Mohon tunggu...
Enny Ratnawati A.
Enny Ratnawati A. Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk meninggalkan jejak kebaikan dan menghilangkan keresahan

Enny Ratnawati A. -- Writerpreneur, social worker, suka baca, bersih2 rumah dan jalan pagi --- Tulisan lain juga ada di https://www.ennyratnawati.com/ --- Contact me : ennyra23@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Toko Buku Offline, Benarkah Kita Masih Membutuhkannya?

1 Maret 2023   14:52 Diperbarui: 1 Maret 2023   18:17 769
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi toko buku (foto : kompas entertainment)

Bukunya bertambah, pengunjungnya sangat sedikit

Terprovokasi oleh tulisan pak Tonny Syiariel yang berjudul "Intisari hampir enam dekade menyapa pembaca", saya berinsiatif juga mencari majalah Intisari.Buat saya, majalah ini juga jadi kenangan tersendiri di masa lalu. Saya mendatangi toko buku terkenal dan terbesar di toka kami.

Sesampainya disana saya kaget juga. Ternyata motor saya, satu-satunya yang ada di tempat parkir padahal hari sudah siang dan pasti sudah beberapa jam juga toko buka.Memang sih ini hari kerja dan bukan hari libur. Memasuki toko buku, ternyata benar, saya satu-satunya pengunjung bahkan bisa jadi pengunjung pertama di toko buku tersebut.

Saya melihat-lihat beberapa buku kategori novel. Banyak yang judul yang baru-baru. Baik buku pengarng sudah terkenal dan benyak juga novel dengan pengarang yang masih terasa asing. Saya baca-baca bagian belakang buku, sekedar penasaran isi bukunya tentang apa.

Seorang pegawai toko buku menghampiri saya, dan menanyakan apakah ada yang bisa dibantu?

Saya menanyakan majalah Intisari, apakah masih hadir di toko tersebut. Dia menanyakan ke pegawai toko yang lain. Pegawai laki-laki yang ditanyai rekannya, mengatakan sudah sekitar dua-tiga bulan, Intisari tidak hadir lagi di toko tersebut. " Hanya ada di toko buku yang di pulau Jawa," ujarnya.

Saya lanjut melihat-lihat buku yang lain di bagian dalam . Ada buku-buku pelajaran,  persiapan tes CPNS, sampai buku persiapan masuk perguruan tinggi di 2023. Wah..

Eh lagi-lagi seorang pegawai menyapa, adakah yang bisa dibantu dan lagi mencari buku apa katanya. Saya senyum dan mengatakan masih lihat-lihat dulu. Pegawai yang bertanya ini selain mungkin SOP-nya demikian untuk menyapa pelanggan, saya perkirakan karena memang sedang sepi pengunjung.Jadilah saya yang jadi pusat perhatian. Hehe.

Saya kemudian beranjak melihat koleksi koran dan majalah. Hanya ada satu koran disitu, dan anehnya koran beberapa hari lalu. Majalahnya juga tak banyak. Hanya ada satu majalah anak-anak selebihnya majalah umum dan wanita. Setengah jam berada di sana, saya memutuskan pulang saja.

Toko buku yang saya datangi ini hari ini memang terlihat sepi.Tapi kata petugas parkir, bila Sabtu atau Minggu jelas lebih ramai. Namun saya juga tak yakin sih, tokonya seramai dulu.

Sepinya toko buku memang bisa dikatakan merata. Toko buku yang relatif dekat dengan tempat tinggal kami, bertahun-tahun menyewa sebuah ruko. Namun setiap kali melewatinya, saya jarang sekali melihat pengunjungnya.

Kini tokonya sudah tutup juga dan tokonya kini ramai lagi. Maklum, tokonya berganti jualan es krim, Mixue yang memang sedang booming. Setiap saat juga ramai terus.

Sepinya berbagai toko buku memang bukan karena efek pandemi saja tapi jauh sebelumnya.Bukan hanya minat baca yang terus turun tetapi juga efek pembeli yang lebih banyak beralih mencari buku ke market place atau platform digital.Efeknya ya, toko offlline jarang pengunjung lagi.

Inovasi atau Mati

Inovasi emmang menjadi kata kunci eksisnya sebuah toko buku. Kalau ditanyakan para pemilik toko buku offline, rata-rata memang bertahan dengan berjualan di market place atau secara online juga untuk menjaring pembeli yang lebih besar.

Sebuah toko buku di kota saya terlihat tetap eksis karena yang dijual memang fokus hanya buku-buku pelajaran kurikulum terupdate. Jadilah kalau awal tahun ajaran baru minimal toko ini ramai pembeli.

Sebuah toko di kota saya juga yang menjual buku agama dan kitab-kitab para ulama, mensiasati penjualan dengan mencantumkan nomer kontak di map google nya. Pembeli bisa menghubungi nomer WA-nya bila membutuhkan sebuah kitab atau buku agama

Saya pernah mencobanya dan memang kitab langka yang  dicari tersedia di toko ini. Penjual dengan sabar melayani WA pembeli, mulai pertanyaan ketersediaan buku hingga foto bukunya.  Walau kemudian transaksinya tetap di toko offline-nya.

Toko buku sekelas Gramedia tentu saja kini lebih banyak melakukan penjualan online melalui website resminya. Sedang di toko offline-nya, buku memang masih banyak namun berbagai jualan lainnya juga tak kalah banyak. Tentu niatnya, kalau orang tak lagi beli buku, mereka tetap membeli tas, koper bahkan sepeda yang dijajakan di Gramedia.

Pada akhirnya inovasi yang akan menentukan sebuah toko buku tetap bertahan. Atau pilihannya, menyerah dan tinggal kenangan.Btw, benarkah kita semua masih butuh toko buku offline? Tentu masih yaaa..

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun