Mohon tunggu...
Enny Ratnawati A.
Enny Ratnawati A. Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk meninggalkan jejak kebaikan dan menghilangkan keresahan

Enny Ratnawati A. -- Suka menulis --- Tulisan lain juga ada di https://www.ennyratnawati.com/ --- Contact me : ennyra23@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Joki Karya Ilmiah, Miskin Ilmu atau Karakter?

16 Februari 2023   10:50 Diperbarui: 17 Februari 2023   05:43 1745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah pamflet jasa joki skripsi yang terpampang di tiang listrik kawasan Yogyakarta. Foto: Kompas.id/Dhanang David Aritonang

Joki karya ilmiah bukan berita baru. Sejak puluhan tahun lalu, praktek perjokian ilmiah ini tumbuh subur di Indonesia.

Beberapa tahun lalu, seorang kawan lama bercerita ketika lulus S1 sebuah kampus cukup terkenal di Jakarta dan masih dalam tahap nganggur, pekerjaannya adalah joki ilmiah alias pembuat skripsi untuk mahasiswa S1.

Siapa segmen pasarnya? Awalnya tentu teman-temannya sendiri yang ingin juga cepat lulus tapi tak memiliki kemauan dan kemampuan membuat skripsi di bidang ekonomi.

Namun pada akhirnya, pelanggannya bukan hanya teman-teman dekat saja. Dari mulut ke mulut, kawan ini akhirnya juga memiliki klien dari kampus lain. Saat itu biaya pembuatan untuk satu skripsi sekitar Rp 5 juta saja, sudah termasuk semacam bimbingan ketika akan sidang skripsi.

Walau cukup menjanjikan kawan saya ini akhirnya berhenti bekerja di bidang jasa perjokian ilmiah. Apalagi dia sudah mendapatkan pekerjaan tetap dengan gaji yang bagus.

Seorang kenalan lain yang segera ingin menyelesaikan skripsi S1-nya, segera mencari juga jasa pembuatan skripsi yang memang sudah  bukan rahasia umum di kalangan teman-teman mahasiswanya. Sang pembuat skripsi ini, konon juga perprofesi sebagai dosen muda tidak tetap di sebuah kampus.

Persyaratan sudah dipenuhi, salah satunya membayar di muka semua biaya pembuatan skripsi dengan janji 3 bulan selesai. Biayanya juga Rp 5 juta.

Namun, malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih, begitu kata pepatah lawas.  Sebulan setelah deal pembuatan skripsi, Bapak yang mengaku dosen itu meninggal dunia. Kenalan saya ini hanya bisa gigit jari karena tak bisa menuntut kemana-mana atas uang yang sudah dibayarkan tapi skripsinya juga nggak selesai .

Praktek perjokian karya ilmiah, memang sudah sangat umum. Apalagi buat pekerja kantoran yang juga berkuliah S2 demi peningkatan karir, jasa joki karya ilmiah sangat mereka perlukan dan dianggap membantu. Selain  lebih praktik, mereka mengaku tak ada waktu untuk menulis dan riset, karena sudah lelah bekerja. Apalagi tugas akhir seperti tesis dengan penelitian yang tentu cukup rumit.

Namun dari segi ilmu, mereka mengaku cukup menyerap ilmu yang diajarkan di bangku kuliah kok. Apalagi bagi mereka yang rajin mengikuti perkuliahan. Tapi untuk membuat semacam tesis memang butuh waktu dan energi tersendiri.

Bukan Miskin Ilmu Tapi Miskin Karakter

Dulu joki banyak dikenal untuk tes masuk perguruan tinggi negeri dengan persaingan yang sangat ketat. Hanya yang pintar dan beruntunglah yang bisa kuliah di kampus negeri. Jasa joki tumbuh subur saat itu.

Namun tampaknya, sekarang jasa joki itu semakin berkurang dengan adanya jalur mandiri untuk masuk PTN  Siapapun yang tak lulus jalur tes, bisa ikut lagi di jalur mandiri walau mesti membayar dengan biaya yang tak sedikit. Namun ini ada aturan resminya.

Saat ini, joki berpindah ke jasa joki karya ilmiah. Bahkan sudah merambah ke dosen apalagi guru besar. Tentu kita semua patut prihatin dengan keadaan ini. Karena ini sudah bisa dikatakan kegagalan pembentukan karakter bangsa atau dengan kata lain miskin karakter.

Orang tak lagi memandang kejujuran dan etika sebagai jalan mencapai sesuatu tetapi menghalalkan segala cara untuk mewujudkan yang diinginkannya. Termasuk di bidang akademik.

ilustrasi suasana kampus (foto: okezone edukasi)
ilustrasi suasana kampus (foto: okezone edukasi)

Dikutip dari artikel di kompas.tv, Tim Investigasi Harian Kompas mengungkapkan adanya indikasi joki ilmiah bahkan buat guru besar dan biaya pembuatan jurnal ilmiah dan disertasi untuk pengajuan sebagai Guru Besar perguruan tinggi. Diketahui juga biaya yang harus dibayarkan sangat bervariasi. Untuk karya Ilmiah dan diterbitkan bahkan hanya Rp10 juta, itu sudah proses penulisan hingga diterbitkan di jurnal internasional.

Investigasi Kompas juga menyebutkan seorang joki bahkan bisa mendapat penghasilan bulanan sekitar Rp 60 juta dari jasanya ini. Tentu bisnis ini sangat menggiurkan. 

Selain itu, investigasi juga menemukan sejumlah lembaga resmi yang berkecimpung di dalamnya bahkan menjanjikan penerbitan di jurnal internasional bereputasi.

Apa arti investigasi ini? Artinya memang soal perjokian ilmiah ini semakin transparan saja di dunia akademik. Yang menawarkan juga sangat terbuka bahkan seringkali mengiklankan jasanya baik melalui website maupun di media sosial seperti Facebook dan Instagram yang terbuka untuk publik.

Miskinnya karakter menjadi poin penting berbagai kejadian ini. Bisa jadi sang dosen dan calon guru besar tersebut sama sekali tak masuk dalam kategori miskin ilmu. 

Mereka jelas-jelas orang-orang yang pintar di bidangnya masing-masing. Tetapi sayangnya miskin karakter dan etika. Salah satu ciri miskin karakter memang adalah tidak memiliki integritas.  Apakah ini juga menjadi ciri adanya  kegagalan pendidikan karakter di Indonesia? #  

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun