Hubungan mertua-menantu memang sedikit rumit tapi bukan berarti tidak bisa baik
Beberapa hari lalu ngobrol dengan anak perempuan saya yang saat ini sedang kuliah. Sebenarnya tema obrolannya random saja. Salah satunya tentang yang lagi ramai di media sosial, yaitu kasus perceraian Ria Ricis dan mantan suaminya, yang katanya salah satunya karena hubungan mertua dan memantu yang kurang harmonis. Ini tentu saja jadi bahan diskusi kami.Â
Saya katakan ke anak saya bahwa bersyukur banget dan beruntung memiliki mertua yang baik dan berjanji kelak juga akan menjadi mertua yang baik bagi para mantu.Â
Anak saya langsung mengambil handphonenya. "Tolong ulangi lagi Mah. Harus direkam nih pernyataan mamah biar bisa jadi bukti di masa depan, " ujarnya sambil tertawa.
Saya jadi ikutan tertawa, apalagi yang kami obrolkan tersebut benar-benar sebuah imajinasi buat masa depan tentang hubungan mertua-menantu.
***
Hidup memang nggak bisa ditebak. Kita dapat pasangan seperti apa saja  sangat sulit ditebak. Yang awalnya baik dan indah ketika masa perkenalan atau berpacaran, bisa saja berubah 360 derajat ketika menikah.
Pasangan saja tidak bisa ditebak apalagi mendapatkan mertua seperti apa. Yah, Tidak salah juga kalau ada yang mengatakan, memasuki kehidupan pernikahan layaknya membeli kucing dalam karung. Sangat tidak tertebak. Kalau beruntung ya menemukan hal-hal baik dan indah (walau tak selamanya) dan bisa beradaptasi. Kalau tak beruntung, ya siap-siap menerima juga akibatnya.
Demikian pula tentang mertua dan juga ipar-ipar yang akan hadir kelak di kehidupan pernikahan.
Seorang teman baik, sebelum menikah menceritakan betapa dekatnya dia dengan calon mertua dan iparnya saat itu. Dengan  orang tua pasangannya, seringkali masak-masak bersama. kebetulan teman saya ini memang hobi dan pintar memasak berbagai jenis menu masakan. Jadi klop lah dengan calon ibu mertuanya saat itu
Begitu pula dengan adik ipar satu-satunya yang kata temen saya saat itu juga sangat cocok. Mereka sering nge-mall bareng atau melakukan kegiatan bersama lainnya.
Namun ternyata setelah menikah kehidupan memang tak seindah masa sebelumnya. Ibu mertua yang dia anggap selama ini sangat cocok, dirasa terlalu mencampri urusan rumah tangga mereka. Bukan hanya soal penataan rumah dan makanan bahkan yang buat teman saya menyebalkan, seperti paling tahu, pola pengasuhan anak seperti apa yang paling tepat.Â
Tentu saja sebagai ibu baru, dia "berontak" dan malas buat diatur-atur. Apalagi menurutnya pola yang diterapkan mertuanya sudah sangat ketinggalan zaman untuk model pengasuhan anak saat ini.Â
Awalnya cara yang dilakukan teman saya adalah mengambil jarak. Walaupun rumahnya dan rumah mertua berdekatan, dia berusaha tidak terlalu akrab dengan mertuanya . Misal, kalau mertuanya datang berkunjung ke rumah, dia tak lagi rajin memasakkan makanan. bukan apa-apa, kadang-kadang ada saja celaan mertuanya.
Nah, ini diakali teman saya dengan segera membelikan makanan di luar saja bila mertuanya ke rumah sehingga tidak ada protes lagi soal cara masak. Soal anak juga demikian. Kalau mertua berpendapat akan sesuatu, cukup di-iyakan saja dulu. Namun kemudian baru dipilah lagi dan diambil yang cocok saja untuk pola pengasuhan anak.
Memasuki tahun keempat pernikahan, alhamdulillah, keadaan membaik. Dia ternyata sudah bisa menerima apa yang menjadi takdirnya termasuk tentang mertua yang ditakdirkan hadir di hidupnya. Teman saya merasa sudah mampu berdamai dengan dirinya sendiri.Â
SELALU ADA POTENSI KONFLIK
Harus diakui tidak ada hubungan yang seratus persen sempurna. Akan selalu ada konflik yang kadang sederhana, kadang juga sangat rumit.Â
Awal-awal pernikahan saya juga merasakan hal yang sama. Namun seiring berjalannya waktu, adaptasi demi adaptasi bisa dilewati. Mungkin yang beradaptasi bukan hanya saya sebagai menantu, tapi mertua saya, khususnya ibu mertua juga melakukan banyak adaptasi sehingga akhirnya terjadi hubungan yang harmonis.
Namun secara umum, ada beberapa hal yang menjadi catatan penting buat saya juga, yang sudah menjalani pernikahan selama 20 tahun, agar memang ada chemistry antara mertua dan menantu.
# Tidak perlu dipaksakan
Sebuah hubungan, apalagi antara mertua dan menantu tidak perlu dipaksakan cepat-cepat harmonis. mengalir saja. Apalagi di awal pernikahan, sebaiknya diberi " jarak" dulu agar bisa saling belajar dan memahami. Apalagi keluarga baru terbentuk, tentu butuh adaptasi tingkat tinggi.
# Tahu batasan
Mertua tahu batasan, sampai mana bisa ikut memberi pendapat ke keluarga anaknya. Demikian pula menantu tahu batasan apa yang bisa dilakukan ke kehidupan keluarga pasangan. Semua tahu batasannya dengan jelas
# Saling perhatian dan saling memberi
Menurut saya resep ini cukup ampuh untuk menumbuhkan kasih sayang antara mertua dan menantu. Dalam kasus saya sih, mertua saya yang lebih baik ke para mantu-mantunya. Tidak segan-segan mengirimkan buah, makanan bahkan baju ke para mantu. Namun secara umum, hubungan yang berlandaskan saling perhatian dan saling memberi, apapun bentuknya kana menimbulkan chemistry yang lebih cepat.
#Jadi mertua bijak
Belajar dari mertua saya sih ilmu ini, salah satu yang membuat hubungan baik adalah jangan pernah menceritakan keburukan mantu ke siapapun. Baik ke anak sendiri maupun ke anak mantu yang lain. Intinya apapun kebaikan dan keburukan mantu sebaiknya ya diterima sebagai sebuah kewajaran saja karena memang tak ada yang sempurna.
#Menantu tak usah sempurna
Tak perlu berprilaku sebagai menantu yang sempurna karena nyatanya tak ada yang sempurna.cukup jadi menantu yang berprilaku baik, jadi diri sendiri namun tetap pintar beadaptasi dengan kondisi keluarga pasangan.
#Peran pasangan
Selain hal-hal diatas, pasangan sebenarnya mempunyai peran penting dalam menjaga hubungan mertua-menantu. Suami, misalnya bisa jadi 'jembatan" yang menentukan hubungan mertua-menantu (istri). Semakin bijak pasangan, biasanya akan semakin cepat proses adaptasi mertua dan menantu.
Semoga bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H