Menyimak curhatan siswa, baik di chat pribadi, Facebook, Instagram, history WhatsApp dan beberapa video tentang gegana (gelisah, galau dan merana) mereka yang saat ini kelas 6, 9 dan 12, membuat saya terharu dan ikutan baper. Apalagi setiap tahun, untuk acara perpisahan kelas sembilan di sekolah, saya selalu berperan aktif mengantarkan mereka di atas panggung wisuda.
Sebenarnya saya pun tidak jauh berbeda dengan apa yang dirasakan para siswa yang saat ini akan menyelesaikan belajarnya. Biasanya hari-hari setelah pelaksanaan Ujian Nasional, kami sibukkan dengan berlatih untuk pementasan siswa.Â
Hingga hari yang penuh kenangan itu tiba, dipenuhi dengan gelak tawa, air mata dan diakhiri dengan swafoto serta foto bersama. Namun saat ini, semua kenangan itu tidak bisa diukir lagi bersama dengan kreativitas dan kebersamaan.
Lagi-lagi, tugas orangtua atau orang dewasa di sekitarnya lah yang harus pandai-pandai memberi pemahaman kepada siswa. Bagimana pun mereka masih anak-anak yang masih perlu bimbingan secara berkelanjutan.
Berhenti Mengeluh, Terima Keadaan Ini dengan Ikhlas
Ikhlas itu artinya menerima keadaan dengan menyerahakan sepenuhnya bahwa keadaan ini karena kehendak Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang.Â
Segala yang telah ditetapkan oleh Tuhan pasti membawa manfaat dan hikmah, di balik peristiwa pandemi Covid-19 ini pasti ada ilmu baru yang harus dikaji oleh umat manusia untuk kemanfaatan generasi yang akan datang.
Ketika menghadapi kenyataan bahwa harapan tidak sesuai dengan kenyataan, so pasti kecewa, namun cukup sesaat saja. Jangan diteruskan dengan keluhan yang berkepanjangan, apalagi sampai mengeluh di sosial media.Â
Coba kita pikirkan dampaknya, keluhan kita itu tentu akan bisa menambah kecewa orang lain yang senasib dengan kita. Memang dengan mengeluh dibeberapa tempat dan media akan mengubah suasana sesuai dengan yang kita inginkan, enggak kan?
Menyikapi kekecewaan ini, akan lebih baik apabila kita justru saling memberi penguatan mental untuk selalu bersabar dan ihlas menerima keadaan ini. Senantiasa menyakini bahwa keadaan ini bukan salah dan kehendak siapa-siapa, namun sudah menjadi ketetapan Tuhan yang harus selalu kita Imani.
Senantiasa Berpikir Positif
Saya selalu mengingat pesan guru ngaji saya waktu di kampung dulu, "Gusti Allah Iku Opo Penyongkone Menungso" artinya kehendak Allah itu sesuai dengan yang dipikirkan manusia.Â
Bila manusia selalu berpikir baik tentang ketetapan Tuhan maka baiklah hidupnya, sebaliknya bila manusia selalu berpikir bahwa ketetapan Allah itu buruk, ya buruklah hidupnya.
Bila kita bisa berpikir bahwa musibah pandemi virus Covid-19 ini baik, maka hidup kita akan diliputi oleh rasa bersyukur. Begitu juga dengan dampak yang menyebabkan gagalnya pelepasan siswa, dibatalkannya Ujian Nasional dan Ujian Sekolah pasti ada hal lain yang lebih bermanfaat.
Seperti yang sudah kita rasakan saat ini, bahwa pembelajaran daring ternyata banyak membawa manfaat bagi kita. Pada era globalisasi saat ini, dimana ilmu pengetahuan dan teknologi telah maju, guru bukan menjadi satu-satunya sumber ilmu, apalagi mbah Google yang cerdas dan punya segudang ilmu kapan saja.Â
Pembalajaran dalam jaringan internet ini jelas membuka cakarawala ilmu baru di dunia teknologi, pasti ada kekuatan dibalik "kepekso" ini, baik bagi guru maupun siswa. Kalau sebelumnya pembelajaran selalu di kelas dan bertatap muka, sekarang dituntut jarak jauh dengan sarana teknologi. Akhirnya, mau tidak mau harus belajar kan.
Meski saat ini, dalam pembelajaran siswa senantiasa berhadapan dengan internet, berselancar dalam dunia maya, namun hanya guru yang mampu mengajarkan dan menawarkan ilmu pengetahuan, pengalaman lama maupun baru, budaya serta kebiasaan dengan kasih dan sayang kepada siswa.
Sekecil apa pun ilmu yang telah diberikan guru kepada siswa senantiasa disertai doa untuk siswa agar ilmu-ilmunya penuh keberkahan dan bermanfaat dalam mengantarkan dan mengarungi bahtera hidup dimasa depan siswa. Inilah yang tak mampu diberikan oleh teknologi walaupun dikatakan telah maju.
Keadaan memang memaksa bahwa guru dan siswa tidak seperti tahun lalu, selalu dekat dengan guru, ujian ditunggu guru, kelulusan dan kenaikan kelas bersama guru.Â
Namun hati guru akan selalu dekat dengan siswa, doa-doa akan selalu mengalir disetiap waktu agar para siswa menjadi anak yang sholih sholiha, percayalah!
Kelulusan Siswa Tahun 2020 adalah Generasi Pahlawan Covid-19
Walau di satu sisi terjadi musibah virus corona yang terus menyerbu, keadaan ini akan menjadi cerita untuk anak cucu bahwa orang tuanya dulu pernah menjadi pahlawan virus-19.Â
Untuk menjadi pahlawan kan tidak harus mengangkat senjata mengusir penjahat atau penjajah. Pahlawan sejati saat ini adalah masyarakat yang mau menahan diri untuk tidak bertindak mengikuti senangnya hati. pahlawan sejati adalah masyarakat yang berani dengan tegas kepada dirinya untuk tetap mematuhi anjuran pemerintah dan ulama.
Seorang pahlawan sejati itu selalu peduli terhadap orang lain. Selalu membantu lingkungan sekitar yang kesulitan dan mendapat musibah. Senantiasa memberi motivasi dan mengingatkan apabila saudara dan sahabat kita telah lalai di jalan yang melanggar aturan agama maupun negara.
Sebagai pahlawan Covid-19, harus selalu memiliki nilai moral untuk panutan dan teladan yang baik bagi orang lain. Karena nasihat paling tepat adalah contoh yang baik pula. Mari, kita jadikan diri menjadi pahlawan Covid-19 di keluarga dan lingkungan kita.
Khusus buat anak-anak saya, siswa kelas 6, 9 dan 12, tidak perlu gegana kalau tahun ini, kalian tidak mempunyai dokumentasi memakai baju kebesaran wisuda.
Tidak bisa menikmati momen kebersamaan terakhir di sekolah, tidak bisa sungkem dengan bapak dan ibu guru, tidak bisa berpeluk erat dengan sahabat-sahabat kalian. Yakinlah, kenangan kesabaran dan ketabahan kalian jauh lebih berkesan untuk diceritakan pada masa yang akan datang.
Blitar, 3 April 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H