Sayap-sayap itu telah aku kepakkan mengarungi samudera, menembus belantara, menjemput mimpi, mengantar asa, menemui keputusasaan, membersamai keprihatinan serta mencandai gelisah.
Meski terkadang ada onak membekas luka, ada duri menggores perih, kadang juga ada badai menghantam durja, namun aku tetap yakin segalanya adalah kisah yang harus aku lalui dengan senyuman.
Sering aku dengar suara-suara gemuruh, menggetarkan keinginan, menggoyah harapan, mengaburkan janji, aku tidak memedulikan itu, tetap aku teriakkan kalimat kebenaran dari muara naluriku, karena aku yakin kesejatian itu nyata adanya.
Bila sesekali aku lelah, kusengajakan kaki ini untuk singgah di persimpangan, sekadar menulis sebuah sajak, lalu aku baca berkali-kali dalam diamku hingga aku bisa menggubah diksi puisi itu menjadi api yang membakar asa.
Tidak, siapa bilang aku telah memutuskan asaku sendiri, aku hanya istirahat, sesaat membaca ulang catatan yang tertulis di pundak kiri dan kananku, sudah berapakah tinta merah dan emas yang telah aku torehkan di setiap dinding  tualang ini.
Agar esok aku bisa menggubah irama kehidupan ini dari gelapnya awan menjadi bintang-bintang di langit, bisa bersanding dengan rembulan, mengukir malam pada setiap pemimpi.
Cukup, ini tulisanku yang terakhir di tahun ini, selesai aku menaja perjalanan hidup di masa ini, karena esok adalah tahun depan yang akan menjadi masa sumber harapanku.
Selamat tinggal kenangan tahun 2020
Selamat datang harapan pada tahun 2021
Blitar, 31 Desember 2020
Enik Rusmiati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H