Karena berkah internet-lah, IZ akhirnya tetap bersekolah seperti anak-anak pada umumnya. Sekolah semoga menjadi gerbang kehidupan yang lebih layak di masa depannya.
pendidikan ke SMA. Bila ada istilah "di bawah garis kemiskinan", barangkali latar belakang keluarga mereka tepat digarisnya tersebut. Ibaratnya buat hidup sehari-hari atau sekedar makan masih sanggup,namun buat hal lain termasuk sekolah, tidak ada lagi budgetnya.
Sebut saja namanya IZ (15 tahun) yang tahun ini seharusnya memang melanjutkanFakta lain di keluarga tersebut hanya bersekolah sampai tingkat SD dan SMP saja. Ayah dan ibu IZ hanya lulusan SD. Bapaknya dulu seorang supir angkot di kota D, Jawa Barat. Yang kemudian, karena mungkin pergaulan, tergoda untuk meninggalkan anak istrinya ke perempuan lain. Sejak 4 tahun IZ sudah ditinggal sang ayah dan sampai sekarang tak pernah lagi mengurusi anak istri.
Kemudian kehidupan mereka terus berjalan. Dengan dibantu sang nenek yang berprofesi sebagai PRT di komplek dekat kampung mereka, sebagai tambahan penghasilan buat makan dan kontrakan.
Sang ibu bekerja di sebuah pusat produksi konveksi rumahan, punya tetangga mereka.Tugasnya ikut bantu-bantu memasang kancing baju sampai ikut menjahit celana unyil (celana pendek yang sering dijual kodian).
 IZ kecil akhirnya bisa mencicipi bangku SD dan SMP dekat rumahnya. Tanpa pernah sekolah TK yang cukup banyak biaya tentunya.
Oh iya,kami mengenal nenek IZ cukup lama. Karena dulu pas anak-anak masih kecil pernah juga bekerja di rumah kami. Meskipun sudah berpindah domisili, sesekali kami juga masih menyambung silaturahmi lewat whatsapp atau anak-anak video call-an. Sudah seperti  keluarga sendiri.
Awal Juni lalu, saya iseng bertanya via WA, kemana IZ akan melanjutkan SMA-nya. Jawabannya sungguh miris.
Tak ada biaya lagi untuk melanjutkan sekolah! Wah, saya langsung berpikir, ini yang dinamakan bibit kemiskinan struktural. Kemiskinan yang bakal ada turun temurun karena tak ada biaya sekolah, sehingga tak lanjut sekolah.
Saya sempat menyarankan buat mencoba mendaftar ke SMA negeri saja karena gratis juga. Namun dengan sistem zonasi saat ini, rasanya memang susah buat diterima.
Pakai Kartu Indonesia Pintar (KIP) seperti saran seorang teman? mungkin bisa juga,cuma ya harus mengurus-urus lagi soal surat keterangan miskin. Pakai surat keterangan miskin juga tetap yang diprioritaskan yang terdekat dari sekolah tersebut, alias masih pakai zonasi juga. Jalur prestasi? Nggak usah ditanya. Prestasi akademik sangat biasa-biasa saja.
Menurut neneknya, IZ juga inginnya masuk SMK .Bukan SMA.Alasannya ya itu,biar nanti tak perlu kuliah lagi dan bisa langsung diaplikasikan ke dunia kerja.
Menghubungi Banyak Teman
Dari neneknya, saya tahu IZ sebenarnya ingin sekali masuk SMK yang dekat rumahnya saja. Katanya biar bisa sekolah jalan kaki dan tak perlu biaya lagi buat transportasi. Namun tentu ini berbayar.
Walau SMK yang pilihnya bukan SMK mentereng dan berbiaya besar. Biayanya bahkan bisa dikatakan sangat terjangkau untuk ukuran sebuah sekolah di perkotaan di Jawa Barat.
Brosur sudah diambil jauh-jauh hari. Mereka menyebutkan sejumlah angka buat bayaran. Namun tentu tetap tak ada biayanya buat masuk ke sekolah ini.
Saya berembuk sama suami dan adik saya. Kami sepakat untuk membantu IZ buat tetap sekolah. Tapi bagaimana caranya?
Kami terpikir membuka open donasi terbatas, karena jujur kami juga tak memilki dana lebih saat itu apalagi anak-anak di rumah juga butuh biaya tahun ajaran baru.
 Adik saya yang jago desain malam itu juga langsung membuat flyernya. Saya bertugas membuat konten sederhana di blog tentang "kegiatan" ini dan memulai dengan menghubungi beberapa teman dekat saja via broadcast WA. Namun memang tetap saya pasang juga flyer tersebut di status WA.
Tanpa disangka, sejumlah teman merespon positif gerakan ini. Hanya dalam jangka waktu 3 hari, donasi ditutup karena uang sudah mencukupi. Tidak kami buka lebih banyak lagi karena memang kebutuhannya sesuai biaya pendaftaran saja. Itupun masih sisa dan digunakan juga buat membayar SPP sampai Agustus.
Alhamdulillah, manfaat internet benar-benar dirasakan. Internetnya Indonesia menghubungkan teman-teman di Indonesia bahkan seorang sahabat di Honggaria juga mengirimkan donasinya.
Pertengahan Juni lalu, IZ ditemani ibunya sudah membawa berkas ke sekolah barunya untuk pendaftaran. Sedangkan uang pendaftaran langsung ditransfer ke tata usaha sekolahnya. Bismillah, IZ akan membuka gerbang masa depan yang lebih baik dengan sekolah !
IndiHome Menyatukan Kebaikan
Fakta banyak orang baik di Indonesia itu sudah rahasia umum. Bahkan saking banyaknya orang baik nan dermawan, bisa diselewengkan seperti kasus ACT yang beberapa waktu lalu juga saya tulis disini.
Namun di balik semua itu, kita semua harus mensyukuri berkah internet yang kini hadir ditengah kita. Kalau saja saya tidak berlangganan IndiHome, bisa jadi saya akan kesulitan menghubungi teman-teman saya yang berbeda kota bahkan negara.
Bisa jadi pula, tanpa internetnya milik Telkom Indonesia saya lambat mengakses m-banking untuk mengecek sejumlah transferan bahkan kemudian bisa menghubungi tata usaha (TU) SMK tersebut, berkomunikasi dengan mereka via WA dan kemudian mentransfer sejumlah uang dari donatur buat biaya masuk sekolah IZ.
IndiHome menjadi salah satu jalan buat menyatukan banyak kebaikan. Saat ini, pelanggan IndiHome hingga akhir Maret 2022 tercatat mencapai 8,7 juta atau tumbuh 7,2 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
bahkan IndiHome terus akan merambah di seluruh Indonesia, baik kota besar dan kota kecil, di Pulau Jawa mau pun luar Pula Jawa. Dikutip dari indihome.co.id, bahkan pelosok wilayah Terpencil, Terdepan dan Terluar (3T) juga sudah dijangkau IndiHome.
IndiHome misalnya, sejak 2019, hadir di di Pulau Rote yang dikenal sebagai salah satu titik terluar di Indonesia. Kemudian beberapa Kabupaten lain di wilayah 3T, seperti Kabupaten Buton Selatan, Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Muna, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Ana Kalang, Kabupaten Lewoleba, Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Bima juga terlayani jaringan IndiHome.
Pembangunan serat optik terus dilaksanakan untuk menjangkau permintaan yang ada di kota-kota tersebut. Tujuannya, layanan IndiHome dapat hadir di rumah pelanggan dengan lebih baik..
Terima kasih orang baik, terima kasih IndiHome dan Telkom Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H