Mohon tunggu...
ENJELIKA SIHOMBING
ENJELIKA SIHOMBING Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa PGSD S1

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pentingnya Akreditasi Sekolah sebagai Penjamin Mutu Pendidikan

9 Desember 2022   10:30 Diperbarui: 9 Desember 2022   15:54 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENTINGNYA AKREDITASI SEKOLAH SEBAGAI PENJAMIN MUTU PENDIDIKAN

Oleh:

Enjelika Sihombing

Beberapa tahun yang lalu Januari 2013, Dunia Pendidikan digegerkan dengan berita yang beredar mengenai penghapusan Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) di Indonesia. Hal ini disebabkan karena RSBI dianggap tidak sesuai dengan amanah Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang mensyaratkan bahwa Pendidikan itu untuk semua. Tidak hanya itu RSBI juga dianggap tidak adil atau diskriminasi Pendidikan bagi masyarakat menengah kebawah atau kurang mampu. Hal ini juga tidak cocok menghadapi tantangan globalisasi dalam dunia pendidikan yang tidak berarti harus ada label untuk pendidikan internasional, tetapi juga harus ada pemerataan dalam dunia Pendidikan.

Terkait hal ini maka Mahkamah Konstitusi (MK) mencabut Pasal 50 ayat 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 yang berisi tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menjadi dasar pembentukan Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) dan Sekolah Berstandar Internasional (SBI). Pasal ini dinilai bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945. Artinya keberadaan RSBI dan SBI dihapuskan Administrasi Pendidikan di Indonesia. Menurut Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya, Mahkamah tidak menyangkal pentingnya bahasa Inggris, namun terminologi internasional berpotensi mengikis budaya dan Bahasa Indonesia. MK juga menilai capaian pendidikan RSBI dan SBI, apakah siswa yang sangat baik, tetapi tidak harus diberi label sebagai standar internasional. Selain peduli dengan isu membangun jati diri bangsa, RSBI juga terbuka Peluang untuk membedakan antara sekolah RSBI/SBI dan non-sekolah SBI.

Mahkamah mengatakan bahwa pemerintah harus memberi ruang perlakuan khusus bagi mereka yang punya kemampuan khusus, namun pemberian pelayanan berbeda tidak dapat dilakukan dalam bentuk sekolah RSBI/SBI dan non RSBI/SBI karena Implikasi pembedaan dengan cara ini hanya mempengaruhi pengguna RSBI/SBI dari fasilitas yang memadai. Sebaliknya, fasilitas sekolah non-RSBI/SBI sangat buruk. Fakta lain menegaskan bahwa siswa yang bersekolah di RSBI harus membayar uang sekolah yang lebih tinggi, sehingga hanya masyarakat umum yang mampu bersekolah di sana. Meskipun ada beberapa penerima beasiswa yang mampu, namun jumlah individu ini hanya sedikit dan hanya melayani kebutuhan anak-anak yang lebih muda, yang kurang mampu secara ekonomi dan kecil kemungkinannya untuk bersekolah di RSBI. Maka dari itu perlu di tinjau kembali tentang penghapusan RSBI dalam kebijakan Pendidikan di Indonesia.

Petisi RSBI ini menuai argumen pro dan kontra. Pada bagian Pro, RSBI dianggap sebagai sekolah unggulan dengan standar akademik yang sangat baik, sehingga banyak orang tua yang menyekolahkan anaknya di sana. Disisi lain bagian kontra, RSBI tidak terkait dengan UUD 1945 yang menegaskan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan. Sementara, mayoritas anak yang bisa masuk RSBI adalah anggota keluarga mampu atau menengah keatas, yang mengakibatkan terjadinya bentuk diskriminasi atau kastanisasi pendidikan. Pembahasan pro-kontra pembubaran RSBI menjadi pengingat bahwa kualitas atau akses pendidikan tinggi di Indonesia akan menjadi penting bagi mayoritas penduduk negeri ini, masyarakat sadar bahwa pendidikan yang bermutu harus digalakkan dan terus ditingkatkan karena mutu suatu bangsa dapat diukur dari mutu sistem pendidikannya.

Sesuai dengan preseden hukum yang telah ditetapkan, definisi pendidikan menurut Undang-undang RI No.20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 dan 4 adalah sebagai berikut: "Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahklak mulia, serta keterampilan yang sesuai dengan potensi dirinya". (Usman,2006) menyatakan bahwa Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berdedikasi untuk mengembangkan potensi mereka melalui formal yang tersedia, proses pembelajaran informal dan nonformal. Maka dari itu diperlukan mutu Pendidikan yang berkualitas untuk menciptakan siswa yang berkuliatas juga.

Berkaitan dengan Pendidikan bermutu, Sallis (1993:280) memadankan bahwa Pendidikan merupakan proses kebudayaan, artinya hal ini berketerkaitan dengan adanya input dan output. Inputnya berupa peserta didik, sarana dan prasarana dan fasilitas belajar lainnya, sedangkan ouputnya itu berupa alumni yang dijadikan tolak ukur mutu. Hoy et al (2000) menjelaskan bahwa mutu Pendidikan itu merupakan hasil dari penilaian proses Pendidikan dengan harapan tinggi untuk dicapai dari upaya pengembangan bakat para pelanggan Pendidikan melalui proses Pendidikan. Maka dari itu, mutu Pendidikan sangat penting dalam sebuah proses Pendidikan. Karenanya perbaikan proses Pendidikan adalah salah satu cara untuk mencapai keunggulan dalam penyelenggaraan Pendidikan.

Untuk mencapai sebuah Pendidikan bermutu harus di dukung dengan sekolah yang bermutu juga. Sekolah bermutu itu merupakan sekolah yang mampu memberikan kepuasan pada masyarakat (Margono,2002). Karena banyaknya pengelolaan sekolah yang melupakan kepuasan dan kebutuhan masyarakat. Sehingga tidak dapat bersaing untuk meraih peluang dalam berbagai aspek, khususnya pada kondisi global yang mengharuskan sekolah berperan lebih efektif dalam mengembangkan fungsinya. Maka dari itu, untuk meningkatkan mutu sekolah diperlukan support atau dorongan dari kepala sekolah dan manajemen sekolah yang efektif untuk mendukung kegiatan utama sekolah yaitu belajar mengajar di kelas. Guru yang efektif adalah guru yang berkinerja baik, terutama kinerja mengajar, yang dapat menciptakan iklim belajar yang kondusif sehingga siswa belajar dengan baik dan mencapai hasil, terampil dalam mengajar dengan berbagai metode, tampak untuk penguatan dan juga mahir dalam menyelesaikan pelajaran, guru menjadi panutan atau panutan di mata siswa dalam mencapai tujuan pendidikan.


Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional merupakan salah satu program yang dilaksanakan pemerintah. Upaya ini diarahkan agar setiap lembaga pendidikan selalu memberikan penjaminan mutu kepada pihak yang berkepentingan kepada masyarakat yaitu jaminan bahwa penyelenggaraan pendidikan di sekolah sesuai dengan apa yang seharusnya terjadi. dan sesuai dengan harapan mereka. Jika setiap lembaga pendidikan selalu berupaya untuk memberikan kualitas dan upaya ini dilakukan terus menerus, harapan kualitas pendidikan nasional meningkat. Peningkatan mutu pendidikan di sekolah tercermin dari pencapaian hasil akademik yang baik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan menurut Syafaruddin meliputi kurikulum, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, manajemen sekolah, pembiayaan pendidikan, dan kepemimpinan, merupakan faktor-faktor yang perlu diteliti. Akreditasi sekolah termasuk dalam manajemen salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan, pemerintah mengeluarkan surat keputusan Mendiknas Nomor 087/U/2002 tentang Akreditasi Sekolah. Keputusan tersebut secara eksplisit menyebutkan semua sekolah menjadi negeri atau swasta. Sebelumnya Keputusan Dirjen Pendidikan Dasar dan Sekolah Menengah Pertama Nomor 020/Kep/1983, menyatakan bahwa akreditasi diperuntukkan bagi sekolah swasta. Adapun tujuan akreditasi sekolah sesuai dengan keputusan Mendiknas Nomor 087/U/2002 adalah 1. Memperoleh gambaran kinerja sekolah yang dapat digunakan sebagai alat pembinaan, pengembangan, dan peningkatan mutu pendidikan. 2. Menentukan tingkat kelayakan suatu sekolah dalam penyelenggaraan pelayanan pendidikan.

Adapun dasar hukum pelaksanaan akreditasi sekolah adalah sebagai berikut: 1. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab XVI Bagian Kedua pasal 60 tentang Akreditasi. 2. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 86 dan 87. 3. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor: 087/U/2002 tahun 2002 tentang akreditasi sekolah. 4. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor: 039/O/2003 tentang pembentukan Badan Akreditasi Sekolah Nasional (BASNAS) yang bertugas menetapkan berbagai kebijakan yang terkait dengan pelaksanakan akreditasi sekolah. Dan akreditasi sekolah ini juga berfungsi sebagai 1. Sebagai pengetahuan, yaitu untuk mengetahui bagaimana kelayakan kinerja sekolah dilihat dari unsur-unsur terkait yang mengacu pada kualitas yang dijabarkan pada indikator tertentu. 2. Untuk akuntabilitas, yaitu sekolah dimintai pertanggungjawaban apakah pelayanan yang diberikan memenuhi harapan atau keinginan masyarakat. 3. Untuk kepentingan pengembangan, termasuk untuk kepentingan peningkatan atau pengembangan mutu berdasarkan hasil akreditasi.

Dengan adanya akreditasi sekolah diharapkan kualitas sekolah juga akan semakin baik, dan sekolah yang berkualitas akan menghasilkan lulusan yang baik dan memiliki prestasi belajar yang tinggi. Kepala sekolah yang merencanakan dan melaksanakan program supervisi secara rutin sudah tentu akan berdampak positif bagi pengembangan kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Kepala sekolah sebagai supervisor dituntut untuk mampu bertindak sebagai peneliti, dalam arti dapat mengumpulkan data yang akurat tentang proses belajar mengajar, menganalisisnya dan selanjutnya menarik kesimpulan. Jadi secara teori akreditasi sekolah dan supervisi kepala sekolah berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.

Sekolah yang akan melakukan akreditasi memiliki waktu untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk akreditasi. Semua komponen dapat dipersiapkan sebelumnya, termasuk delapan standar nasional pendidikan, yaitu standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar manajemen, standar pendanaan, standar infrastruktur, standar pendidik dan staf dan standar penilaian. Untuk mempersiapkan 8 standar ini, secara langsung atau tidak langsung komponen sekolah akan meningkatkan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Dengan demikian, melalui pelaksanaan akreditasi sekolah, mutu atau pendidikan akan diarahkan pada hal-hal sebagai berikut: 1. Proses akreditasi mengarah pada peningkatan kualitas sekolah. 2. Untuk melihat dan memperoleh gambaran kinerja sekolah yang sebenarnya. 3. Sebagai alat pembinaan, pengembangan, dan peningkatan mutu pendidikan di sekolah. 4. Sebagai gambaran kelayakan sekolah dalam penyelenggara pendidikan. 5. Memberikan gambaran menyeluruh bagi masyarakat tentang tingkatan suatu sekolah di antara sekolah-sekolah lainnya.

Dengan ini maka kita mengetahui bahwa akreditasi sekolah sangat berpengaruh dan berdampak pada peningkatan kinerja sekolah. Dapat kita perhatikan bahwa adanya keterkaitan antara hubungan akreditas sekolah terhadap penjaminan mutu Pendidikan. Namun pasti Akreditasi sekolah memiliki dampak atau pengaruh terhadap kinerja sekolah. Sekolah dengan akreditasi A tentu akan berusaha untuk mempertahankan peringkat tersebut. Semua komponen sekolah dipastikan tidak rela jika peringkat sekolah turun menjadi B atau C. Untuk mempertahankan aset memang lebih sulit daripada aset. Butuh keseriusan dan usaha terus menerus agar prestasi yang diraih tidak hilang begitu saja. Selain itu, akreditasi sekolah juga menimbulkan dampak kepada seluruh warga sekolah baik itu dampak positif maupun negatif. Dampak positifnya yaitu: Menyadarkan seluruh anggota sekolah untuk memberikan dan meningkatkan pelayanan sesuai dengan standar atau kriteria yang ditetapkan dalam proses akreditasi dan peningkatan kerjasama seluruh komponen sekolah untuk memberikan yang terbaik untuk sekolah. Adapun dampak negatifnya yaitu: Peningkatan kinerja seluruh komponen sekolah dilakukan hanya sebelum pelaksanaan pelaksanaan akreditasi sekolah selesai, akan kembali normal. Dan terdapat sekolah yang melakukan rekayasa data untuk mencapai nilai akreditasi yang diharapkan.

Maka dari itu akreditasi sekolah harus dilakukan sesuai dengan kedelapan kriteria (standar) yang telah ditetapkan agar dapat terlaksana dengan baik dan sesuai dengan harapan.

DAFTAR PUSTAKA

 

Awaludin, A. A. R. (2017). Akreditasi sekolah sebagai suatu upaya penjaminan mutu pendidikan di Indonesia. SAP (Susunan Artikel Pendidikan), 2(1).

Afridoni, A, Putra, S, Hasri, S, & Sohiron, S (2022). Manajemen Akreditasi Sekolah Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan. Jurnal Pendidikan Tambusai, jptam.org, https://www.jptam.org/index.php/jptam/article/view/4402

Angkotasan, S., & Watianan, S. (2021). Faktor-faktor Yang mempengaruhi peningkatan mutu pendidikan Di kampus stia alazka ambon. KOMUNITAS: Jurnal Ilmu Sosiologi, 4(2), 42-50. https://doi.org/10.30598/komunitasvol4issue2page42-50

Dharmaningtias, D. S. (2013). Penghapusan kebijakan Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI). Jurnal Politica Dinamika Masalah Politik Dalam Negeri dan Hubungan Internasional, 4(2).

PPs Universitas Negeri Semarang, S. (2012). Pengembangan model penyelenggaraan akreditasi sekolah menengah atas Di Kota Semarang. Jurnal Manajemen Pendidikan (JMP), 1(2). https://doi.org/10.26877/jmp.v1i2.267

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun