Mohon tunggu...
dedy riyadi
dedy riyadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

saya hanya ingin jadi terang dunia

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Hanya Kematian yang Bisa Mengakhiri Kebencian? (The Girl with the Dragon Tattoo)

17 Mei 2013   14:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:26 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiga kali saya menonton film The Girl with Dragon Tattoo di televisi (Fox Movie Premier) bukan karena suka, tetapi karena saya setiap kali menontonnya tidaklah utuh. Kali ke tiga barulah saya bisa menyatukan puzzle film tersebut dalam kepala saya. Film yang dibuat berdasarkan novel karya Stieg Larsson (Swedia) yang berjudul "Män som hatar kvinnor" atau dalam bahasa Indonesia berarti Laki-laki pembenci perempuan itu secara garis besarnya mengisahkan sepak terjang seorang wartawan (Mikael Blomkvist) dan seorang peneliti eksentris perempuan (Lisbeth Salander) dalam membongkar peristiwa kematian beberapa perempuan bertahun-tahun lalu di beberapa kota yang berhubungan dengan perusahaan milik Henri Vanger.

Saya belum membaca novelnya sehingga tidak tahu apakah banyak hal yang dihilangkan dari pengubahannya menjadi film, tetapi dari apa yang saya tonton rasanya banyak sekali hal yang diperlihatkan dengan buru-buru. Misalnya tentang Lisbeth yang menjadi "perbincangan utama sebagai the girl with the dragon tattoo" hanya selintas digambarkan sebagai seseorang yang penuh dendam terhadap seorang laki-laki yang dalam ceritanya adalah bagian dari segerombolan orang yang memperkosa dirinya. Dari perkosaan itulah Lisbeth akhirnya menjadi seseorang yang lain, di mana salah satu hal yang digambarkan adalah menjadi penyuka sesama jenis. Meskipun demikian, dalam perjalanan penyelidikan bersama dengan Blomkvist, Lisbeth juga menjadi pasangan kekasih bagi Blomkvist.

Kemudian tentang Martin Vanger yang "menuruni" kejahatan ayahnya sebagai tukang pemerkosa perempuan sekaligus The Serial Killer yang membunuhi perempuan-perempuan berbangsa Yahudi juga kurang digali alasan kenapa dia hanya melakukan pemerkosaan dan pembunuhan terhadap perempuan-perempuan Yahudi itu. Dan mengenai hal tersebut juga seolah-olah disimpulkan dengan mudah dan cepat karena tehnologi dan secarik kertas bertuliskan ayat-ayat Kitab Imamat (Leviticus) yang menceritakan hukuman bagi perempuan dengan beragam kejahatan seksual yang mereka lakukan.

Tapi melihat banyaknya hal yang dihilangkan dari film itu karena proses pengeditan, saya percaya ada banyak hal yang memang dihilangkan demi tujuan agar film ini layak ditonton masyarakat umum, sehingga hal-hal yang bersifat sadistik atau cenderung vulgar ditiadakan. Namun, seperti yang saya rasakan, hal itu rasanya mengganggu "pembacaaan" dari film tersebut secara utuh.

Martin Vanger pun menemui ajal dalam kebenciannya itu, lagi-lagi dengan cara gampang, yaitu mengalami kecelakaan lalu lintas akibat mobilnya terbalik dan meledak setelah dia berusaha menghindari kejaran sekaligus berupaya mencelakai Lisbeth setelah terbongkar kebejatannya oleh Blomkvist dan Lisbeth.

Film ini mendekati akhir ketika Lisbeth dengan caranya sendiri - entah dengan maksud apa - melakukan pencurian uang besar-besaran dari Wennerström - pengusaha besar yang pernah menjebloskan Blomkvist ke penjara akibat gugatannya terhadap pemberitaan Blomkvist mengenai dirinya. Lalu, sebagian dari uang yang dia curi itu digunakan untuk membeli jaket kulit yang ingin diberikan kepada Blomkvist sebagai hadiah natal.

Akan tetapi, ternyata tepat ketika Lisbeth hendak memberikan hadiah tersebut kepadanya,  Blomkvist malah pergi berkencan dengan Erika Berger - partner bisnisnya yang juga merupakan kekasih lama dari Blomkvist. Sehingga pada akhirnya hadiah tersebut dicampakkan Lisbeth ke tempat sampah, dan dia pun pergi naik motornya membelah malam, sendirian.

Inti dari film ini sesungguhnya menurut saya justru pada cerita tentang Martin Vanger dengan korban-korban pemerkosaan dan pembunuhan yang dilakukannya. Seperti yang saya kemukakan di atas, pertanyaan seperti kenapa hanya perempuan Yahudi yang diperkosa dan dibunuhnya? Mengapa cara pembunuhannya mengikuti hukum Taurat? Mengapa dia menuruni kejahatan seksual ayahnya bahkan terhadap saudari kandungnya sendiri Hariet? Yang harusnya banyak dikupas supaya klop dengan judul novel aslinya Lelaki Pembenci Perempuan itu. Bagi saya kisah Lisbeth lebih banyak sebagai tempelan, demikian kisah cintanya yang aneh dengan Blomkvist mengingat Lisbeth masih suka menyiksa pelaku pemerkosaan dirinya dan bahkan pernah membawa seorang perempuan tidur bersamanya alias menjadi seorang pelaku penyuka sesama jenis.

Mungkin, demi kepentingan pasar, sudut pandang Martin diubah menjadi sudut pandang Lisbeth. Karena bagaimana pun seorang perempuan jagoan lebih menarik dibandingkan seorang laki-laki yang patah hati lalu berubah jadi serial killer dan mati mengenaskan demi kebenciannya itu.

Jakarta, Mei 2013


Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun