Mohon tunggu...
Enny Ratnawati A.
Enny Ratnawati A. Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk meninggalkan jejak kebaikan dan menghilangkan keresahan

Enny Ratnawati A. -- Writerpreneur, social worker, suka baca, bersih2 rumah dan jalan pagi --- Tulisan lain juga ada di https://www.ennyratnawati.com/ --- Contact me : ennyra23@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Sampah di Sungai, Masalah dari Generasi ke Generasi

27 November 2023   17:00 Diperbarui: 1 Desember 2023   09:06 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa orang membuang sampah ke sungai atau sekitar sungai? kurang edukasi atau faktor apa?

Ketika saya masih kecil, saya dan para sepupu, seringkali menghabiskan masa liburan kami di sebuah kabupaten di Kalimantan Selatan. Sebuah kabupaten kira-kira 3 jam perjalanan dari ibukota provinsi Kalsel. 

Masa liburan sekolah, seperti anak-anak lain pada umumnya saat itu, kami gunakan untuk menginap di rumah nenek. Dulu kayaknya nggak musim juga sih liburan dan healing-healing.

Namun poin cerita ini bukan soal rumah nenek yang lumayan besar tetapi sepi, karena anak-anaknya sudah punya rumah masing-masing atau soal healing. Tapi soal kebiasaan kami mandi di sungai belakang rumah nenek.

Saat itu rumah nenek sebenarnya sudah ada fasilitas MCK, di saat sebenarnya rumah-rumah lain tidak banyak yang punya fasilitas ini. Karena memang ada sungai di belakang-belakang rumah, yang bisa digunakan masyarakat untuk segala aktivitas yang membutuhkan air, khususnya MCK. Nah, kami anak-anak zaman itu juga tentu tak terlalu tertarik untuk melakukan aktivitas mandi di rumah misalnya. Andalan kami tentu saja juga sungai.

Bisa mandi sekaligus bermain bersama teman-teman tentunya. Walau tak semuanya dari kami bisa berenang saat itu. Biasanya di sungai-sungai akan ada sebuah "batang", kami menyebutnya demikian.

Nah, batang ini terbuat dari beberapa bambu tua yang diikat sedemikian rupa sehingga bisa diapungkan diatas sungai dan digunakan buat berbagai aktivitas tadi. Biasanya akan ditambah jamban juga siatas batang ini untuk aktivitas yang sudah kita ketahui bersama hehe.

ilustrasi sampah sungai di banjarmasin (foto : radar banjarmasin,procal.co)
ilustrasi sampah sungai di banjarmasin (foto : radar banjarmasin,procal.co)

Soal mandi di sungai ini, tentu saja hal biasa. Namun yang tak biasa adalah menuju sungainya atau "pantainya" sungai yang biasanya berupa pasir. Saat itu, kita harus sangat berhati-hati. Karena di "pantai" sungai ini banyak sekali warga yang membuang sampah.khususnya sampah beling pecahan kaca. Kalau tak hati-hati sekali tentu saja bisa menyebabkan kaki luka.

Hingga saat inipun, saya juga tak paham kenapa masyarakat selalu membuang beling ke sekitaran sungai. Bukankah sangat berbahaya bagi orang-orang yang akan melakukan aktivitas di sungai? Namun saat itu sampah sungai tak sebanyak sekarang. Potongan kenangan masa kecil ini memang teringat sampai saat ini. Khususnya soal beling yang sering ada di pinggiran sungai.  

Beberapa hari lalu, saya kembali ke kota ini, menegok sungai yang sering digunakan mandi dan bermain saat kecil dulu. Ternyata, sungainya sudah menyempit, batang dari bambu sudah tak ada juga. Yah, maklumlah, orang sudah nggak mandi di sungai lagi saat ini. 

Kalau dulu sungai juga sudah dilewatin perahu bermotor -- dan menimbulkan kegembiraan bagi anak-anak, karena sungai tiba-tiba berombak -- kini sudah tak terlihat lagi. Mungkin transportasi air di sungai kecil ini juga sudah punah.

Cuma yang mengherankan, di pinggir sungai bukan lagi terlihat beling tapi tumpukan sampah-sampah lain. Berbagai jenis sampah sepertinya ada, tapi yang terbanyak sampah plastik. Artinya apa? Kebiasaan penduduk untuk membuang sampai ke sekitaran sungai/pinggir sungai tak juga berubah. Padahal tentu saja generasinya saja sudah berubah.

