Henri Prihantoro, penasihat hukum  Adupi menyatakan, pengelolaan sampah mutlak tanggung jawab pemerintah daerah. Sanitary landfill merupakan, program berkelanjutan sejak Undang-undang No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah diberlakukan.
"Sejak UU Sampah di undangkan tercatat hanya beberapa Pemda yang memenuhi amanat UU tersebut," ujarnya.
Belum lagi sarana dan prasarana wadah penampungan sampah kawasan masih tidak merata, tenaga pemungut sampah atau petugas kebersihan tidak mencukupi, armada angkut kurang, jadwal pengangkutan sampah tidak  rutin, dan sebaginya.
Henri menyatakan, memang mudah bagi  kepala daerahnya menerbitkan peraturan tentang pelarangan kantong plastic sekali pakai. Padahal, penentu kebijakan, seyogyanya berfokus pada pengelolaan sampah, bukan membuat kebijakan pelarangan produk plastik tertentu  yang  ternyata hasil produk daur ulang.
"Juga tabu, bilamana kinerja pengelolaan sampah sangat minus, tapi mengincar hasil cukai & dana DID (Dana Insentif Daerah)," kata Henri.
Kita semua tahu, bahwa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan tarif cukai kantong plastik tidak berubah dari tarif sebelumnya yakni sebesar Rp 200 per lembar.
Jadi mana yang akan dipilih, kebijakan pelarangan atau tata kelola sampah yang bersinergi pada daur ulang berputar atau circular economy.
Penulis: Eni Saeni
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H