Mohon tunggu...
Eni Rulianti
Eni Rulianti Mohon Tunggu... Lainnya - PEH Muda

Masih belajar menulis, aku mulai dari sini ....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hidup Tenang Dengan Sistem Keuangan Syariah

30 Januari 2025   12:31 Diperbarui: 30 Januari 2025   09:31 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Salam hangat untuk sahabat Kompasianer semua, semoga keadaan kita selalu sehat dan bahagia dalam lindungan Alloh SWT.  Jika kita lihatke belakang Bank Syariah pertama ada di Indonesia pada tahun 1992 yaitu Bank Muammalat Indonesia (BMI), pada saat itu masyarakat di pedesaan (seperti saya ini) tidak tahu tentang keberadaanya dan saat itu saya belum ada keperluan terkait perbankan.

Seiring berjalanya waktu saya mulai mengerti tentang ilmu riba dari guru ngaji. Riba adalah penambahan nilai atau pembayaran utang yang melebihi jumlah pokok pinjaman. Dalam agama Islam, riba dinyatakan sebagai sesuatu yang dilarang secara tegas. Al-Qur’an, kitab suci umat Islam, secara jelas mengharamkan praktik riba. Dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 130, Allah SWT berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”(QS. Ali Imran [3]: 130)

Kemudian, pada Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 275, Allah berfirman:

“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kesurupan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah di perolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”(QS. al-Baqarah [2]:275)

Ancaman bagi pelaku riba dijelaskan dalam al hadist : "Pada malam Isra’, aku mendatangi suatu kaum yang perutnya sebesar rumah dan dipenuhi dengan ular-ular. Ular tersebut terlihat dari luar. Akupun bertanya, ‘Siapakah mereka wahai Jibril?’ ‘Mereka adalah para pemakan riba,’ jawab beliau.” (HR. Ibnu Majah, no. 2273)

Dari ayat diatas sangat jelas sekali bahwa riba hukumnya haram dan konsekuensinya sangat berat jika tidak kita tinggalkan sejauh jauhnya.  Ada beberapa hal yang harus dipahami sebagai dasar bahwa syariah dengan konvensional itu berbeda. Beberapa teman saya ada yang pernah bilang bahwa syariah dan konvensinal itu sama saja, karena masih ada kelebihan uang yang dibayarkan ketika bertransaksi di Bank Syariah. Hal ini menunjukan bahwa masih sangat sedikit masyarakat yang faham mengenai ketentuan perbankan syariat. Secara umum yang membedakan adalah adanya akad yang jelas dalam sistem syariah. 

Dalam melakukan kegiatan usahanya, bank syariah berasaskan prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian.

Prinsip syariah yang dimaksud adalah kegiatan yang tidak mengandung riba, maisir, gharar, haram, dan zalim (Ketentuan Pasal 2 UU Perbankan Syariah) . Dalam konteks perbankan, unsur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

  • Riba: penambahan pendapatan secara tidak sah.
  • Maisir: transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti.
  • Gharar: transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaanya, atau tidak dapat diserahkan saat transaksi.
  • Haram: transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah.
  • Zalim: transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lain.

Kemudian, demokrasi ekonomi adalah kegiatan ekonomi syariah yang mengandung nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan. Adapun yang dimaksud dengan prinsip kehati-hatian adalah pedoman pengelolaan bank yang dimaksudkan untuk mewujudkan perbankan yang sehat, kuat, dan efisien sesuai dengan perundang-undangan.

Beberapa perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional adalah :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun