Goa Garunggang merupakan titik yang paling unik. Wilayah ini dipenuhi dengan bebatuan yang terbentuk secara alami dan tersusun secara rapi. Saya ikut memasuki goa, setelah sebelumnya mengurungkan niat. Lantaran bebatuan di menuju ke dalam terlihat licin.
Setelah berpikir-pikir lagi dan mendengar mereka yang memasuki goa, saya pun semakin ingin masuk ke dalamnya. Memang benar, di dalam goa keadaan sangat gelap. Tetapi oleh pemandu wisata, saya dituntun dengan lampu senter dan di dalam ada orang yang menunggu dengan lampu yang cahayanya cukup kuat menerangi goa.
Jalanan yang katanya licin menurut saya tidak licin. Cuma kelihatan licin karena di dalam goa terlihat cokelat seperti tanah liat. Padahal sebenarnya tidak, lantai goa terbuat dari batu yang dilapisi di mana kemungkinan besar itu adalah batu kapur atau kalsium karbonat.Â
Di sana saya bisa melihat stalaktif yang dijadikan sebagai spot foto. Ada juga sekumpulan kelelawar sedang bertengger di langit-langit goa.
Puas beristirahat di Goa Garunggang, menikmati es kelapa, setelah kembali dari dalam goa, kami melanjutkan perjalanan menuju curug Lewi Asih.Â
Curug Lewi Asih merupakan tujuan akhir perjalanan kami. Tetapi jaraknya jauh dari bayangan saya. Matahari semakin terik, menuju Lewi Asih Langkah kami semakin lambat.Â
Sekarang sudah tengah hari. Namun, perjalanan kami sesekali dialihkan oleh sekelompok pengendara motor trail. Tepat di sebelah kiri kami, area menjuntang area pegunungan yang di bawahnya sawah dan sungai, kelihatannya sangat indah.
Di sana kami bertemu juga dengan beberapa pengunjung dengan sepeda gunungnya, yang juga sedang beristirahat sejenak. Lalu menuju curug Lewi Asih.
Dari perhentian itu, menuju curug Lewi Asih, rasanya jalan tempuh semakin mudah, jalanannya menurun dan cuaca semakin adem. Udara segar di sisi kanan dan kiri berhembus meringankan Langkah kami. Hingga akhirnya kami tiba di curug Lewi Asih. Di sana terlihat beberapa pengunjung yang sedang berakhir pekan.
Selesai dari curug Lewi Asih kami bersiap kembali ke Jakarta.