**

Itu cerita soal sampah di sebuah sungai kecil kabupaten di Kalsel. Di ibukota provinsi beda lagi. Meskipun sungainya masih besar-besar dan masih digunakan masyarakat untuk aktivitas transportasi air, urusan sampahnya tak jauh berbeda. 

Selain sungai besar, aliran sungai-sungai kecil tentu juga penuh dengan sampah. Bahkan menurut saya pribadi, susah menemukan satu saja sungai yang bersih dari sampah. 

Maklumlah, Banjarmasih dikenal sebagai kota 1000 sungai juga, kebanyang banyaknya sungai di sini. 

Hampir di semua sungai- kecil dan besar -- tumpukan sampah seringkali terlihat. Eceng godok, seperti yang saya tulis beberapa waktu lalu, tentu saja masih ada. Namun, di sela-sela eceng gondok, dengan gampang sekali kita lihat sampah-sampah yang memenuhi sungai.

Tidak tahu persis sampahnya dari mana. Apakah dari hulu sungai yang mengalir ke hilir atau dari rumah-rumah lanting yang masih ada di spanjang sungai-sungai di Banjarmasin. Namun bisa juga, dari masyarakat yang memang membuang sampahnya ke sungai. Apalagi banyak sekali pasar-pasar yang berjualan di pinggir sungai . Yah, kemungkinan sampahnya di buang ke sungai di belakang mereka berdagang.

Tidak ingin menuduh sebenarnya siapa yang membuang sampah ke sungai dan siapa yang tega-teganya terus mengotori sungai. Namun yang jelas, semuanya berawal dari ketidak adanya kesadaran.Kesadaran bahwa sungai bukanlah tempat sampah.

Padahal sudah jadi rahasia umum, sampah di sungai bukan hanya soal merusak pemandangan sungai, tetapi smpah di sungai juga bisa menyebabkan banjir dan kerugian bagi ekosistem yang di sungai. Sampah menyebabkan sinar matahari tidak optimal juga masuk ke dalam air yang tentu membuat kadar oksigen dalam sungai berkurang.

Ini menjadi kerugian bagi ekosistem yang ada di sungai. Kemudian, bagi pengguna transportasi air, sampah yang bertumpuk tentu juga sangat mengganggu. Walaupun tidak menutup kemungkinan juga pengguna transportasi air juga ikut menyumbang bertambahnya sampah di sungai bila tak ada kesadaran lebih.

Secara umum, ada beberapa alasan mengapa masyarakat terus menerus membuang sampah apa saja ke sungai. Yang paling utama, ya karena dianggap sangat mudah, praktis dan tentu gratis. Tak perlu bayar lagi iuran bulan sampah,mungkin ya. Dan ketika sampah dilempar ke sungai, tentu saja segera mengikuti mengalir.

Jadi ingat suatu hari, makan di restoran pinggir sungai, pemandangan sungai rasanya terkotori dnegan pemandangan "aliran" sampah juga. 

Kedua, memang belum ada kesadaran bahwa sungai bukalah tempat sampah tadi. Sungai yang bersih dan terawat belum banyak menjadi impian  banyak orang.

Ketiga tentu saja soal edukasi yang masih sangat kurang. Untuk hal ini juga pernah diakui pihak pemerintah provinsi Kalsel. 

"Seluruh sungai di Kalsel, termasuk di Banjarmasin yang memiliki banyak sungai, Masalah sampah muncul di hampir seluruh Kalsel," ujar Roy Rizali Anwar, Sekdaprov Kalsel, seperti pernah dirilis https://kalsel.prokal.co/ (25/2/2023)

Menurutnya, persoalan ini harus segera dicarikan solusinya. Oleh pemerintah maupun penggiat isu lingkungan. Roy meminta, sungai bebas dari sampah mesti menjadi cita-cita bersama. Caranya, dimulai dengan tidak membuang sampah ke sungai dengan alasan apapun. 

Semoga kedepannya, harus ada solusi yang terbaik untuk membiasakan masyarakat tak lagi membuang sampah ke sungai. Walaupun ini tentu bukan pekerjaan mudah. Apalagi sepertinya sudah turunan dari generasi ke generasi kebiasaan buang sampah ini. 

Yang jelas, harus ada ketegasan dari pemerintah sekaligus edukasi yang maksimal ke masyarakat luas. Mungkin bisa dimulai dari sekolah-sekolah, untuk memutus generasi yang suka membuang sampah ke sungai. Semoga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun