Mohon tunggu...
Enny Ratnawati A.
Enny Ratnawati A. Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk meninggalkan jejak kebaikan dan menghilangkan keresahan

Enny Ratnawati A. -- Mahasiswa Pascasarjana HES UIN Antasari , Writerpreneur, Social Worker, --- Tulisan lain juga ada di https://www.ennyratnawati.com/ --- Contact me : ennyra23@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pengalaman Belajar Jam Nol dan Membayangkan Masuk Sekolah Jam 5 Pagi

2 Maret 2023   08:35 Diperbarui: 2 Maret 2023   13:36 1155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi siswa SMA. (PIXABAY via KOMPAS.com)

Datang ke sekolah jam 5 pagi, apa yang anak-anak di Kupang rasakan? Membayangkannya saja sudah galau.

Ketika saya di SMP Negeri dulu, sekolah memberlakukan kebijakan jam 0 (nol). Jam 0 maksudnya pelajaran dimulai satu jam sebelum jam pertama. Jam 0 diadakan pada jam 6-7.15 WIta. Masih relatif pagi juga. Sedangkan jam pertama diadakan 7.30 WIta. Mengapa sekolah mengadakan kebijakan ini?

Tak lain dan tak bukan karena kami, yang kelas 3 SMP saat itu siap-siap menghadapi ujian akhir. Sekolah beranggapan, belajar di pagi hari jauh lebih efektif dibandingkan menambah satu atau dua jam lagi setelah usai pembelajaran, dimana siswa-siswa sudah kehabisan energi untuk menyerap pelajaran.

Seingat saya, jam 0 yang digagas sekolah ini berjalan sukses. Jam 5.30 WIta bahkan sudah banyak siswa yang sampai di sekolah dan bersiap untuk menyambut pelajaran tambahan jam 6 pagi.

Hanya saja yang saya ingat, kebijakan ini memang sedikit merepotkan bagi orangtua. Saya misalnya, yang biasanya naik sepeda ke sekolah, tak bisa naik sepeda pada saat jadwal jam 0. Karena memang terasa masih pagi. Dan tentu harus diantar oleh orangtua ke sekolah.

Saya tak tahu persis apakah jam 0 ini dinilai sekolah menuai keberhasilan atau tidak saat itu. Yang jelas, nilai ujian kami saat itu rata-rata sangat bagus dan mencukupi untuk diterima di SMA favorit lanjutannya.

Belajar pagi, buat beberapa orang memang sangat sulit. Namun bagi anak-anak generasi saya di sekolah negeri favorit saat itu, belajar pagi sudah seperti ritual yang biasa.

Saya dan teman-teman biasa bangun jam 3 pagi dan belajar sebelum ke sekolah. Kemudian melakukan berbagai aktivitas hingga menuju sekolah.

Belajar pagi memang sangat istimewa. Penyerapannya jauh lebih bagus dibandingkan belajar jam lainnya. Anak sekarang sedikit berbeda polanya, barangkali.

Di pesantren, anak saya belajar usai sholat subuh. Biasanya digunakan untuk hapalan Al-Quran dan belajar bahasa asing. Mulai dengan menghafal kosakata hingga praktik berbahasa asing.

Hasilnya memang dahsyat. Tapi ini tentu sekolah asrama. Yang anak-anaknya tak perlu pakai transportasi menuju kelas atau lapangan sekolah. Akan beda lagi dengan menuju sekolah sebelum jam 5 pagi.

Tentu bukan hal mudah bagi siswa, guru bahkan para orangtua. Semua harus menyesuaikan.

Membayangkan sekolah jam 5 WIta

Ketika saya menulis artikel ini, jam menunjukkan 5.16 WIta. Azan subuh baru saja selesai berkumandang. Bila sekolah mulai jam 5 wita, artinya sekitar 15 menit lalu anak-anak sudah sampai di sekolah mereka. Artinya pula sekitar jam 4.30 mereka harus berangkat dari rumah. Tentu sebelum 4.30 WIta mereka harus mandi dan mungkin sedikit sarapan, sebelum memulai aktivitas.

Kalau di kota saya, 4.30 WIta tentu masih gelap karena belum subuh untuk sekedar keluar rumah. Jam 5 WIta juga masih pagi buta walau sudah banyak yang keluar rumah buat sholat berjamaah di masjid. Tidak tahu kondisi di Kupang NTT.

Namun yang jelas, sekolah jam 5 pagi butuh energi besar. Bagi anak, tentu membiasakan untuk melakukan aktivitas lebih pagi lagi. Mulai siap-siap selama di rumah sampai ke sekolahnya. Ada potensi mengantuk, kurang tidur bahkan bisa jadi dalam jangka panjang mengganggu kesehatan mental anak-anak.

Buat orangtua selain persiapan buat anak-anaknya sekaligus harus menyiapkan energi, misal untuk mengantar anak mereka. Karena kalau tidak diantar, khawatir faktor keamanan tarnsportasi hingga potensi tindak kejahatan karena terlalu pagi.

Buat guru, sudah pasti ada penyesuaian juga. Kan, tidak mungkin, siswa ada di sekolah tapi gurunya belum ada. Tentu ekstra energi juga buat mewujudkannya.

Sekolah sangat pagi seperti yang diinstruksi Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Laiskodat agar siswa SMA mulai bersekolah jam 5 pagi untuk mengasah kedisiplinan dan etos kerja para peserta didik perlu dikaji dulu.

Selain itu, menurut dia, rata-rata anak SMA tidur paling malam pukul 22.00. Sehingga, dia mengklaim siswa sudah cukup tidur untuk memulai sekolah pukul 05.00. (nasional tempo.co)

Perlu dikaji ulang lagi, apakah kebijakan ini akan meningkatkan mutu pembelajaran, apakah kegiatan ini membuat siswa lebih bersemangat buat belajar, atau justru sebaliknya? Apa plus minusnya bagi siswa SMA dan SMK?

Mungkin juga dipertimbangkan, apakah tidak mengganggu ibadah anak-anak yang muslim atau akan diadakan sholat subuh berjamaah di sekolah?

Para siswa, guru dan orangtua tentu yang paling menunggu bagaimana akhir dari instruksi ini, apakah akan diteruskan atau malah berhenti di tengah jalan.

Semoga apapun ada solusi terbaik bagi semuanya.

Semoga bermanfaat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun