Mohon tunggu...
Erni Pakpahan
Erni Pakpahan Mohon Tunggu... Administrasi - Wanita dan Karyawan Swasta

Terima kasih sudah berkunjung!

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Tentang Kekosongan Diri dalam Film "Alang-alang Kumitir"

15 Oktober 2018   02:24 Diperbarui: 15 Oktober 2018   13:44 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selepas menonton film Alang-Alang Kumitir, entah mengapa rasa kasihan dalam diri masih tertinggal kepada Hanas, nama pemeran utama dalam film ini. 

Tampaknya hidupnya sangat membosankan. Dia sendiri, tanpa teman dan mencari sesuatu yang lebih besar darinya. Tidak hanya Hanas, bila direnungkan lagi, kisahnya seperti gambaran kebanyakan manusia. Kita hidup dan mencari sesuatu yang melebihi dari apa yang pernah kita capai.

Seperti hidup Hanas yang sunyi, film ini menguyuhkan keheningan sepanjang tontonan berlangsung. Namun, kekosongan yang diceritakan dalam film ini bukan kekosongan akan suara saja tetapi kekosongan akan hidup.

Sempat muncul rasa bosan saat menyaksikan film  tanpa suara ini. Suara sangat mendukung film semakin kaya rasa tetapi film ini nihil suara. Untung saja film yang disutradarai oleh Agung Jakarsih itu hanya berdurasi selama 30 menit. Bagi penikmat film bisu, mungkin durasi 30 menit ini sangat kurang.

"Saya pernah juga nonton film bisu, dua orang teman saya ngantuk... Saya juga pernah malah ketiduran..." Katanya, padahal dia sendiri seorang sutradara film bisu. Ruangan teater perpustakaan nasional yang berada di lantai 8 itu pun kemudian bersuara oleh tawa.

Namun, walaupun sangat berpotensi mengundang rasa bosan karena absennya suara, mata sedikit melek oleh rasa penasaran. Apa sih pesan yang disampaikan dalam rangkaian adegan ini? Itu pertanyaan dalam benak selama menonton.

Digarap oleh Komunitas Freaktivitas yang berlokasi di Bogor, film berjudul Alang-alang Kumitir, berhasil menyabet penghargaan dalam Festival Finalis film pendek di Indie Best film Festival California 2018 dan Selection official Bucharest International Film 2018

Bicara soal film bisu, menurut Agung Jakarsih--sutradara sekaligus penulis skenarionya, penonton memiliki ruang untuk menafsirkan maksudnya. Film bisu mengandung nilai kebebasan dengan pandangan menurut masing-masing penonton.

Karenanya tidak apa-apa jika saya interpretasikan menurut pandangan saya, selagi rasa kantuk ini belum menang.

Film bisu Alang-alang Kumitir ini seperti bercerita tentang pengharapan seseorang akan sesuatu yang lebih besar darinya. Hanas digambarkan sebagai seorang dengan kekosongan dalam dirinya.

Kekosongan itu tidak terpenuhi selama dia masih hidup. Hanas memperoleh kebebasan setelah hidupnya berakhir dari dunia.  Yang berarti manusia tidak akan pernah bisa memenuhi kekosongan dirinya selama dia di dunia.  

Sayangnya menurut saya film ini tidak berakhir happy ending. Hanas, yang diperankan oleh Muhamad Zaenudin sebagai pemeran utama tidak menemukan pencariannya selama ini selama dia masih hidup.

Tadinya saya mengharapkan ending yang menggambarkan menemukan sesuatu yang memuaskan dirinya selama dia hidup. Dimana dia menemukan sesuatu yang lebih besar atau sesuatu yang "ajaib" terjadi pada dirinya.

Pada akhir film, Agung menyampaikan bahwa manusia tidak akan berhenti dengan keinginan, selalu dikuasai oleh hawa nafsu (Hanas: hawa nafsu), yang ketika keinginan satu tercapai akan muncul keinginan baru. Keinginan hanya akan selesai sampai manusia meninggal. Hawa nafsu itu akan berakhir sampai manusia berakhir hidupnya di dunia.

Kekosongan itupun akan terpenuhi ketika kita bertemu dengan sesuatu yang Maha dan Berdaulat. Alang-alang Kumitir menyampaikan sesuatu itu berada di langit ke tujuh.

Semua orang punya pendapat masing-masing. Kekosongan itu bisa diisi. Diisi oleh sesuatu yang besar, melebihi usaha keras, prestasi, status, tapi yang menciptakan usaha itu sendiri, prestasi itu sendiri dan status itu sendiri. Dan itu hanya bisa ditemukan pada sesuau yang maha yaitu Sang Pencipta.

Ketika menyadari kekosongan itu, maka bukan hawa nafsu lagi yang menguasai tapi keinginan keinginan yang timbul yang tidak dikuasai oleh hawa nafsu.

Seperti yang disampaikan bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk menafsirkan maksud fim bisu ini, maka setiap orang memiliki pandangan masing-masing terhadap film Alang-alang Kumitir.

Film ini pun digarap secara bebas, tanpa memperhitungkan teknik-teknik pengambilan film sesuai dengan teknik pembuatan film pada umumnya, malah ada tanpa ijin lokasi syuting. Sampai sekarang komunitas Freaktivitas aktif menelurkan film-film indie.

Saran saat menonton: bawa musik instrumen. Nah loh, bukan film bisu lagi namanya :D

Happy first weekdays ;)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun