impor menggelar dagangannya. Pembeli tinggal pilih yang disukainya.Â
Setiap Mingggu pagi, puluhan pedagang baju bekasItulah yang beberapa bulan lalu juga ramai di daerah kami. Namun, beberapa minggu terakhir sudah tak terlihat lagi. Rupa-rupanya pelarangan pemerintah tentang larangan thrifting sudah mereka dengar juga.
Padahal biasanya, khususnya minggu pagi, tua muda berebut memilih baju impor murah terbaik yang di gelar para pedagang di trotoar saja.
" Asal pintar memilih, kita akan dapat barang bagus," ujar seorang kawan.
Bahkan ujarnya, dengan uang 100rb-150rb rupiah saja kita bisa memndapatkan tiga baju bagus impor. Walau ada juga yang berharga 100 ribuan ketas. Saking lakunya baju bekas impor ini , datang terlambat sedikit saja ke lokasi, misal jam 7 pagi, pasti akan mendapatkan barang sisa saja. Jadi memang harus datang lebih pagi bahkan banyak menunggu pedagang membuka lapaknya.
Seorang kawan lain lebih menyukai membeli baju bekas impor melalui online. Bahkan baru-baru ini, berbagai baju bekas impor dia beli untuk keperluan wisatanya ke Turki. Nah, kebetulan di Turki musim dingin bersalju jadilah perlu pakaian musim dingin.
"Beli bekas  bisa dapat 300.000 sampai 500.000 per pakaian. Padahal aslinya dengan merek tersebut bisa mencapai 2 juta rupaih lebih," ujarnya antusias bercerita ketika itu. Menurutnya membeli pakaian bekas impor ini sangat efektif.Selain pakaian tersebut digunakan sesaat selama liburan, juga untuk keperluan foto-foto saja selama di Turki.
Larangan soal thrift memang sedang ramai dibicarakan orang. Terutama setelah Presiden Joko Widodo meminta agar bisnis ini ditelusuri dan ditindak tegas. Jokowi  menilai bisnis impor pakaian bekas sangat mengganggu industri tekstil dalam negeri.
Larangan soal thrift ini sudah tertulis pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 18 Tahun 2021, tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Hal ini tertera pada Pasal 2 ayat 3 yang tertulis bahwa barang dilarang impor, salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas. (kompas.com)
Selain soal menganggu industri dalam negeri, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan juga menyebut-nyebut soal penyakit yang bisa ditimbulkan oleh pakaian bekas impor.
Mengapa Mereka Memilih Pakaian Bekas Impor
Dirangkum dari pembicaraan dengan beberapa kawan ada beberapa alasan mengapa mereka akhirnya memilih pakaian bekas impor.
Soal Harga
Ini faktor yang sangat utama. Harganya seseuai kantong. Khususnya bagi anak muda, yang memerlukan pakai murah meriah dan bisa ganti-ganti setiap nongkrong dengan teman-temannya.Pakaian impor walau bekas, terkenal berharga ramah di kantong. Apalagi kantong anak muda. Walau banyak juga generasi yang lebih dewasa yang memilih pakaian impor bekas.
Kualitas dan model
Ini juga menjadi keunggulan tersendiri. Info beberapa teman, katanya kualitasnya masih sangat baik, meskipun bekas. Jahitannya kuat dan utamanya modelnya bagus-bagus dan sesuai selera mereka.
Barang ber-merek
.Mereka yang fanatik terhadap merek luar tapi tak sanggup membeli yang baru, inilah solusinya  : membeli pakaian impor bermerek terkenal walaupun bekas
Tak takut dengan berbagai penyakit
Mereka yang membeli tak ada cerita soal penyakit kulit yang di derita setelah memakai pakaian bekas ini. Apalagi bila diperlakukan dengan baik. Seorang teman yang biasa membeli pakaian bekas impor ini,sampai rumah langsung merendem pakaian tersebut dengan air panas.
Kemudian baru direndem biasa dengan sabun cuci dan diber pewangi pakaian. Jangan luap disetrika juga, ujarnya biar bibit penyakit hilang. Buat yang mau praktis, bisa di loundry lagi tentunya bajunya sebelum dipakai di badan. Dengan cara ini, tidak ada yang mengeluh soal penyakit.
Pilihan tentu di tangan setiap orang mau membeli pakaian baru, bekas,impor atau memilih produk lokal. Tak perlu kita menghakimi. Namun demikian, tentu kebijakan pemerintah ini perlu di apresiasi. Apalagi bila pemerintah serius memang ingin melindungi industri dalam negeri. Namun di sisi lain, pemerintah juga harus serius membina industri dalam negeri agar pakaian yang dihasilkan bisa memenuhi ekspektasi pasar, baik dari sisi kualitas, harga maupun modelnya. Demikian juga dengan para pengusaha yang sudah terlanjur terjun di bisnis, setelah dilarang thrifting ini lalu bagaimana nasib mereka? Semoga ada solusinya juga. #
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H