Mohon tunggu...
Ernip
Ernip Mohon Tunggu... Administrasi - Wanita dan Karyawan swasta

Terima kasih sudah berkunjung!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

5 Hal tentang Murah yang Tak Selalu Murahan

13 April 2019   02:57 Diperbarui: 14 April 2019   14:22 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari lalu saya dan seorang teman makan di salah satu restoran. Melihat jumlah di kertas nota yang kami peroleh dari kasir, teman saya nyeletuk tentang mahalnya bila tidak menggunakan cash back. Saya setuju. Dengan harga yang berbeda makan menu yang sama kadang bila membayar lebih mahal agak gimana rasanya gitu ya. Hehee.

Tapi ya, sampai sekarang tidak sedikit orang memiliki prinsip bahwa harga barang menjadi penentu kualitas suatu barang. Semakin mahal suatu barang, semakin berkualitas barang tersebut. Anggapan ini pun sudah merambah hampir di setiap bidang sehingga menjadi tolok ukur. Secara psikologis pun spontan ketika melihat harga barang murah menurut kita, itu berarti barang yang tidak berkualitas.

Saya sendiri pernah curiga tentang diskonan makanan. Bila makanan tersebut diskon, berarti makanan yang diberikan mungkin makanan yang kurang berkualitas atau sudah mendekati masa kedaluarsa.

Kalau diperhatikan, walaupun ada beberapa yang seperti itu ternyata tidak selalu semua begitu. Ada kalanya, barang di pasaran diberi potongan harga untuk tujuan promosi agar semakin dikenal banyak konsumen. Terlepas kemudian beberapa konsumen kalap melihat diskonan, itu tentu menjadi topik lain.

Nah, "ada harga, ada barang" yang masih lekang hingga sekarang memang berlaku di banyak hal terutama saat kita membeli produk di pasar. Tetapi bukan berarti hukum ini berlaku di setiap hal. 

Ada beberapa hal yang terlihat murah tetapi tidak murahan. Kira-kira, apa sajakah lima hal ketidakmurahan contoh hal murah yang bisa saja sudah sering kita lakukan atau mudah saja kita temukan? Yuk, cek:

TravelKompas
TravelKompas

1. Menggunakan barang bekas
Ada banyak barang bekas di sekitar yang ternyata masih berguna jika kita gunakan lagi. Beberapa kali membeli buku bekas, saya tidak bisa menyangkal tidak rugi membaca buku bekas. Ilmu dalam buku bekas masih banyak yang relevan dengan masa kini. 

Kelihatannya memang kusam, berdebu, dan agak bau buku lapuk. Tetapi kalau dibandingkan, harga satu buku baru bisa mendapatkan tiga sampai empat buku bekas yang bagus.

Atau menggunakan gelas keramik yang patah gagangnya menjadi tempat pensil atau menggunakan botol-botol kaca sebagai wadah bunga atau hiasan bisa menjadi barang yang menarik. Lumayan kan, daripada beli baru atau setidaknya kita memperpanjang umur produk. Secara tidak langsung kita mengurangi limbah bertumpuk.

2. Belanja di grosir atau pasar tradisional
Pasar tradisional gambaran kehidupan nyata transaksi dari hal sederhana. Tawar-menawar terjadi, saling memberi terjadi. Berkunjung ke pasar tradisional, dengan lembaran duit receh sudah dapat banyak yang segar-segar. Bila dibandingkan dengan supermarket ya jauh sekali, terutama jika belanja di pasar tradisional terutama yang belum direvitalisasi kita harus siap-siap berhadapan dengan macet dan becek.

3. Memasak makanan sendiri
Pagi-pagi sudah ada tukang bubur ayam sudah nongkrong dekat rumah atau tukang somay dan tukang roti yang bisa dipilih sesuai selera. Walaupun terdapat banyak makanan yang dapat dibeli dekat rumah, membuat makanan sendiri seperti sarapan dan makan malam bisa menjadi hal yang menyenangkan. Apalagi buat yang suka berkreasi melalui makanan.

Masih untung jika tersedia banyak pilihan cepat saji tetapi jika tidak ada atau lokasinya jauh, membuat sarapan sendiri patut dicoba, terutama buat anak kos agar hidup tenang, sehat, dan terjaga. Makanan cepat saji bisa diganti dengan menu bergizi dan seimbang.

Coba kita hitung pake angka, jika setiap sarapan seharga Rp 12.000 setiap hari, maka dalam sebulan sekitar Rp 360.000. Setengahnya bisa diganti sarapan menggunakan bahan yang mudah didapat di sekitar seperti bubur dengan toping buah, kacang, bubuk kayu manis, sayuran, telor mata sapi, dll.

Menyediakan sarapan sendiri bisa menghemat waktu. Kebayang kan harus keluar rumah beli makan. Tapi dengan adanya stok buat sarapan instan tapi sehat maka membuat sarapan sendiri bisa menjadi pilihan. Tidak ada alasan tidak sarapan terus-menerus.

"Breakfast like a king, lunch like a prince dan dinner like a pauper"

4. Naik transportasi umum
Apalagi kalau naik transportasi umum: TransJakarta, Kereta api, angkot, MRT, dan layanan bus umum bandara. Tersedianya berbagai jenis moda transportasi umum dengan layanan yang terus dimaksimalkan terutama di perkotaan seperti Jakarta menjadi pilihan utama bagi banyak orang. 

Dari segi biaya bisa lebih efisien dan menggunakan transportasi umum dapat mengurangi jejak karbon dibandingkan bila naik transportasi pribadi sendirian.

5. Menggunakan tiket, kupon, voucher, cashback, dan giveaway cuma-cuma
Menurut KBBI sih cuma-cuma sama dengan gratis. Tetapi saya dan beberapa orang lain setuju bahwa cuma-cuma berbeda dengan gratis.

Cuma-cuma itu contohnya gini. Saya dapat tiket nonton dari Komik Kompasiana dengan syarat harus mengulas film yang saya tonton tersebut atau posting di sosial media sebagai teaser. Sedangkan kalau gratis, saya dapat tiket nonton dari Komik Kompasiana tanpa melakukan apa-apa. Datang duduk diam nonton dan pulang.

Tapi ngomong-ngomong, saya suka terheran-heran melihat tanggapan beberapa teman. Kala mengatakan kadang menonton pakai voucher, ada saja yang penasaran, "Gimana caranya?" Padahal juga sering pakai cashback. Ya, itu maksudnya, memanfaatkan kupon ataupun cashback ataupun diskon tidak selalu murahan.

Biaya beli tiket nonton yang tadinya harus dari saku, kita tidak perlu merogoh saku. Acara nonton pun tidak sekadar datang, duduk, diam tetapi "memaksa" memperhatikan, menyimak, dan menulis ulang film menurut pandangan kita. Sudah itu bertemu lagi dengan teman-teman.

Nah, kan dapat dimana letak murah yang malah jadi mewah ;)

Happy weekend!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun