Awal perjalanan saya mulai menyukai jeans, novel berjudul Celana (Jeans) Keberuntungan sedikit banyak mempengaruhi saya. Celana yang digandrungi semua lapisan masyarakat terutama kawula muda dan dianggap punya selera jika memiliki jeans.
Meski saya bukan pengikut mode terkini, tetap saja ada rasa bangga walau hanya punya satu jeans. Jeans pertama pemberian mamak menjadi simbol saya resmi jadi anak remaja. Supaya tidak lekas rusak, jeans itu baru keluar dari lemari di hari Minggu saja.
Judul ini terjemahan dari The Sisterhood of Travelling Pants. Sebuah jeans bekas yang membawa keberuntungan. Bercerita tentang kisah persahabatan empat atau lima gadis remaja sebaya saya. Jeans bekas itu pun menjadi simbol sekaligus saksi dalam perjalanan kisah mereka.
Satu kisah dari untaian cerita keberuntungan karena jeans tersebut yang paling saya ingat hingga kini. Salah satu gadis di antara mereka mengenakan jeans itu saat main bola. Berhasil memasukkan bola ke dalam gawang alhasil regu mereka mendapat kemenangan. Main bola pakai jeans? Mereka pun lama-lama mereka meyakini jeans itu memang membawa keberuntungan.
Setelah masa pinjam habis, novel karya Ann Brashares itupun kembali ke sarangnya di perpustakaan umum daerah. Lewat kisah tersebut pandangan saya tentang jeans berubah. Oleh novel ini bisa jadi juga merubah pikiran anak remaja lain tentang jeans seperti saya.
Dulunya saya mengira celana jeans itu berat saat dipakai. Urusan lain bertambah jika membayangkan saat mencuci, apalagi mencuci pakai tangan pula menyetrikanya.Ternyata saya salah paham. Dalam masa itu, suatu ketika seorang sahabat mengajak saya jalan-jalan ke pasar. Disana sebuah celana jeans bekas menarik perhatian saya.
Celana jeans selutut bersaku di kiri kanan. Saku yang agak dalam menjadi penghuni berbagai benda termasuk duit recehan. Sulaman bunga berwarna pink disengaja di sebelah kiri berpadu tampak feminim. Saya bebas bergerak ketika memakainya. Selain ringan ukurannya sangat pas di pinggang saya. Saking seringnya saya pakai bagian belakang celana itu tipis hampir robek.
Sekilas jeans tampaknya hanya bagian dari pakaian. Namun bahan denim ini selalu menjadi pusat perhatian meski modelnya itu-itu aja. Jeans celana misalnya kalau tidak panjang ya pendek beserta saku yang selalu hadir. Tapi jeans tetap eksissejak jaman baheula. Jeans juga di segala tempat dan masa: kuliah, jalan-jalan, ke pesta, kerja, ke tempat ibadah.
Sekarang saya tidak punya celana jeans pendek. Satupun. Semuanya celana jeans yang saya punya jeans panjang. Dua jeans dari jaman kuliah saya bawa ke tempat tinggal baru.
Desember tahun lalu, jeans terlama yang ada pada saya batal saya pakai. Saat mau pakai tiba-tiba terdengar suara, “krek”. Peringatan masa pakai telah habis. Owh! Ternyata jahitan atas saku belakang robek. Beugh! Resiko orang berduit lingkar pinggang bertambah—padahal duit recehan. Hehe.
Jeans cocok dengan hampir semua atasan. Apalagi untuk saya yang tidak sensitif dengan fashion. Rata-rata baju saya dilemari saya padukan dengan jeans. Dalam lima hari kerja saya lebih sering pakai jeans.
Baju paduan jeans paling mudah ditemukan. Paling tinggal padukan dengan atasan formal. Malah pernah pakai jeans di hari Senin dan Selasa (hari terformal). Saya belum bayangkan kalau ntar ada aturan gak bisa pakai jeans. Saya pasti kikuk.
Tiga jeans terbaru saya punya juga paling gemar saya pakai untuk kerja dan hangout. Strecth denim berkomposisi katun 98% dan Spandex 2%. Skinny jeans ini kebesaran pada saya. Tidak ada ukuran kecil tapi terlanjur jatuh cinta, sekarang jeans warna dongker ini saya miliki.
Dua lainnya poly denim. Satu jeans pensil hitam ukuran M 28-29 berbahan katun 90% dan poliester 10%. Jeans ini menggantikan jeans hitam saya yang sudah sangat pudar dan mulai molor. Saya menduga kelak jeans ini akan lebih lama molornya.
Ukuran M kecil ini lebih ketat dibandingkan ukuran sama warna dongker katun 70% dan poliester 30%. Jeans berbahan 30% poliester ini lebih ringan dan lembut dari dua lainnya. Apalagi kalau saya jalan kaki dari perhentian angkot sepulang kerja. Perbedaan ketiga jeans ini hanya di elastisitas dan beratnya. Poly denim lebih lembut, halus dan mengikuti bentuk kaki. Strech denim lebih tebal dan permukannya agak kasar jika disentuh..
Soal komposisi sebetulnya saya tidak tahu menahu. Waktu itu saya memang sedang cari jeans saya dapat dari diskon akhir tahun. Saya beli karena enak aja waktu saya pegang, pas di badan dan harga gak menguras kantong. Ada juga tertulis Made in Indonesia.
Lagi, yang jelas jeans aman dan nyaman dipakai. Apalagi kalau lagi jalan kemana-mana. Misalnya naik ojek risiko kemungkinan mengalami cidera sangat kecil karena jeansjenisnya tebaldapatmelindungi bagianbawahbadan—kaki sampai pinggang.
Bagi saya, mengurus ketiga jeans ini tidaklah ribet. Setelah pakai sekali atau dua kali, saya rendam pakai detergen. Lima belas sampai dua puluh menit kemudian brush terutama lingkar ujung kaki, lingkar pinggang, bagian belakang, bagian lutut dan saku. Kalau lagi sok sibuk karena malas tinggal dicemplungin ke mesin cuci. Selesai urusan.
Terus apalagi? Sejauh ini saya belum punya rencana beli jeans baru. Nanti setelah kami putus saja. Soalnya jeans dapat dipakai bertahun-tahun, lumayanlah. Kamu gimana? :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H