"Bukan orang sehat yang memerlukantabib, tetapi orang sakit."
(Matius 9:12)
Tak satu pun orang di dunia ini yang benar-benar sehat. Oleh karena itu, ada banyak berkembang upaya alternatif di dunia kesehatan dan pengobatan selain makin majunya penelitian di bidang tersebut. Penyakit, juga ternyata tidak berhenti berkembang. Baru-baru ini pula diberitakan suatu penyakit yang meskipun sudah pernah ditemukan, tetapi baru kali ini menjadi isu media di tanah air yaitu Guillain - Barre Syndrom atau dalam bahasa Indonesianya Penyakit Sindroma Guillain-Barre yaitu suatu sindroma di mana imunitas menyerang sistem syaraf. Untuk lengkapnya tentang penyakit ini dapat dilihat di sini.
Ucapan Kristus Yesus di atas, memang bukan merujuk pada sakit fisik tetapi sakit secara rohani. Bukan sakit jiwa atau sakit mental juga tetapi perihal yang sangat berkaitan erat dengan kehidupan tiap-tiap kita: penetapan tujuan hidup, pemilihan cara untuk hidup, dan bagaimana sehari-hari kita menjalani hidup kita itu. Terutama mereka atau bahkan kita yang sering sekali dianggap salah jalan bahkan berdosa di hadapan orang lain.
Saat ini, coba tengok kanan-kiri Anda. Adakah Anda pernah melakukan cap ke orang-orang di sekeliling Anda bahwa mereka telah berbuat salah? Bukan sekedar berprasangka tetapi juga telah menjatuhkan stigma: Ah, Si Anu gak pernah bener! Oh, Si Itu yang suka ngegosipin orang? Nah, orang-orang seperti merekalah yang dimaksud dalam ayat di atas. Tetapi, bisa juga Anda karena Anda juga punya masalah dengan cara pandang Anda terhadap orang-orang di sekeliling Anda.
Sebagai seorang pengikut Kristus, sering sekali saya mendapat tuduhan bahwa apa yang saya yakini itu sangat salah. Bagaimana bisa punya pandangan/keyakinan bahwa Tuhan itu sama seperti manusia, terutama pada kenyataan bahwa Dia juga ber-Allah, mati, menangis, takut, makan, minum bahkan buang hajat! Singkat kata bagi mereka yang mengaku sangat logis dalam berpikir tentang Allah dan atau Tuhan, apa yang saya imani adalah sesuatu yang aneh dan mengada-ada. Saya adalah orang sakit di mata mereka. Nah, karena saya dianggap sakit, maka saya masih sangat perlu Kristus Yesus di dalam hidup saya. Untuk memahami hidup ini dengan sebaik-baiknya. Sebab Dia adalah tabib.
Kemampuan-Nya untuk menyembuhkan Si Kusta, Si Buta, dan yang dirasuk Setan sudah tidak diragukan. Di luar sumber-sumber yang diyakini para pengikut-Nya, orang lain pun mencatat kemampuan tersebut dengan sangat meyakinkan. Sehingga tak ada keraguan bagi saya untuk menyatakan diri sebagai Si Sakit yang memerlukan Sang Tabib selalu.
Ada satu lagu pujian yang konon digubah dari lagu tradisional India yang judulnya "Mengikut Yesus," demikian liriknya:
Mengikut Yesus keputusanku,
Mengikut Yesus keputusanku,
Mengikut Yesus keputusanku,
‘Ku tak ingkar, ‘Ku tak ingkar.
Walau sendiri kuikut Yesus,
Walau sendiri kuikut Yesus,
Walau sendiri kuikut Yesus,
‘Ku tak ingkar, ‘Ku tak ingkar.
Kuikut sampai kulihat Yesus,
Kuikut sampai kulihat Yesus,
Kuikut sampai kulihat Yesus,
‘Ku tak ingkar, ‘Ku tak ingkar.
Seperti itulah keyakinan saya Si Sakit tentang Kristus Yesus, Tabib Ajaib itu. Melalui Kristus Yesus, saya bisa paham apa sakit saya ini, dan setiap hari saya diperiksa, diberi vitamin, dan dipulihkan.
Jika lantas ada yang bertanya: "Kalau begitu, Anda tidak perlu Allah?" Jangan salah paham! Allah itu punya sifat Mahasuci. Artinya Allah itu tidak mungkin tergapai oleh apapun segala daya upaya kita. Dan Keselamatan kita justru bukan datang dari daya upaya kita, melainkan merupakan Kasih dari Allah semata. Dan Kasih Allah itu sudah terejawantah dalam/dengan hadirnya Kristus Yesus, sehingga ber-Yesus sudah pasti ber-Allah.
Ah, masak keselamatan kita itu merupakan kasih dari Allah? Sebuah analogi paling meyakinkan datang dari Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan, "Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya." Para founding fathers kita tahu benar bahwa apa yang terjadi itu tidak pernah lepas dari : 1. Rahmat Allah, 2. keinginan yang gigih (daya upaya) manusia. Jika dan hanya jika keduanya ada / terjadi maka yang diinginkan pun akan terjadi.
Kembali kepada soal sakit, punya keinginan dan tenaga untuk berdaya upaya saja ternyata masih belum cukup. Masih belum sehat. Masih perlu adanya Rahmat Allah dalam hidup kita.
Salam dari Si Sakit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H