Mohon tunggu...
Erni Pakpahan
Erni Pakpahan Mohon Tunggu... Administrasi - Wanita dan Karyawan Swasta

Terima kasih sudah berkunjung!

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Sungguh, Indonesia Tertinggal Jauh tentang Isu Produk Ramah Lingkungan

7 Oktober 2016   09:01 Diperbarui: 7 Oktober 2016   09:07 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara tentang produk, Indonesia memiliki dua jenis standar nasional. Standar Nasional Indonesia mutu disingkat dengan SNI mutu dan Standar Nasional Indonesia Ekolabel disebut dengan SNI Ekolabel. SNI mutu yang dikembangkan oleh Badan Standarisasi Nasional ini wajib dimiliki semua produk yang ada di Indonesia. Berbeda dengan SNI Ekolabel yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), standar ini bersifat sukarela (sesuai ISO 14024). Dan produk yang memiliki SNI Ekolabel dikatakan sebagai produk ramah lingkungan.

Produk ramah lingkungan merupakan produk yang diupayakan tidak berdampak negatif pada manusia dan lingkungan. Menurut KBBI, ekolabel merupakan sertifikat terhadap produk khusus untuk kriteria lingkungan. Sertifikat ekolabel diperoleh jika produk tersebut memenuhi kriteria/standar yang telah ditetapkan. Mendapatkan sertifikat ekolabel bukanlah perkara mudah. Ada tahapan yang harus dilalui. Tahap yang direncanakan, diterapkan, dimonitoring, dan dievaluasi secara terus-menerus dengan tujuan menjaga lingkungan tetap lestari dan berkelanjutan. Tahapan ini dimulai dari tahap ekstraksi bahan baku, proses produksi di industri, pengemasan, produk hingga masa pakai produk selesai.

 Menciptakan sebuah produk dibutuhkan energi dan air, dihasilkan emisi ke udara. Selain itu, dihasilkan limbah dari proses produksi, limbah kemasan produk dan limbah setelah produk tidak digunakan lagi. Nah, tahapan inilah yang dikontrol dengan mengupayakan dampak negatif seminimal mungkin dan masih bisa diterima manusia dan lingkungan. Semua tahapan tersebut diatur dalam sebuah standar produk ramah lingkungan.

Standar yang saat ini dimiliki oleh Indonesia adalah SNI Ekolabel.  Sejak tahun 2006 hingga saat ini sudah ada tiga belas (13) SNI Ekolabel produk di Indonesia. Beberapa diantaranya kertas, kantung belanja plastik, kulit, dan produk tekstil. Namun, jika dibandingkan dengan organisasi ekolabel negara lain sebenarnya kita tertinggal jauh.

Lihat saja, Jerman membentuk organisasi ekolabel yang mereka sebut The Blue Angel pada tahun 1977. Jejak negara Jerman kemudian diikuti oleh beberapa negara di Eropa dan Asia. Pada Tahun 1989 Amerika membentuk Green Seal, New Zealand membentuk Ecolabelling Trust , Nordic membentuk Nordic Swan Ecolabelling mewakili Denmark, Finland, Norway, Sweden, Iceland, dan Jepang mewakili Asia turut membentuk Eco Mark. Tiga tahun kemudian menyusul negara Korea dengan sebutan KEITI Ekolabel (1992).

Tidak mau ketinggalan, negara Filipina juga membentuk PCEPSDI (1998). Australia dengan semangat membentuk GECA Australia pada tahun 2000. Setelah itu Hongkong mendirikan HKGBC pada tahun 2009. Sungguh, Indonesia tertinggal jauh melek pada isu produk ramah lingkungan!

Pembentukan organisasi atas dasar ramah lingkungan tentu saja bukan tanpa alasan. Standar ekolabel ini muncul  didasari karena keprihatinan terhadap lingkungan yang semakin rusak. Rusak oleh manusia serakah dan tidak bertanggungjawab. Dengan adanya program ekolabel kita diingatkan bahwa lingkungan kita sudah rusak. Melalui ekolabel kita diingatkan betapa pentingnya menjaga lingkungan sebagai tempat kita melangsungkan hidup. Melalui ekolabel industri didorong lebih peduli lagi terhadap konsumen dan lingkungan dengan memproduksi produk ramah lingkungan.

Sementara organisasi negara lain sudah mencapai kepala empat, program ekolabel Indonesia masih meniup lilin kepala satu. Tetapi, ketertinggalan negara kita akan isu produk ramah lingkungan bukanlah masalah. Setidaknya pemerintah kita, lembaga non-pemerintah, industri dan perorangan telah menunjukkan aksi nyata. Beberapa produk ramah lingkungan seperti kantong plastik degradable, kertas tissue, AC, lampu tanpa timbal, peralatan listrik hemat energi, kloset duduk hemat air, dll. Produk-produk ini telah tersedia di Indonesia. Diharapkan dengan produk-produk tersebut, manusia dan lingkungan akan lebih sehat.

Apa lagi? Lembaga pemerintah, non-pemerintah, dan industri sudah melakukan upaya memproduksi produk ramah lingkungan. Selanjutnya ditunggu keberpihakan kita sebagai konsumen dengan lebih memilih produk ramah lingkungan Indonesia. Kalau pun tidak saat ini, minimal kita melakukan tindakan ramah lingkungan.

Matikanlah lampu pada saat tidak digunakan. Gunakanlah barang-barang yang masih dapat dipakai seperti kertas bekas, kantong plastik belanja berulang kali. Tidak membakar sampah plastic. Kurangilah penggunaan tissue. Buanglah sampah pada tempatnya. Pakailah air secukupnya. Gunakanlah air hujan untuk menyiram tanaman, dll. Jika sekarang kita sudah mencintai produk-produk Indonesia, sekarang waktunya mencintai produk-produk ramah lingkungan Indonesia! Selamat memulai aksi ramah lingkungan.  :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun