Mohon tunggu...
Engkos Kosasih
Engkos Kosasih Mohon Tunggu... Operator - Operator Forklift PT. Lion Superindo

Menulis tidak hanya bekerja untuk keabadian, menulis juga bekerja untuk perubahan.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Muqaddimah, Fakta-Fakta Menarik dan Keunikannya

21 Juni 2024   06:43 Diperbarui: 21 Juni 2024   07:28 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang tidak pernah mendengar kitab Muqaddimah, buku yang direkomendasikan oleh pendiri facebook, Mark Zuckerberg untuk dibaca dan dipelajari. Meskipun buku ini telah ditulis lebih dari 680 tahun yang lalu (1337 M), tapi buku ini masih dipelajari sampai sekarang dan telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia.

Berikut fakta-fakta menarik dari buku Muqaddimah karya Ibnu Khaldun:

Pertama: Muqaddimah adalah jilid pertama dan sebuah buku pengantar yang ditulis Ibnu Khaldun untuk karya besarnya mengenai sejarah yang berjudul:

كتاب العبر وديوان المبتدأ والخبر في أيّام العرب والعجم والبربر ومن عاصرهم من ذوي السلطان الأكبر

Kitabul ʻIbari Wa Diwanil Mubtada'i Wal-khabari Fi Ayyamil ʻArab Wal ʿAjam Wal Barbar, Waman ʻAsharahum Min Dhawish Shulthonil Akbar (Buku pelajaran dan catatan dari awal mula dan berbagai peristiwa sejarah dari bangsa Arab, non-Arab, Barbar serta bangsa-bangsa yang sezaman dengan mereka yang memiliki kekuasaan yang besar). Karena judulnya yang terlalu panjang, maka orang mengenal buku ini dengan kitab al-ibar atau tarikh ibnu khaldun.

Kedua, kitab al-ibar seluruhnya terdiri dari 7 jilid. Jilid pertama berupa Muqaddimah, dan jilid terakhir merupakan otobiografi beliau dengan judul, At-Ta'rif bi lbnu Khaldun wa Rihlatuhu syarqan wa Gharban atau disebut secara ringkas dengan istilah At-Ta'rif, dan oleh orang-orang Barat disebut dengan otobiografi.

Ketiga, Kata “Ibar” (العبر) adalah jamak dari “Ibrah” merupakan kata kunci, yang secara tidak langsung memuat beberapa isyarat dan petunjuk tentang teori sejarah Ibnu Khaldun. 

Ibar berarti pelajaran moral yang berguna, bertalian erat dengan usaha penyelidikan ilmuwan atau filsuf tentang peristiwa historis. 

Ibrah tidak hanya menjadi jembatan penghubung antara sejarah dan hikmah, tapi juga merupakan proses perenungan sebuah sejarah (kejadian di masa lalu), dengan tujuan untuk memahaminya agar dapat dijadikan pedoman apa yang harus dilakukan di masa depan.

Keempat, Menurut Zuckerberg, yang menarik pada buku Muqaddimah adalah fokus pada alur kemunculan masyarakat dan kebudayaan, termasuk timbulnya kota, politik, perdagangan, dan ilmu pengetahuan.

Kelima, kitab Muqaddimah karya ibnu Khaldun pertama kali diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Ahmadie Thoha pada tahun 1980 saat umurnya 21 tahun. Proses penerjemahan kitab Muqaddimah berlangsung selama 4 tahun, dari tahun 1981 - 1985. Ahmadie Thoha mengaku harus menelaah banyak referensi untuk menerjemahkan karya yang monumental ini.

Keenam, Di bab ke enam pada pasal ke-13 ketika membicarakan tentang Ilmu Pengetahuan, ibnu Khaldun menyinggung filsafat Stoikisme

Tradisi pengajaran kaum stoik, berdasarkan klaim mereka dimulai dari Lukmanul Hakim (kisahnya ada dalam Al Qur'an) yang menurun kepada muridnya, Socrates; Lalu ke muridnya, Plato; lalu ke muridnya, Aristoteles; lalu ke muridnya, Alexander dan yang lainnya.

Ketujuh, ketika membahas tentang Ilmu Hitung, ibnu Khaldun menulis: “Dalam sebuah nasihat dikatakan, barangsiapa yang membiasakan diri mempelajari ilmu berhitung pada awal belajarnya, maka biasanya ia akan selalu berkata jujur dan benar. Sebab dalam ilmu hitung terdapat kerangka keilmuan yang baik dan benar dan mendidik jiwa manusia untuk beretika.

Dengan ini, maka diharapkan orang tersebut akan membiasakan diri dalam kejujuran dan berada dalam garis kebenaran.”

Kedelapan, ketika menjelaskan tentang Ilmu Teknik, ibnu Khaldun menulis: 

“Ketahuilah bahwa ilmu teknik sangat potensial untuk mencerahkan akal dan meluruskan pemikiran. Sebab pembuktian-pembuktiannya sangat jelas, teratur, dan berurutan. Hingga bisa dikatakan hampir tidak ada kesalahan yang menodai analoginya karena berurutan dan keteraturannya.

Dengan membiasakan pemikiran semacam ini, maka pikiran tersebut akan terjaga dari kesalahan sehingga menciptakan akal yang cemerlang bagi pelakunya.”

Kesembilan, berbeda dengan aliran Machiavelli (Machiavellisme) yang mana politik dan kekuasaan dibangun secara liberal dan terbebas dari nilai moral, tidak peduli apakah kekuasaan dan politik yang dijalankan itu bermuatan trik-trik politik, tipu daya jujur atau tidak jujur asalkan tujuan tercapai. Machiavelli menganggap bahwa kekuasaan adalah alat untuk mengabdi pada kepentingan negara, bukan untuk mengabdi pada kebajikan dan keadilan.

Ibnu Khaldun menawarkan konsep politik dan kekuasaan yang bermuara dari pemahaman bahwa kekuasaan dan politik merupakan tanggung jawab dan amanah dari Allah, dalam rangka implementasi undang-undang-Nya bagi segenap manusia untuk kemaslahatan.

Membantu yang lemah, merangkul semua pihak, menjunjung tinggi hukum, mendengar aspirasi, berprasangka baik terhadap pemeluk agama, menghindari tindakan makar dan lain-lain, adalah cermin etika politik yang semestinya menjadi pijakan praktis dalam setiap tindakan politik.

Kesepuluh, Dalam hal pendidikan agama, lbnu Khaldun menganjurkan agar anak-anak seyogyanya terlebih dahulu diajarkan bahasa Arab sebelum ilmu-ilmu yang lain, karena bahasa adalah merupakan kunci untuk menyingkap semua ilmu pengetahuan, sehingga menurutnya, mengajarkan Al-Qur'an mendahului pengajarannya terhadap bahasa Arab akan mengaburkan pemahaman anak terhadap Al-Qur'an itu sendiri. 

Dengan tidak diajarkannya bahasa Arab, maka anak akan membaca apa-apa yang tidak dimengertinya dari Al-Qur’an dan hal ini menurutnya tidak ada gunanya.

Kesebelas, pada pasal ke-33 tentang keahlian menulis, Ibnu Khaldun menyampaikan bahwa:

Menulis merupakan salah satu keahlian yang banyak memberikan kemajuan bagi kecerdasan manusia, sebab menulis mencakup berbagai macam ilmu pengetahuan dan teori, yang berbeda dengan keahlian-keahlian lainnya.

Keduabelas, dalam Muqaddimah, Ibnu Khaldun selalu mengakhiri setiap pembahasannya dengan menyandarkan pengetahuannya kepada Allah. 

Setelah membahas panjang lebar tentang ilmu sejarah; manfaatnya, kaidah-kaidahnya, serta kritik beliau terhadap ahli sejarah pada masanya dan masa sebelumnya, Ibnu Khaldun kemudian mengakhiri dengan: “Dan hanya Allah yang Maha memberikan taufik kepada kebenaran dengan anugrahNya”.

Bahkan ketika beliau menjelaskan tentang ilmu aljabar, lalu diakhiri dengan: “Allah berkenan menambah penciptaan-Nya apa-apa yang dikehendaki. Maha Suci Allah lagi Maha Tinggi.”

Hal ini adalah sesuatu yang jarang, bahkan tidak pernah kita menemui buku yang membahas tentang ilmu umum kemudian ada unsur agama di dalamnya. Ini membuktikan bahwa pada masa itu, abad ke-14 M belum ada sekularisme pada bidang ilmu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun