Kesulitan terbesar kita adalah mengendalikan emosi yang berlebihan. Padahal hati dan akal kita menyadari bahwa respon berlebihan atas rangsangan yang kita terima itu tidak baik. Seringkali teori-teori tentang kebenaran dan hal-hal yang baik itu dikalahkan oleh nafsu kita. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kebiasaan atau budaya hidup kita sehari-hari.
Seperti reaksi yang spontan disampaikan oleh penumpang dan kondektur bis tersebut, sebenarnya bisa dia menyampaikannya dengan santun, lembut. Namun karena pengaruh kebiasaan dalam kehidupannyalah maka dia tidak bisa mengendalikan nafsunya dengan baik.
Berbeda dengan yang dilakukan dengan sopir bus, dengan kelembutan suara dan sentuhan tangannya ternyata mampu meredam kemarahan kedua awak bus yang sedang beradu pendapat. Sopir tersebut tidak perlu menguras tenaga yang tidak bermanfaat hanya untuk mengikuti nafsunya. Justru tindakannya itu selain dapat meredakan ketegangan di dalam bus, ternyata justru memberikan citra dan penilaian positif terhadap kepribadiannya.
Dalam menyikapi persoalan hidup sehari-hari kita bisa mencontoh sopir bus tersebut. Kenapa sih harus marah, jika senyuman bisa menyelesaikan masalah?Â
Tebarkan senyum terindah, saat mendapat perlakuan kurang baik dari lingkungan kita. Karena amarah tidak akan menyelesaikan masalah, justru menjadikan konflik yang semakin memuncak.
Jember, 2 Juli 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H