Kesabaran itu ada dua macam, sabar atas sesuatu yang tidak kau ingin dan sabar atas sesuatu  yang kau ingin. Ali bin Abi Thalib
Bila tiba-tiba dalam melaksanakan tugas sehari-hari kita mengalami peristiwa yang tidak sesuai dengan harapan, pasti akan membuat hidup ini suram.Â
Apalagi hal yang tidak kita inginkan itu berhubungan dengan tanggung jawab dalam pekerjaan dan menyangkut kepentingan orang banyak. Tentu bisa menimbulkan kepanikan yang bisa melumpuhkan setiap persendian.
Panik menurut KBBI adalah bingung, gugup, atau takut dengan mendadak. Seperti yang saya alami beberapa hari yang lalu, saya dan teman-teman panitia Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) mengalami kepanikan yang cukup membuat basah seragam kami karena keringat dingin.
Peristiwa ini bermula ketika saya dan panitia melaksanakan tugas kepanitiaan melayani calon peserta didik baru secara daring dengan menggunakan aplikasi yang telah disiapkan secara matang. Hari pertama semua berjalan lancar, namun pada hari kedua tiba-tiba aplikasi yang digunakan tidak bisa dibuka, macet total.
Karena keadaan ini, banyak calon pendaftar menghubungi panitia. Kebetulan nomor saya sebagai salah satu yang digunakan sebagai media narahubung. Berbagai pertanyaan beruntun terus membanjiri beranda  whatsapp saya.
Bu, apa betul ini aplikasi yang digunakan untuk PPDB?
Mengapa saya tidak bisa masuk?
Saya akan mendaftarkan 15 siswa saya, tapi kenapa tidak bisa dibuka ya Bu?
Dan bertubi-tubi kalimat gelisah pendaftar dilontarkan kepada panitia, hal ini semakin menambah kepanikan kami. Bayangan negatif bermunculan dipikiran kami.Â
Bagaimana bila benar-benar aplikasi ini tidak bisa digunkan. Bagaimana dengan  ratusan data peserta yang sudah masuk. Haruskah memulainya dari awal lagi.Â
Harus sosialisasi lagi ke sekolah-sekolah yang jumlahnya tidak sedikit. Bila ini gagal, tentu nama baik lembaga yang akan dipertaruhkan ditengah masyarakat. Deretan asumsi bermunculan dibenak kami.
Atas kejadian ini tentu yang paling panik adalah tim operator. Karena di pundaknyalah semua program ini harus dicarikan solusinya. Ditangan cerdasnyalah tumpuhan harapan aplikasi ini bisa digunakan lagi.
Cukup lama kami berada dalam belantara kepanikan. Alhamdulillah, setelah sekitar sepuluh jam, atas kejelian, ketelian dan kesabaran tim operator, akhirnya permasalahan aplikasi ini bisa digunakan lagi.Â
Nah, dari peristiwa ini, saya menemukan lima kesimpulan bagaimana cara mengatasi kepanikan.
Tenang dan selalu berpikir positifÂ
Ketika kita diserang panik, kalimat yang sering kita dengar adalah tenang. Namun dalam penerapannya kata ini tidak semudah yang disampaikan. Apalagi buat orang-orang seperti saya yang mempunyai iman yang tipis.
Sering kita dengar bila sebuah masalah muncul di sebuah organisasi atau lembaga, kita saling menyalahkan. Masing-masing berusaha mencuci tangan dari penyebab masalah itu terjadi. Masing-masing berusaha lari dari kejaran 'kambing hitam'.
Bila suasana ini yang terjadi, sudah bisa dipastikan bahwa permasalahan tidak akan pernah selesai dan kepanikan akan terus memanas. Selain itu hubungan antar tim jelas semakin tidak harmonis.
Nah ini akan berdampak pada cara berpikir sesorang. Alih-alih slogan pegadaian atasi masalah tanpa masalah menjadi terbalik, yaitu atasi masalah dengan menambah masalah. Hehehe...
Maka, jalan terbaik ketika masalah yang menimbulkan kepanaikan ini adalah tetap tenang. Bukan hanya tenang lidahnya, tetapi juga tenang hati dan pikirannya.Â
Senantiasa meyakini bahwa setiap permasalahan pasti disertai cara untuk mengatasinya. Menyakini bahwa permasalahan yang terjadi bukan salah siapa-siapa, melainkan sebuah ujian kesabaran dan petunjuk diturunkannya ilmu baru.
Menemukan sumber permasalahan
Dalam jiwa yang tenang pasti akan mudah melahirkan konsep-konsep yang benar. Dalam hati yang tenang pasti akan memudahkan menafsirkan segala kemungkinan. Dalam pikiran yang tenang pasti akan memberi jalan terbukannya segala berbagai alternatif solusi.
Setelah bisa berpikir tenang, mulailah mencari sumber permasalahan. Menelusuri dari setiap sudut persoalan dengan sabar. Mengamati setiap kemungkinan yang muncul dengan teliti.
Melalui observasi yang penuh ketelitian dan kesabaran ini kita data semua tanpa terkecuali. Sebagai bahan dalam memecahakan permasalahan yang muncul.
Setelah mengantongi data permasalahan, sebaiknya istirahat sejenak, beribadah, tidur, atau hanya rebahan, minum kopi, melihat atau menonton hal-hal yang bisa membuat pikiran dan tubuh bisa segar kembali.
Dalam istirahat ini, bisa juga dimanfaatkan untuk mencari informasi kepada rekan tentang permasalahan yang sedang dialami. Meski hanya melalui saluran telepon, terkadang silaturahim ini bisa membuka cakrawala pemikiran kita.
Mencari solusi pemecahan masalahÂ
Ketika hati dan pikiran kembali segar, maka akan dengan mudah berpikir dengan akal sehat. Pikiran yang sehat akan dijauhkan dari pransangka negatif. Pada saat inilah, kita mulai mencari dan menemukan cara mengatasi permaslahan.
Bertanya kepada beberapa ahli, membaca sumber yang sesuai atau berdiskusi dengan teman seprofesi.Â
Dengan mencoba segala kemungkinan yang logis, akan semakin memudahkan kita untuk segera menemukan obat dari sumber kepanikan tersebut. Karena berpikir lebih dari satu orang dengan sehat itu akan lebih baik daripada berpikir sendiri dalam kegelisahan.
Berdoa dan pasrahkan kepada Tuhan
Setelah ikhtiar kita lalui dengan maksimal, selanjutkan harus diiringi doa dan memasrahkan hasil kepada Yang Maha Memberi Petunjuk. Karena sepandai-pandainya manusia berusaha, tetaplah Tuhan yang menentukan. Tetap yakin bahwa keputusan Tuhan itu adalah yang terbaik bagi umat-Nya.
Kesempurnaan hanya milik Tuhan. Manusia hanya bisa berusaha, namun ketetapan terakhir ada di tangan Tuhan. Pilihan kita hanya tetap bersyukur atau mengeluh dan tetap panik berkepanjangan. Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa mendapat petunjuk-Nya.
Blitar, 20 Februari 2021
Enik Rusmiati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H