Ini bukan cerita tentang pengemis online via tiktok yang sedang viral.itu Tetapi tentang pengemis jalanan di kota saya.
Tiap hari Jumat , di jalan-jalan protokol seputaran kota Banjarmasin, pasti sudah ditemukan berderet orang di pinggir jalan. Mereka bahkan kadang sudah mulai ada sejak kamis malamnya. Â Ya, merekalah pengemis jalanan alias pengemis offline.
Ada yang sambil membawa becaknya, ada yang membawa beberapa dagangan kerupuk,gulali dan kacang jualannya.Ada yang membawa kardus-kardus bekas. Beberapa membawa bayi. Namun ada pula yang tak membawa dagangan apa-apa tapi berpakaian lusuh bahkan kadang compang-camping untuk menunggu belas kasihan orang lain yang lewat di jalanan tersebut.
Saya sendiri tak tahu persis kapan ini mulai terjadi di seputaran kota Banjarmasin dan bahkan bingung darimana mereka datang. Karena fenomena ini paling ramai pada hari Jumat pagi sampai  sore saja.
Rupa-rupanya mereka memang memanfaatkan momen hari Jumat yang dalam Islam, orang-orang dianjurkan banyak bersedekah. Dalam Islam memang sedekah yang diberikan pada hari Jumat khususnya disebutkan akan mendapatkan balasan hingga berkali lipat.
Hal ini dimanfaatkanlah oleh para pengemis tersebut yang menyediakan diri mereka untuk menerima sedekah jumat para dermawan.
Saya perhatikan rata-rata para dermawan bersedekah makanan (nasi bungkus)atau menu roti dan minuman yang dibagikan kepada para pengemis. Tetapi mungkin ada juga yang memberikan dalam bentuk uang.
Seorang teman yang gemar berdonasi bahkan sampai memindahkan donasinya tak lagi di hari Jumat. Karena menurut teman tersebut, banyak yang cuman mengambil lauknya saja, sedang nasinya di sia-siakan, saking banyaknya yang berdonasi di hari tersebut
Sebenarnya banyak yang berdonasi ini sah-sah saja. Cuma yang agak miris, selain fenomena ini merusak pemandangan, memberi sesuatu pada pengemis yang menyediakan diri mereka untuk diikasihani akan membuat mereka "betah" dan merasa nyaman berada di jalanan dan menyukai profesi ini. Mereka juga merasa mendapat "dukungan" dari masyarakat.
Kalau sudah tua dan renta masih bisa dimaklumi, masalahnya banyak juga yang masih berada pada usia produktif dan seharusnya bisa bekerja apa saja. Sangat disayangkan hidupnya hanya dari meminta-minta belas kasiahan orang lain.
Ditambah lagi yang membawa sejumlah barang dagangannya tapi seperti berkumpul dengan para peminta-minta tersebut. Sayang disayangkan. Dagangan yang mereka bawa seperti hanya formalitas, tujuannya mungkin sama dengan para peminta-minta lainnya.
 Indonesia Negara Dermawan
Kedermawanan orang Indonesia memang tak diragukan lagi. Baru-baru ini kita juga mengetahui Indonesia dinobatkan sebagai salah satu negara paling dermawan di dunia.
Dikutip dari tempo.co, Charity Aid Foundation (CAF) menerbitkan laporan tahunan tentang negara dermawan negara di seluruh penjuru dunia, Indonesia menjadi peringkat pertama berdasarkan World Giving Index (WGI) 2022 dengan jumlah presentase 68 persen pada 21 Oktober 2022.
Kuatnya tradisi menyumbang di Indonesia, disebutkan karena diinspirasi oleh ajaran agama dan tradisi lokal yang sudah dipraktikkan puluhan tahun. Bahkan, kondisi pandemi ternyata tidak berpengaruh pada minat dan antusiasme menyumbang masyarakat Indonesia dan hanya berdampak pada jumlah dan bentuk donasi yang disumbangkan, seperti dikatakan oleh  Ketua Badan Pelaksana Public Interest Research and Advocacy Center Hamid Abidin dalam keterangannya, akhir Oktober 2022. Â
Tidak ada yang salah memang dengan kedermawanan. Dermawan tentu juga jauh lebih mulia dibandingkan menjadi pelit. Namun sekali lagi, harus ada solusi, mungkin oleh pihak pemerintah daerah untuk mengatasi fenomena pengemis dadakan dalam jumlah yang banyak ini. Pemerintah perlu menertibkan mereka atau memberikan pembinaan kepada para pengemis dadakan ini.
Sekali lagi, bukan menghalang-halangi orang berbuat kebaikan tapi demi tidak membiasakan mereka-mereka yang setiap jumat berada di pinggir jalan, hidup hanya dari belas kasihan orang lain tapi mengupayakan kehidupan yang lebih baik.#
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H