjalanan Surabaya-Jakarta kurang lebih 11-12 jam. Cukup lama juga di keretanya. 

Penampakan kereta Kertajaya Jakarta-Surabaya PP (dokumentasi pribadi Enny Ratnawati A)
Penampakan kereta Kertajaya Jakarta-Surabaya PP (dokumentasi pribadi Enny Ratnawati A)

Transformasi di tubuh KAI memang sangat terasa dalam 12 tahun terakhir, khususnya. Stasiun bersih dan nyaman. Kereta juga berangkat dan sampai sangat tepat waktu. Fasilitas kereta juga sangat nyaman, mulai pendingin ruangan ,toilet hingga resto kereta dengan berbagai pilihan makanan. Harganya tentu saja relatif saja bagi setiap orang. Yang jelas dengan fasilitas KAI yang semakin baik, saya juga tak pernah ragu melepas anak-anak pulang kampung dengan transportasi kereta api. Kereta api serasa menjadi pemersatu keluarga kami yang beda kota ini.

Mendidiek Jadi Lebih Baik

Dibawah kepemimpinan Didiek Hartanyo, Direktur Utama PT.Kereta Api Indonesia (PT.KAI), KAI tumbuh semakin baik. Menjadi Dirut sejak Mei 2020, menjadikan mantan bakir di Bank Mandiri ini berhadapan langsung dengan masalah virus corona saat itu. 

Keputusan saat itu, KAI harus menghentikan operasi kereta jarak jauh. Semua perjalanan kereta dihentikan, kecuali KRL di Jabodetabek. Itu pun karena ada keinginan dari masyarakat Jabodetabek  yang menggantungkan penghasilan hariannya di Ibukota yang membutuhkan transportasi kereta. Bersama Kementerian Perhubungan, KAI berkoordinasi  menekan jumlah penumpang KRL. Dalam situasi normal, jumlah penumpang KRL 1,2 juta per hari. Pada awal pandemi, turun menjadi 800 ribu, kemudian turun lagi jadi 700 ribu, 500 ribu, sampai 100 ribu, tapi di jam-jam sibuk sangat padat. KAI memotong kapasitasnya menjadi 50% dengan jumlah maksimal 150 ribu per hari. Tentu dengan Protokol kesehatan ketat. (swa.co.id)

Usai covid, KAI kembali merapatkan barisan. Didiek mulai menjalankan strategi recovery di tubuh KAI. Transformasi digital salah satu yang mereka lakukan. Pada transformasi digital ini, ada lima aspek yang akan di-upgrade secara khusus, yaitu angkutan penumpang, angkutan barang, rolling stock, procurement, dan operational excellence ―serta nanti di bidang infrastructure maintenance. (swa.co.id)

Salah satu yang menarik di KAI adalah adanya aplikasi Access by KAI. Jujur sih, saya sendiri baru download aplikasi ini sekitar April lalu. Selama ini kalaupun memesan tiket KAI hanya melalui aplikasi perjalanan.

Dan ternyata terasa banget manfaat setelah mempunyai aplikasi ini di handphone. Salah satunya kemudahan dalam memesan tiket kereta, seperti  kereta jarak jauh maupun kereta lokal.

Foto Dokumentasi pribadi
Foto Dokumentasi pribadi

Yang uniknya KAI Access ini terhubung dengan berbagai layanan lain seperti PLN, pulsa ,hotel, dan lainnya. Ternyata saya baru tahu, ini sesuai dengan visi KAI yang ingin menjadi solusi ekosistem transportasi terbaik, dan salah satu caranya yaitu dengan kolaborasi  dengan moda transportasi lain. KAI Access bisa digunakan untuk memesan taksi Blue Bird atau bahkan memesan Damri. 

Soal akses jadwal dan pembelian tiket kereta lokal, sejauh ini belum ada aplikasi lain selain KAI Access setahu saya yang bisa digunakan untuk memesan tiket kereta lokal. 

Berkat kereta lokal KAI ini juga saya dengan mudah menjenguk anak saya di Bangil Pasuruan. Tentu dengan harga tiket lumayan terjangkau. antara 6K-10K saja dari Surabaya. Tentu kalau bisa jangan pesan dadakan karena cukup laku dan bisa kehabisan. Perhatikan juga jadwalnya karena ada jam-jam tertentu saja.

Foto saat sampai di stasiun Bangil (dokumentasi pribadi Enny Ratnawati A)
Foto saat sampai di stasiun Bangil (dokumentasi pribadi Enny Ratnawati A)

Didiek Hartantyo memang berhasil membawa KAI menjadi transportasi modern bahkan sudah bisa bersanding dengan transportasi tingkat global. Bahkan SDM KAI terlihat semakin baik. Rekrutmen karyawan KAI beberapa waktu lalu juga terlihat sangat ketat persaingan dengan kualifikasi yang cukup tinggi.

Hanya yang ada beberapa saran bagi KAI dibawah pak Didiek agar tak melupakan untuk melakukan perawatan kereta secara berkala termasuk infrastrukturnya agar terhindar dari kecelakaan yang bisa merugikan masyarakat pengguna kereta juga.

Kemudian, meningkatkan kecepatan kereta agar bisa hemat waktu lagi ketika naik kereta. Terakhir, kalau bisa, ada program loyalitas pelanggan, bisa berupa poin-poin yang bisa ditukarkan bila sudah terkumpul atau berupa diskon untuk hari tertentu. 

Demikian cerita perjalanan dua dekade sebagai pengguna kereta. Terima didiek hartantyo x kompasiana yang sudah memfasilitasi ruang bercerita ini. Sukses selalu buat KAI dan pak Didiek Hartantyo.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun