Mohon tunggu...
Enny Ratnawati A.
Enny Ratnawati A. Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk meninggalkan jejak kebaikan dan menghilangkan keresahan

Enny Ratnawati A. -- Mahasiswa Pascasarjana HES UIN Antasari , Writerpreneur, Social Worker, --- Tulisan lain juga ada di https://www.ennyratnawati.com/ --- Contact me : ennyra23@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Background Check Media Sosial, Pelamar Kerja Harus Siapkan 3 Hal

10 September 2023   16:00 Diperbarui: 11 September 2023   09:05 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang kita lakukan kalau ada yang follow (mengikuti) akun di Instagram (IG)? Kalau saya pasti langsung ngecek siapa orang yang follow saya tersebut.

Bila ternyata mereka ada mutual friend (teman yang sama) dengan follower kita sebelumnya, bisa jadi akan langsung di approve pertemanannya. Walau bisa juga tidak,bila melihat lagi beberapa postingannya yang kurang cocok dengan "selera" saya.Kenapa di tuliskan soal selera.Tentu ini subjektif adanya.

Namun bila mereka ternyata orang baru dalam pertemanan, juga tak masalah. Ada kemungkinan juga akan saya approve. Tentu bila postingan mereka dirasa lagi-lagi cocok dengan saya. Artinya tak ada postingan SARA, tak ada konten porno, tak ada konten unfaedah lainnya. Layaknya postingan orang kebanyakan.

Nah, yang jadi poin di sini, walau saya tentu bukan siapa-siapa, akan tetap melakukan pengecekan media sosial orang yang akan berinteraksi dengan saya. Walau konteksnya hanya pertemanan biasa dan belum tentu pula selanjutnya berinteraksi, kan?

Mengapa demikian? 

Seperti yang mungkin juga sudah banyak diketahui para pengguna media sosial juga, follower maupun akun yang kita ikutilah yang akan muncul di beranda media sosial kita. Artinya sedikit banyak akan berpengaruh ke kita juga segala yang mereka bagikan. Baik secara langsung ataupun tidak langsung. 

Itulah mungkin alasan dasar, saya khususnya, buat selektif dalam memilih akun yang akan diikuti. Bukankah kita juga menginginkan pertemanan sehat walau hanya di media sosial?

CITRA BAIK DI MEDIA SOSIAL

Seorang teman pernah menceritakan seorang teman kantornya yang tadinya berperilaku biasa saja, layaknya karyawan lain di kantornya. Pada suatu ketika, karyawati ini terlihat berbeda. Masuk kantor sudah malas-malasan, kemudian dari penampilannya pun tiba-tiba berubah drastis.

Di kemudian hari baru diketahui dia ternyata mengikuti suatu komunitas di media sosialnya. Kemudian berkenalan dengan orang-orang baru melalui media sosialnya dan akhirnya mempengaruhi memandang pekerjaannya. 

Akhir ceritanya, karyawati ini bahkan melepas pekerjaan bergengsinya dan oleh teman-temannya dipandang sangat radikal dalam beragama. 

Secara sederhana, background check media sosial bisa diartikan sebagai proses pengecekan latar belakang kandidat yang akan bekerja dalam sebuah perusahaan melalui media sosialnya seperti Instagram, Facebook, Twitter, Tiktok, dan mungkin juga Linkedin. Tentunya tujuannya agar tak terjadi kasus seperti diceritakan di atas.

Dari background check media sosial memang akan diketahui siapa saja circle seseorang kemudian juga diketahui kecenderungannya ke mana. Akun apa saja yang diikuti dan menjadi minatnya.

Tentu ini bagi perusahaan media sosial menggambarkan bagaimana kelak kehidupan mereka dalam pekerjaan. Walaupun tentu saja tidak bisa diukur bagaimana kelak kinerja seseorang.

Secara umum, perusahaan memang biasa melakukan background checking ini kepada mereka yang berada dalam proses perekrutan.

Foto : metro lampung news-Pikiran-Rakyat Dot Com 
Foto : metro lampung news-Pikiran-Rakyat Dot Com 

Nah, proses ini biasanya dilakukan setelah user-nya memilih calon yang sesuai dan sudah pula melewati tahap yang berat seperti interview. Divisi SDM kemungkinan akan melakukan lagi verifikasi CV, formulir, ijazah bahkan hasil interviewnya. Bahkan ada juga yang sampai menelepon atasan mereka di kantor lama buat memastikan kualitas calonnya. 

Namun memang dulu, akun media sosial tidak masuk dalam daftar checking yang dilakukan pihak HRD buat calon kandidat suatu perusahaan. Perkembangan dunia digital yang semakin luas pada akhirnya memang memaksa pihak HRD juga berubah. termasuk melakukan background check media sosial ini.

Kalau sudah begini, apa yang sebaiknya "disiapkan" pelamar?

# Posting dan Berkata Baik di Medsos

Meskipun pada dasarnya medsos merupakan "lapak" kita sendiri (dan kita berhak mengunakan lapak kita untuk apapun), tidak ada salahnya selalu berkata yang baik-baik. Apalagi di media sosial termasuk juga membuat postingan yang baik dan sedapat mungkin bermanfaat juga.

#Hindari Menghujat dan Berpolitik secara Sehat

 Sebentar lagi tahun politik. Orang punya kecenderungan terhadap sesuatu calon pilihannya dalam pemilu. Usahakan jangan menghujat dan berpolitik dengan baik.

#Follow juga akun-akun positif

Apa yang diikuti seseorang kemungkinan besar akan menggambarkan bagaimana diri orang tersebut. Buat pelamar (bahkan siapapun) sebaiknya mengikuti akun-akun yang baik dan positif.

***

Tentu pada akhirnya seorang pelamar kerja diterima atau tidak akan dipengaruhi lagi oleh kebutuhan perusahaan dan bisa jadi selera HRD perusahaan. Kalaupun memang akan ada pengecekan media sosial, paling tidak, ya memang tidak ada yang perlu ditakutkan lagi. 

Perusahaan juga tidak mau salah rekrut orang, misalnya seseorang yang kecenderungannya pada aliran tertentu atau perilaku tertentu yang tidak sesuai dengan visi misi perusahaan.

Semoga bermanfaat 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun