Mohon tunggu...
Enny Ratnawati A.
Enny Ratnawati A. Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk meninggalkan jejak kebaikan dan menghilangkan keresahan

Enny Ratnawati A. -- Suka menulis --- Tulisan lain juga ada di https://www.ennyratnawati.com/ --- Contact me : ennyra23@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Panti Jompo Bukan Soal Budaya tapi Bisa Jadi Kebutuhan

6 Juni 2024   08:26 Diperbarui: 7 Juni 2024   09:47 727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-- Panti Wredha Melania, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (29/7/2023). (KOMPAS/NASRUN KATINGKA)

Menarik membahas soal panti jompo yang katanya bukan budaya Indonesia.

Baru-baru ini ramai di berbagai media mainstrem dan media sosial, Ibu Risma, Menteri Sosial (mensos), yang menyebutkan panti jompo bukan budaya Indonesia tetapi bisa dikategorikan budaya barat. 

Pernyataan ini tentu saja disambut pro kontra. Bagi yang pro, mengatakan memang budaya dan agama tidak menginginkan anak "membuang" orangtuanya ke panti jompo. Bagaimanapun anak sudah dirawat dan dibesarkan orangtua sedari kecil hingga dewasa.

Lalu ketika orangtua sudah renta, masa iya dititipkan ke panti jompo. Anak yang seperti ini banyak disebut sebagai anak tak tahu terima kasih dan balas budi ke orangtua.

Namun ada pula mereka yang kontra. Mereka bahkan mengatakan ibu menteri bisa berpendapat demikian karena memiliki anak dan kekayaan yang cukup, sehingga tak khawatir dengan masa tua.

Bagaimana dengan lansia yang miskin secara ekonomi dan harus dilindungi negara? Bagaimana pula dengan mereka yang tak memiliki keturunan hingga masa tuanya? Kepada siapa mereka bergantung? Pertanyaan netizen ini memang perlu menjadi pertimbangan tersendiri ketika membahas perlu tidaknya ada panti jompo kedepannya.

Tidak ingin tergantung anak

Sepupu saya, yang beberapa tahun lagi pensiun sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di bawah Kementerian Kesehatan, pernah mengungkapkan keinginannya untuk menjalani masa-masa pensiun dan masa tuanya kelak di panti jompo saja di daerahnya. Makanya saat ini, menurutnya, dia sudah menabung agar kelak bisa tinggal di panti jompo yang cukup layak walau mungkin kelak harus membayar mahal.

Apakah dia tidak memiliki anak? Jawabnya ada memiliki anak. Bahkan dua orang anak perempuan yang bisa dibilang cukup sukses. Anak pertamanya sudah menjadi lurah dan sudah berkeluarga. Sedangkan anak keduanya sudah menamatkan pendidikan di fakultas kedokteran dan menjadi dokter muda. Yang kedua ini belum menikah.

Salah satu alasan yang diungkapkannya adalah tidak ingin merepotkan anak-anaknya di masa tuanya kelak. Apalagi anak-anak sudah punya keluarga dan tentu punya beban kehidupan masing-masing. 

Ada lagi yang berpikiran lain. Masih kerbaat dekat, bapak-bapak usia sudah 60 tahunan dan istrinya meninggal beberapa tahun lalu. Tiba-tiba kepikiran mau mencari panti jompo yang ada pesantrennya.

Alasannya biar fokus ibadah sekaligus berteman dengan mereka yang seumuran dengannya. 

Dua anak yang dimilikinya memang sudah memiliki keluarga baru namun tentu saja tidak menelantarkan. Apalagi rumah mereka sebenarnya saling berdekatan sehingga sangat mudah untuk saling bertemu. Juga dengan cucu-cucu. 

Namun entah kenapa kemudian ingin memilih tinggal di panti jompo. Namun sampai saat ini keinginannya belum disetujui oleh dua anaknya.

ilustrasi suasana di panti jompo (foto: mommies daily)
ilustrasi suasana di panti jompo (foto: mommies daily)

Tetap diperlukan

Menurut pandangan penulis, kita tak bisa menyederhanakan panti jompo sebagai tempat pembuangan orangtua. 

Pertama, memang nyatanya memang ada orangtua yang memang punya pemikiran dan keinginan sendiri untuk menghabiskan masa tuanya di panti jompo dengan berbagai pertimbangan, contohnya seperti yang dijelaskan pada cerita di atas.

Yang kedua, panti jompo juga tetap diperlukan. Karena ada saja lansia-lansia yang di masa tuanya tidak memiliki anak-anak semasa hidupnya dan mungkin pasangannya sudah tiada. Sementara keluarga lain tidak ada yang bisa mengurus. 

Pernah sih lihat di salah satu media sosial, namun kondisinya di luar negeri -- mungkin di Indonesia juga banyak -- mereka ini memanggil juru rawat profesional untuk melayani kebutuhan sehari-hari. Semua kebutuhan bahkan dari bangun tidur sampai tidur lagi.

Ini tentu catatannya mereka yang memiliki sejumlah dana walaupun tak ada anak atau keluarga. Nah bagi yang kurang beruntung soal dana bagaimana? siapa yang akan merawat mereka di masa tua. Bukankah ini bagian dari tanggung jawab negara untuk menyediakan panti jompo buat mereka yang membutuhkan pertolongan di masa tuanya?

Ketiga, panti jompo tidak bisa diidentikkan dengan anak-anak yang tidak berbakti. Jadi setop berpikir kalau ada anak yang dengan terpaksa memasukkan orangtuanya ke panti jompo bisa saja karena keadaan.

Misal orangtua tak mau ikut salah satu anaknya sementara anaknya juga tak memungkinkan tinggal bersama orangtua karena pekerjaan misalnya. 

Kemudian anak juga khawatir dengan orangtua yang tinggal sendirian di rumah. Intinya kondisi keluarga tiap orang beda-beda, tak bisa disamaratakan. Yang pasti, kalau anak-anak sudah memutuskan orang tua di panti jompo, harus tetap ada waktu buat menjenguknya.

Keempat, tentu paling ideal orangtua dirawat bergnatian oleh anak-anaknya. Apalagi orangtua sudah merawat kita dari kecil. Sayangnya teori ini seringkali susah diaplikasikan. 

Jangankan bergantian, kadang ada anak yang menengok orangtua saja jarang-jarang dengan banyak alasan tentunya. Atau pada akhirnya hanya satu anak yang bisa fokus merawat orang tua sementara yang lain anak-anaknya sudah jauh dan lepas tangan.

Sekali lagi tentu kita nggak boleh nge-judge kondisi sebuah keluarga. Karena memang kita tak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi di keluarga itu dan seberapa berat perjuangan mereka untuk memutuskan sesuatu. Yang jelas, tiap orang pasti memiliki keinginan berbuat yang terbaik dalam hidupnya.

Semoga bermanfaat. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun