Assalamu'alaiku Wr. Wb
Selamat sore sahabat. Semoga senantiasa dalam kedamaian Tuhan. Oh ya, jangan terkaget-kaget begitu ya bacanya. Judulnya memang engga banget karena memang tidak apple to apple. Membandingkan negara dengan sebuah kabupaten baru yang sewindu pun belum genap umurnya. Mengapa seperti itu? Ya wagu aja gitu. Namun kalaupun saya harus membandingkan negara dengan negara, misal dengan negara Indonesia, meskipun apple to apple tapi tetap saja tidak equal. Anggap saja sama-sama apel. Islandia itu ibarat apel satu kresek sedangkan Indonesia itu apel satu truk tronton. Ok jangan bingung. Disini kita awalnya hanya akan membandingkan jumlah polulasi penduduknya saja.Â
Kalau kita searching di google tentu kita akan mendapat data dari Bank Dunia bahwasanya jumlah penduduk Islandia pada tahun 2016 hanya berjumlah sekitar tiga ratus tiga puluh ribu lebih jiwa saja. Sedangkan jika kita berselancar di situs Kemendagri, kita akan dapat mengetahui bahwasanya menurut sensus tahun 2010 jumlah penduduk kabupaten Pringsewu berkisar pada angka empat ratus ribu jiwa lebih. Kalau menurut data dari Bank Dunia juga, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2016 sudah menyentuh angka dua ratus enam puluh juta lebih. Jadi sudah tidak bingung kan kenapa Islandia lebih pas jika dibandingkan dengan Pringsewu?
Lantas mengapa saya juga harus membandingkan prestasi negara Islandia dengan kabupaten Pringsewu. Meski kedua wilayah ini tidak berbeda jauh dari sisi jumlah populasi yang mendiami daerah masing-masing, namun ternyata negara Islandia mampu menorehkan prestasi dunia yang jauh lebih hebat daripada kabupaten Pringsewu. Islandia lolos ke Piala Dunia 2018 setelah pada pertandingan terakhirnya melibas timnas Kosovo dengan skor 2-0. Islandia menjadi negara dengan jumlah populasi terkecil di dunia yang sanggup menembus putaran final dunia 2018. Sementara itu Pringsewu sendiri belum juga sanggup memberi kontribusi pada Republik Indonesia dalam usaha membantu timnasnya merebut gelar juara Piala AFF untuk pertama kalinya.Â
Ga nyambung kan? Jadi tambah bingung kan? Ga usah disambung-sambungin kalau memang tak nyambung. Ga usah tambah bingung kalau tidak mau bingung. Dan yang paling penting jangan ketawa sembarangan ya. Saya sebagai penggemar timnas Indonesia hanya merasa sedikit geram dengan prestasi timnas yang kita tak kunjung move on dari lima kali final dan lima kali gagalnya. Lebih parah dibanding status jomblonya Raditya Dika. Setidaknya Radit pernah pacaran di beberapa filmnya. Setidaknya Radit tak selalu jomblo di filmnya, tidak seperti timnas Indonesia yang tak sekalipun diterima meski sudah lima kali nembak.Â
Hingga pada akhirnya saya pun mengambil kesimpulan dari kegeraman saya itu. Mungkin saja penduduk Indonesia memang tidak cocok dengan permainan sepakbola karena memang bukan passion-nya. Seperti kata beberapa dukun di televisi yang mengatakan bahwa Si A tidak cocok kerja di air atau tidak cocok kerja di lumpur. Tapi saat saya melihat antusiasme yang sangat besar dari penduduk Indonesia terhadap sepakbola kesimpulan saya koq jadi kurang ilmiah. Dimana-mana antusiasme berbanding lurus dengan prestasi. Orang-orang dengan totalitas dan determinasi pada sebuah bidang tentu akan berhasil pada bidang tersebut.Â
Sekali lagi saya dirundung kebingungan level payung teduh. Disisi lain saya juga ingin ikut berkontribusi dalam meningkatkan prestasi sepakbola melalui pemikiran-pemikiran cemerlang saya. Saya pun mendatangi dukun-dukun yang memberi nasehat tersebut dan memberi nasihat balik pada mereka dengan mengatakan bahwa tidak cocok bekerja di air belum tentu tidak bisa sukses ketika bekerja di air. Menggebu-menggebu bermain bola belum tentu bakal jadi juara bola.Â
Dukun-dukun itu pun ikut bingung dengan nasehat saya. Melihat keruwetan yang terjadi akhirnya saya dengan para dukun kongkow bareng merumus kesepakatan untuk mengambil kesimpulan bersama guna mengatasi kemandulan timnas Indonesia tercinta. Kami bersepakat bahwa untuk berprestasi dalam suatu bidang harus dilakukan secara sembunyi-sembunyi tanpa publisitas. Jika kita ingin sukses di dunia sepakbola maka kita perlu strategi seperti negara Islandia.Â
Kirim sebanyak-banyaknya pemain-pemain berbakat kita ke luar negeri agar tidak dikejar-kejar wartawan infotainmen atau pemandu bakat untuk iklan celana dalam atau obat nyamuk. Buat lapangan bola indoor dengan pitu pagar besi dengan kawat berduri tajam menyayat perih. Jangan bolehkan siapapun masuk selain pemain dan official. Biarkan para pemain bola berlatih tanpa pamrih apapun sehingga membuat hidupnya penuh dengan keikhlasan. Kemudian laranglah semua pemain-pemain bola membuat status alay di sosmed seperti : lagi nendang nih, pemain lawan nakal pegang-pegang pantatku, aku sedih kebobolan terlebih dulu dan lain-lain. Terakhir tentunya adalah peran dari seorang pelatih. Kita memerlukan pelatih sepakbola semacam Tuk Bayan Tula dari Pulau Lanun agar prestasi sepakbola kita secanggih para juara olimpiade Matematika. Kita perlu membungkus pesan ilmiah dalam bentuk mantra magis yang menyeramkan.
Demikian saja pemikiran cemerlang yang bisa saya kemukakan. Semoga tidak ada faedah yang bisa diambil karena tulisan ini memang bukan obat herbal. Bukan juga jualan produk yang lewat member-memberan itu loh yang menjanjikan bonus luar biasa. Semoga tak ada juga pihak-pihak yang tersinggung karena semuanya memang demi kejayaan bangsa (halah).Â
Sekali lagi selamat buat timnas Islandia. Berlagalah dengan indah di Piala Dunia 2018 nanti. Untuk Pringsewu maafkanlah daku. Gara-gara jumlah pendudukmu hampir sama dengan Islandia lantas kamu harus dikorbankan. Tapi jangan khawatir aku tetap mencintaimu. Â Ayo masyarakat Pringsewu, Jejama Secancanan.
Wassalamu'alaikum Wr.Wb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H