Sebagai transisi menuju NZE ini, energi fosil masih akan digunakan. Misalnya penggunaan minyak ,gas bumi, batubara akan tetap ada untuk transportasi. Sebelum benar-benar hanya menggunakan kendaraan listrik dan penggunaan energi baru terbarukan (EBT).
Penggunaan batubara sebagai sumber energi , menurut kementerian ESDM, juga terus dupayakan dengan teknologi CSS/CCUS (Carbon Capture Utilizaton and Storage), pengembangan Dimethyl  Ether (DME) pengganti elpiji dan peningkatan nilai tambah mineral melalui hilirisasi dalam negeri (ebtke.esdm.go.id)
Siapa yang sangat terpengaruh pada cuaca ektrim dan perubahan iklim akibat Indonesia masih dalam tahap transisi energi ini?
Salah satunya ternyata kaum perempuan. Data yang dirilis Oxfam Indonesia, menyebutkan perempuan pedesaan di Indonesia, bisa dikatakan tulang punggung utama dari sektor pertanian dan perikanan, termasuk mengontrol soal kualitas dan penentu produktivitas.
Oxfam ikut mendorong konsep transisi energi adil, artinya transisi energi yang kelak beralih ke EBT tersebut tidak hanya bermanfaat bagi sebagian kalangan tapi juga memberikan keadilan dan kesempatan yang sama, termasuk perempuan dan kelompok rentan.
Masih menurut data Oxfam, lndeks Kesempatan Ekonomi Perempuan Indonesia pada tahun 2012 adalah 47,5 dari jumlah keseluruhan 100 atau peringkat ke-85 dari 128 negara dunia. Nah,dengan perubahan iklim dan cuaca ektrim, merupakan ancaman tersendiri bagi kaum perempuan. Terutama yang tinggal di daerah pesisir dan pulau kecil misalnya perempuan yang tinggal di Nusa Tenggara timur (NTT).
Perubahan iklim seringkali juga berdampak pada bencana alam. Lagi-lagi perempuan yang dituntut mencari air bersih,mencari kayu sekaligus tetap ikut membantu perekonomian keluarga.
Pada masa transisi energi menuju ZNE, peran perempuan sebenarnya cukup besar. Hanya saja sering tidak ter-notice  para pengambil kebijakan di bidang energi, sehingga memang seakan-akan tidak memiliki peran penting apapun.
Padahal, yang seringkali dilupakan, perempuanlah penyedia kebutuhan energi di lingkup terkecil yaitu rumah tangga. Bahkan mereka mampu menyediakan energi alternatif ketika terjadi kelangkaan.
Baru-baru ini misalnya, ketika terjadi kelangkaan elpiji 3 kg di daerah kami, para perempuanlah yang dengan sigap beralih sementara menggunakan kayu bakar yang masih banyak di jual di daerah kami.
Mereka menyajikan segala makanan dengan sistem dibakar dan peralatan dapur juga pindah ke "dapur" dengan bahan bakar  kayu. Mereka juga menggunakan tempurung kelapa, sekam padi dan lainnya untuk "menyalakan" api untuk keperluan memasaknya. Bahan bakar alternatif ini hingga saat ini masih banyak digunakan di rumah-rumah masyarakat Kalsel.