UKT kuliah yang ada saat ini saja terasa membebani kelas menengah, khususnya. Makin kecewa lagi ternyata kuliah lebih banyak kelas online nya.
Apakah fenomena banyak kelas online hanya di PTN tempat anak saya kuliah saja? kurang begitu paham juga. Yang jelas anak saya laporan dan saya juga sempat menyaksikan ketika menginap di kos-nya, kelas kuliah banyak diadakan secara online.
Bahkan kata anak saya, terkadang hanya 1x dalam seminggu saja ada dosen yang mengadakan kelas offline alias ke kampus. Selebihnya banyak kelas online di semester ini. Kurang tahu juga katanya apa penyebabnya.
Kelas online yang sempat saya lihat ketika itu adalah ada sekelompok mahasiswa yang presentasi tugas di aplikasi zoom, selebihnya tentu saja mahasiswa lain menyimak secara online.Â
Sayangnya, pada akhirnya tergantung yang menyimak presentasi ini, apakah benar-benar serius atau hanya tidur-tiduran santai di rumah/kos tanpa menyalakan kameranya.
Agak mengecewakan sebenarnya dengan pola perkuliahan seperti ini. Seakan kurang serius baik dosennya maupun mahasiswanya.
Padahal  tiap semester orang tua membayarkan UKT (uang kuliah tunggal) dengan angka yang tidak kecil. Untuk mahasiswa baru 2024 ini bahkan UKT diberitakan meningkat sangat tinggi .Â
Ditambah lagi, untuk jalur mandiri, di awal kuliah dulu, Â membayar SPI (sumbangan pengembangan institusi) yang nilainya tentu tidak sedikit, terutama buat golongan kelas menengah.
UKT yang makin mahal tentu saja meresahkan. Apalagi di kampus negeri yang notabene milik pemerintah dan harusnya mendapat prioritas subsidi dana pendidikan. Â Â
KULIAH KEBUTUHAN TERSIER?
Kalau di hari-hari ini banyak mahasiswa yang demo soal mahalnya UKT, tentu saja sangat wajar. Kualitas pendidikan tingginya belum juga ada perbaikan, kok bisa-bisanya UKT sudah dinaikkan saja. Pertimbangannya dimana? Apalagi makin kesini, kualiatas perkuliahan semakin seenaknya.
Apakah kuliah memang tidak cocok bagi yang miskin dan hidupnya kekurangan?
Pernyataan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) , melalui Pelaksana Tugas Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Ristek, Prof. Tjitjik Tjahjandarie, yang mengatakan  bahwa pendidikan di perguruan tinggi bersifat tersier dan hanya ditujukan bagi lulusan SMA, SMK, dan Madrasah Aliyah yang ingin mendalami lebih lanjut suatu ilmu cukup mengagetkan
"Tetapi dari sisi yang lain kita bisa melihat bahwa pendidikan ini adalah tersiery education. Jadi bukan wajib belajar," kata Prof. Tjitjik di Kantor Kemendikbud Ristek, Jakarta Selatan, Rabu (15/5/2024), seperti dirilis kompas.com.
Buat orang tua yang mati-matian mencari uang buat kuliah anaknya, tentu agak mencengangkan mendengar pernyataan ini. Kuliah tentu saat ini sudah bisa dikatakan kebutuhan pokok dan bukan lagi sebuah kemewahan.Â
Walaupun secara teori, memang kebutuhan primer adalah pangan, sandang dan papan. Kemudian kebutuhan tersier berupa kendaran dan lainnya. Barulah kebutuhan tersier diatas kebutuhan primer dan sekunder tadi. Bagaimana dengan kuliah?
Zaman dulu barangkali memang sudah cukup dengan hanya tamat setingkat SMA/MA. Sudah sering mendengar tentu kita dari para orang tua kita, dimana mereka yang lulusan SPG (sekolah pendidikan guru) akhirnya bisa jadi guru PNS. Kemudian yang lulusan SMEA juga bisa bekerja dengan baik.
Namun sekarang, tampaknya susah bila hanya mengandalkan  Sekolah setingkat SMA/SMK/MA saja. Apalagi setelah lulus kuliah ingin mencaripekerjaan. Hampir semua perusahaan sudah mensyaratkan lulusan minimal D3 atau S! untuk bekerja di perusahaannya. Bahkan sekelas PT.KAI yang baru-baru ini membuka lowongan pekerjaan, mensyaraktkan bukan hanya lulusan S! tapi juga nilai TOEFL minimal 500 dan IPK minimal 3,5. Bisa dibayangkan tingginya persaingan di dunia pekerjaan saat ini.
Memang, lowongan CPNS / CASN masih membuka beberapa formasi untuk lulusan SMA?SMK sederajat namun porsinya kecil dan mungkin kalaupun lulus, golongannya yang terbawah dan mau nggak mau tetap harus melanjutkan kuliah bila ingin karirnya kelak meningkat. Minimal S1,bahkan kini hampir semua yang ingin meningkat karirnya di pemerintahan pasti sudah mengejar gelar S2.
BUAT APA SEBENARNYA KULIAH?
Seperti dikutip dari kompas.com, Prof. Tjitjik menjelaskan, karena pendidikan tinggi termasuk tersiery education, maka pendanaan pemerintah lebih difokuskan untuk membantu program pendidikan wajib belajar sembilan tahun. Sementara perguruan tinggi dibantu melalui dana bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) yang besarannya belum menutupi keseluruhan biaya kuliah. Oleh karena itu, pemerintah masih memerlukan bantuan dana untuk bergotong royong memajukan Indonesia melalui penghasilan sumber daya manusia unggul dari perguruan tinggi. (kompas.com)
Artinya memang kuliah kurang menjadi prioritas pemerintah untuk soal pendidikan.
Padahal kuliah sebenarnya sangat banyak manfaatnya dan tidak sekedar untuk mencari pekerjaan saja. Dengan kuliah juga akan menambah pengetahuan dan keterampilan yang kelak dibutuhkan di kehidupan pekerjaan atau di masyarakat.Â
Yang tak kalah penting juga, dengan kuliah, seseorang terlatih untuk menganalisa, berdisiplin dan mandiri. Karena walau bagaimanapun kuliah pada akhirnya yang menentukan lulus atau tidak adalah kemauan diri sendiri. Artinya seseorang dilatih bertnggung jawab dan disiplin menyelesaikan kuliahnya.Â
Ada lagi? tentu saja. Dengan kuliah, kita akan mempunyai jaringan pertemanan yang sangat luas (dosen,mahasiswa,alumni) dan itu kelak akan bermanfaat buat kehidupan di masa depan. Tentu masih banyak lagi manfaat berkuliah dan semua orang berhak menikmatinya.Bukan hanya mereka yang kaya tapi mereka yang masih mau belajar tentu berhak menikmatinya.
Semoga bermanfaat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H