Solo meraih nilai tertinggi sebagai kota ternyaman versi IAP. Sedangkan Depok peringkat terbawah dengan nilai 62.
Ikatan Ahli Perencaan (IAP) baru-baru ini merilis kota paling nyaman di huni atau most liveable city index di Indonesia. Dalam versi IAP 2022, Solo terpilih sebagai kota paling nyaman dengan skor 77 poin. IAP sendiri melakukan riset pada 52 kota di Indonesia.
Sebagai catatan tambahan, IAP menyebutkan ini sebenarnya bukan rengking kota karena memang berdasarkan  data dan persepsi warga. Indek tertinggi tentu saja 100 persen.
Keberhasilan Solo sebagai kota ternyaman melampaui  Yogyakarta, yang selama digadang-gadang sebagai kota paling nyaman di Indonesia. Menurut IAP , kota ternyaman meliputi aspek fisik (fasilitas perkotaan, prasarana, tata ruang, dan lainnya) maupun aspek non fisik (hubungan sosial, aktivitas ekonomi, dan lainnya).
Ada 28 indikator dalam penilaian IAP antara lain ketersediaan kebutuhan dasar (perumahan yang layak, air bersih, jaringan listrik, sanitasi, ketercukupan pangan, dan lainnya). Selain itu, tingkat ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial (transportasi umum, taman, fasilitas kesehatan, dan lainnya) juga menjadi poin penilaian.
Ketersediaan ruang publik sebagai wadah untuk berinteraksi antar komunitas, keamanan dan keselamatan dan kualitas lingkungan juga menjadi indikator warga yang menilai. Yang tak kalah pentinga adalah dukungan fungsi ekonomi, sosial, dan budaya kota dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
menurut teman-teman yang berdomisili di Solo atau seringkali mengunjungi Solo, Solo saat ini memang berkembang jauh dibanding beberapa tahun lalu. Tempat wisata lama dan baru berkembang di Solo kemudian wisata kuliner Solo juga menjanjikan. Dan tentu masih banyak lagi. Barangkali inilah yang menjadikan persepsi masyarakatnya sangat baik terhadap kota Solo. Â
Depok mendapat Poin 62
Agak mengejutkan ketika membaca Depok berada diurutan terbawah dengan perolehan poin 62. Sebagai warga Depok sejak 2004, memang agak tak nyaman membaca ini. Walaupun sekali lagi, ini katanya bukan pemeringkatan kota. Namun skor Depok jelas-jelas berada di bawah Sorong, Padang, Pekanbaru dan Tegal.
Apakah ini mengindikasiakan persepsi warga Depok terhadap kota ini sangat minim?
Depok  memang penyangga kota Jakarta, yang memang rata-rata penduduknya bekerja di Jakarta. Depok juga banyak dipilih para pekerja Jakarta sebagai tempat tinggal karena memang wilayahnya yang tak terlalu jauh dari Jakarta dan udaranya lumayan sejuk walau mungkin tak sesejuk Puncak,Bogor. Â
Di lihat dari transportasi umum lumayan banyak buat pekerja ngelaju alias yang tiap hari bolak-balik Depok-Jakarta . Commuter line, sejak lama, bisa menjadi andalan buat warga Depok yang bekerja di Jakarta dan harus menggunakan transportasi umum.
Depok memiliki pusat pendidikan yang bisa dikatakan lengkap. Bahkan kampus UI ada di Depok disamping banyak universitas swasta bagus di Depok. Jadi soal pendidikan, tentu Depok salah satu kota andalan di Indonesia.
Intinya berbagai aspek fisik dan sosial cukup terpenuhi di kota Depok. Namun, pertanyaannya mengapa Depok, di persepsikan warganya sebagai kota yang tak baik-baik saja dan persepsinya bahkan minim?
Saya menduganya ada beberapa faktor penyebabnya. Yang pertama,adalah pengaruh media sosial yang memang tiap hari memberitakan ketidaknyamanan kota Depok. Mulai dari kasus mayat yang ditemukan di sebuah rumah di Cinere, pencurian motor seputaran Depok, kasus hipnotis dan banyak lagi kasus yang tiap hari muncul di beranda medsos pemberitaan soal kota Depok.
Kedua, faktor kenyamanan dan transportasi. Salah satunya adalah soal macet.Jangan ditanya seperti apa macetnya kota Depok. jangankan ada pembangunan atau perbaikan jalan, hari-hari biasa juga sangat macet. Akhirnya setiap hari warga yang ingin bekerja atau beraktivitas dituntut untuk mencari jalan alternatif.
Kalau weekend, jangan ditanya lagi. Meskipun Depok bisa dikatakan kota kecil, dikutip dari depok.go.id, Â dengan luas wilayah 200,29 km2 dan jumlah penduduk 2.123.349 jiwa, kota Depok sangat macet. Kota bisa dikatakan tak terlalu besar mempunyai banyak mall di setiap sudut kota sehingga memang mengundang kemacetan apalagi di akhir pekan.
Transportasi juga menjadi penilaian warga untuk mempersepsikan kota Depok. Selain commuter line dan busway yang menghubungkan Depok dengan kota lain di seputaran Jabodetabek, namun dalam kota Depok sendiri transportasi itu-itu saja.Mulai angkot yang dari puluhan tahun lalu suka ngetem (berhenti) dan membuat macet hingga Depok kebanjiran transportasi online yang lagi-lagi membuat macet.Intinya transportasi umum sangat minim di Depok.
Ketiga, rata-rata warga Depok bekerja di Jakarta, dan hanya sebagian kecil yang bekerja di kota Depok .Mereka pergi pagi dan sudah sampai Depok lagi diatas jam 19.00. Menghabiskan waktu secara utuh ketika weekend saja,itupun kalau taka da kondangan atau diajak keluarga berwisata seputaran Depok atau lagi-lagi ke Jakarta juga.
 Faktor inilah, yang membuat mereka tidak melihat Depok secara utuh dan memberikan persepsi yang sangat rendah terhadap kota Depok. Ya ujung-ujungnya poin kota Depok terendah diantara 51 kota lain yang juga di survei.  Â
Nah, tiga faktor ini yang menurut saya mempengaruhi poin kota Depok terendah,Bagaimana menrut kalian, khususnya warga Depok? Benarkah demikian?
Â
Â
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H