Mohon tunggu...
dedy riyadi
dedy riyadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

saya hanya ingin jadi terang dunia

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Yang Saya Bayangkan tentang Allah

23 November 2012   13:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:46 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berpikir tentang Allah memang tidak ada habis-habisnya. Ada yang bilang Allah itu dekat dengan kita bahkan lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Ada yang bilang Allah itu ada di singgasanaNya dan Maha Suci dari perbuatan kita.

Dalam Alkitab dikatakan : Tidak seorang pun manusia bisa melihat Allah. Dan ada lagi : Tidak seorang pun manusia bisa mendengar suara Allah.

Lalu bagaimana dengan para nabi? Bukankah mereka juga manusia? Satu-satunya manusia yang dikatakan bisa bercakap-cakap dengan Allah seperti dua orang sahabat adalah Musa. Bahkan dikatakan bercakap-cakap (secara) muka ketemu muka (alias berhadapan). Tapi ada ayat Alkitab yang mengatakan bahwa yang dilihat oleh Musa adalah "bagian belakang Allah" saja. Sebab dikatakan pula tidak seorang pun manusia akan tahan (tidak hancur) apabila melihat Allah. Lalu apa dan siapa yang dikatakan bercakap-cakap dengan Musa? Secara sederhana saya menyimpulkan bahwa itu "sebagian" dari Allah.

Lho kok bisa "sebagian" dari Allah bisa bercakap-cakap alias berfirman? Saya ingat dalam salah satu sifat Allah menurut umat Islam adalah "Berbeda dengan ciptaan-Nya" artinya membayangkan Allah itu tidak mungkin menyamakannya dengan seorang manusia dong? Artinya teori saya bahwa "sebagian" dari Allah bisa berbuat melebihi seorang manusia.

Hebatnya lagi, "sebagian" dari Allah ini bisa dilihat oleh manusia dalam berbagai hal seperti Tiang Api dan Tiang Awan yang menuntung kaum Yahudi keluar dari Mesir, setelah sebelumnya "sebagian" dari Allah itu juga bercakap-cakap dengan Musa seperti semak-semak yang menyala-nyala.

Belum lagi jika saya pernah membaca teori bahwa kepercayaan soal malaikat Allah adalah sebuah kepercayaan yang lebih kuno daripada agama samawi yaitu berasal dari agama-agama Persia dan Babilonia Kuno, maka ada kalanya terbersit dalam pikiran saya bahwa malaikat itu pun merupakan "sebagian" dari Allah yang bisa dilihat oleh manusia. Kenapa saya berpikir demikian? Karena Allah itu Maha Kuasa, jika Maha Kuasa maka tentunya Dia tidak membutuhkan bantuan dari pihak mana pun untuk bisa Berdiri Sendiri. Sebab jika Dia memerlukan pembantu, maka Dia tidak bisa disebut Maha Kuasa. Lalu bagaimana saya mempercayai malaikat Allah? Menurut saya, sama dengan apa yang dilihat oleh Musa tadi bahwa malaikat Allah adalah "sebagian" dari Allah, yang "mewakili" Allah.

Lalu terbersit di otak saya yang kecil ini bagaimana membayangkan Allah itu secara sederhana. Saya mengumpamakan sebagai sebuah negara. Ambil contohlah Indonesia. Apakah dari kita semua pernah melihat Indonesia? Yang kita lihat adalah hal-hal yang tergabung dan membentuk Indonesia. rumah-rumah, kampung-kampung, desa-desa, kota-kota, pulau-pulau. Adakah dari kita yang pernah mendengar suara Indonesia? Yang kita biasa dengar adalah hal-hal yang berhubungan dengan keputusan pemerintah, pidato presiden, komentar dan hasil sidang DPR/MPR yang memutuskan hal-hal yang seharusnya berlaku dan dijalankan sebagai sebuah hukum di Indonesia. Kiprah Indonesia terhadap negara lain itu pun berasal dari para atlet, ilmuwan, tenaga kerja, profesional, sampai tentara yang merupakan orang-orang yang membawa nama bangsa dan negara Indonesia.

Itulah sebabnya saya percaya bahwa yang dimaksud dengan ke-Esa-an Allah itu atau dalam bahasa ibrani Echad itu bukanlah berarti satu individual yang bisa dinominalkan dengan angka satu seperti menghitung sebatang lidi, atau seorang manusia, tetapi merupakan sesuatu yang tidak bisa dibayangkan seperti apa bentuknya, berapa banyak hal-hal "yang ada di dalamnya" atau "yang menyusunnya." Sebab Allah tentu saja bukanlah benda atau manusia yang bisa dihitung jumlahnya atau dituliskan lambang bilangannya. Kok bisa?

Ambil contoh, seorang atlet sedang berjuang di ajang dunia membawa nama Indonesia. Di tempat pertandingan itu digelar nama Indonesia disebut. Di tempat lain, seorang tenaga kerja asal Indonesia mendapatkan musibah, nama Indonesia pun disebut di sana. Atau rombongan anggota dewan yang terhormat sedang kunjungan di negeri orang, di negeri itu pun nama Indonesia disebut. Apakah berarti ada banyak Indonesia? Ya dan Tidak jawabnya. "Ya" jika melihat jumlah pembawa nama Indonesia di berbagai tempat itu, dan "tidak" karena memang negara atau sebuah teritori bernama Indonesia itu cuma satu di dunia.

Lalu, bagaimana dengan pemahaman aneka agama terhadap Allah? Tentu sama saja dengan pandangan orang lain terhadap Indonesia. Ada yang tahunya bahwa Indonesia adalah Bali. Ada yang tahunya bahwa Indonesia lewat tenaga kerjanya, ada yang tahu Indonesia karena atlet dari Indonesia sedang menang di sebuah pertandingan internasional. Cara mengetahui Indonesia itulah yang saya kira disebut sebagai agama. Jadi agama adalah cara manusia mengenali Allah-nya.

Barangkali ada yang akan membantah angan-angan saya ini dengan berkata "Kan Indonesia itu bisa dinominalkan sebagai angka 1 sebab hanya 1 negara bernama Indonesia yang persis seperti Anda bilang!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun