Sebuah desa di kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), bahkan sudah bisa menjual hingga 15.000 batang sedotan purun untuk coffee shop di kota-kota besar di Indonesia.Â
Tentu fungsi purun bukan hanya buat kerajinan atau anyaman. Tanaman purun bisa juga buat pupuk alami dan bahan organik untuk biofilter / fitoremediasi, sehingga mampu menyerap unsur beracun/logam berat dari besi, sulfur, merkuri, timbal, kadmium dan lainnya yang ada di air. Salah satu yang bisa diserap adalah limbah kelapa sawit.
Perempuanlah yang bisa dikatakan sangat telaten dalam pengolahan tanaman purun ini. Apalagi purun liar tidak bisa langsung digunakan begitu diambil dari daerah rawa gambut.Purun harus mengalami proses yang bisa dikatakan panjang.
Mulai mencabut batang yang sudah panjang dan tua,biasanya berwarna hijau dan berbuah. Kemudian, batang purun  dipotong sesuai ukuran yang akan dibuat anyaman tersebut. Membuat tikar misalnya tentu lebih panjang dari membuat topi.
Batang kemudian ditaburi dengan abu /tanah liat yang diaduk dengan air. Setelah itu, purun harus dijemur sampai kering 2-3 hari sampai berwarna coklat.
Batang purun yang kering harus diikat akan memudahkan proses penumbukan. Biasanya sebelum ditumbuk, batang purun diinjak dulu sampai pipih. Ikatan tentu perlu dirapikan agar padat sampai kemudian ditumbuk, pipih dan lentur. Batang purun siap dijadikan anyaman/kerajinan.
Pembuatan purun tentu saja harus sabar. Apalagi dalam proses penjemuran. Bisa dibayangkan bila musim penghujan, penjemuran sedikit terhambat. Padahal penggunaan sinar matahari menjadi satu-satunya andalan para perempuan pembuat purun ini agar tanaman purun bisa melalui proses selanjutnya.
Selain menggunakan matahari yang bisa dikategorikan ramah lingkungan dan tidak ada emisi, produk yang dihasilkan dari purun tentu sangat ramah lingkungan.
Perempuan pembuat purun secara tidak sadar sudah menggunakan energi alternatif sinar matahari sebagai energi utama dalam pengolahan tanaman purun menjadi aneka produk.