Desaku...
Pertiwiku...
Bumi lahirku...
Meski aku telah membunbung tinggi menembus awan dan cakrawala, mengejar camar, menyulam ribuan mimpi di antara dua fajar...
Namun, aku tetap akan kembali, untuk mengingatmu ketika aku harus berkejaran karena burung tangkapanku diambil teman mainku.
Aku akan tetap kembali mengingatmu ketika bapak dan emakku dengan sabar menungguku  yang selalu pergi menghilang, saat mentari terbit menembus hutan belantara hanya untuk mengumpulkan ranting dan dahan jati serta segenggam ciplukan.
Aku akan tetap kembali mengingatmu ketika aku memimpin teman-temanku berlomba menemukan udang dan kepiting di balik cadas sungai belakang rumahku.
Aku akan tetap kembali untuk mengingat  pesan bapakku untuk selalu menyiram sayur bayam, kangkung, singkong, kacang panjang di halaman rumahku.
Dan aku pasti merindukkan sahabat kelerengku yang setiap pagi memanggilku dengan bersembunyi di balik Pagar luntas depan rumahku, hanya karena takut tidak dapat izin bapakku
Dan aku pasti kembali, setelah wabah ini berlalu, karana aku ada karena bumi pertiwiku.
Blitar, 5 Mei 2020
Enik Rusmiati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H