Beberapa hari lalu melihat instagram story seorang teman. Katanya dia sedang healing dengan liburan bersama keluarga. Wah, apa yang terjadi ya dengan keluarganya sampai perlu healing segala?
Teman tadi tak sendiri menggunakan kata healing. Kalau kita rajin mengamati percakapan di Tiktok, Twitter sampai Instagram, istilah ini seringkali dipakai dalam percakapan. Sampai mau bilang, kok dikit-dikit healing ya. Kebanyakan sih healing yang banyak mereka lakukan dengan traveling alias berlibur.
Tidak heran, beberapa waktu lalu di sebuah grup komunitas blogger, healing sempat menjadi percakapan yang lumayan serius. Ada yang memang menganggap healing dengan berlibur. Tapi tak sedikit yang menyamakan healing dengan me time atau melakukan hobby apa saja.
Contoh simpelnya melakukan rebahan dan istirahat saja. Ada juga yang menyamakan healing dengan kulineran. Bahkan ada menyamakan healing dengan sekedar membaca buku dan mengedit video. Wah.
Yang sedih membaca status twitter yang sempat viral saat itu. Jadi yang membuat status adalah mahasiswi semester satu yang kaget karena kuliah ternyata banyak tugas-tugas dari dosen.
Dia merasa tak bisa lagi sering wa-an dengan bestie-nya, tidak sempat lagi nongkrong bersama gengnya sehingga merasa perlu healing dulu selama 6 bulan dengan cuti kuliah.
Tentu saja ide ini ditolak mentah-mentah sama orang tuanya. Kurang tahu sih bagaimana kelanjutan ceritanya. Cuma mau menggarisbawahi saja, kok ya lembek banget. Kok gara-gara tugas kuliah menumpuk, sampai perlu healing segala !
Sesulit apa sehingga perlu healingÂ
Kaka-kata self healing seperti yang saya sebutkan diatas banyak sekali di ucapkan kalangan muda akhir-akhir ini. Â Mereka juga mengaku mengalami depresi seperti anak kuliahan yang diceritakan diatas.
Apa sebenarnya healing? Dalam arti sesungguhnya, healing adalah penyembuhan . Biasanya penyembuhan ini disebabkan karena luka batin atau peristiwa buruk di masa lalu. Dan healing dapat disembuhkan salah satunya dengan mengunjungi psikolog atau psikiater.Â