Mohon tunggu...
Engkos Koswara
Engkos Koswara Mohon Tunggu... -

Anggota Serikat Petani Karawang

Selanjutnya

Tutup

Politik

RTRW Karawang Antara Ekspektasi dan Keraguan II

21 Oktober 2011   04:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:41 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

POSMODERNISME

Istilah postmodern sudah lama dipakai di dunia arsitektur. Namun Postmodernisme dalam filsafat pertama kali diperkenalkan pada 1984 oleh Jean-Francois Lyotard. Beberapa pendapat mengenai Posmodern merujuk pada modernitas yang berdamai dengan kemustahilannya dan memutuskan, tentang baik dan buruknya, untuk hidup dengannya. Praktik modern berlanjut sampai sekarang, meskipun sama sekali tanpa objektif (ambivalensi) yang pernah memicunya. Menurut Jameson (1989) bahwa masyarakat postmodern tersusun atas lima elemen utama, antara lain: (1) masyarakat postmodern dibedakan oleh superfisialitas dan kedangkalannya; (2) ada sebuah pengurangan atas emosi atau pengaruh dalam dunia postmodern; (3) ada sebuah kehilangan historisitas, akibatnya dunia postmodern disifatkan dengan pastiche; (4) bukannya teknologi-teknologi produktif, malahan dunia postmodern dilambangkan oleh teknologi-teknologi reproduktif dan; (5) ada sistem kapitalis multinasional.

Didalam posmo, bentuk dan ruang adalah komponen dasar yang tidak harus berhubungan satu menyebabkan yang lain (sebab akibat), keduanya menjadi 2 komponen yang mandiri, sendiri-sendiri, merdeka, sehingga bisa dihubungkan atau tidak. dalam kalimat lain posmo memiliki suatu unsur yang tidak mempunyai kaitan dengan segala keteraturan yang ditimbulkan dari aspek phenomonologi. Hal ini dapat dilihat dari bentukan yang ada, kurang dirasakan adanya kesinambungan dengan lingkungan sekitar posisi bangunan terhadap lingkungan dan juga tidak terdapat unsur budaya dan sejarah yang melandasi perancangan. Pada poin inilah didapati titik ordinat dari kedua sumbu yang berpotongan yakni antara kenyataan material yang obyektif tentang segala kondisi sosial kabupaten Karawang dengan sebuah rencana besar kapitalis multinasional atas pembangunan prasarana penunjang dan kelengkapan bisnisnya. Arus kredo terus mengalir begitu deras menerjang benteng-benteng pertahanan paling rasional sehingga kemudian membentuk kerangka mitos yang mendimensikan dua keyakinan yakni kuatnya individualitas dan mimpi-mimpi mordernisasi.

Sebagaimana rencana tata ruang yang memberikan input pembangunan prasarana ruang yang sebenarnya sulit untuk diterima akal sehat seperti pelabuhan, fly over penghubung, bandara dsb merepresentasikan tipikal khusus dari posmodernisme yang sama sekali tidak memiliki tali temali dengan kebutuhan dasar masyarakat Karawang dalam usaha mencapai derajat kesejahteraan kehidupannya baik pada kemampuan daya beli, level kesehatan, pendidikan dan sustainabelitas lingkungannya. Dengan kata lain postmodernitme penuh dengan sebuah inomic-tercerabut antara kesempatan yang ia buka dan ancaman-ancaman yang bersembunyi dibalik setiap kesempatan.

POIN-POIN KRUSIAL DALAM RAPERDA RTRW

Pada Rencana Umum Tata Ruang, prasarana ruang yang terliput dalam wilayah memberikan gambaran universal yang cukup suram bagi masa depan karawang karena rencana hadirnya pelabuhan internasional, jalan (fly over) penghubung pelabuhan ke gerbang tol cikampek, jalan lingkar utara jawa barat, Lapangan Terbang dsb, telah menuai pertanyaan besar, prasarana tersebut merupakan “KEPENTINGAN SIAPA?”.

Mencengangkan. Berkisar antara ratusan bahkan ribuan hektar lahan pertanian yang dibutuhkan bagi pembangunan Lapangan terbang dan Pelabuhan berikut sarana penunjang lainnya. Sekiranya masih terdapat anggapan masyarakat bahwa semua tanah yang terkena proyek pembangunan tersebut akan mendapatkan ganti rugi yang berlipat jauh diatas rata-rata NJOP, nampaknya diluar dugaan karena harapan tersebut akan segera sirna. Melalui perangkat peraturan perampasan tanah dengan dalih  kepentingan umum (RUU Pengadaan Tanah) yang saat ini masih dalam pembahasan di DPR akan turut melengkapi kepastian terjadinya era kegelapan Kabupaten Karawang. Dengan peraturan tersebut dapat dipastikan terbuka lebar konflik pertanahan antara masyarakat (petani) dengan pemodal yang mendapat dukungan pemerintah. Disamping hal tersebut, yang sangat mungkin terjadi dikemudian hari adalah krisis pangan dan kerusakan-kerusakan lingkungan berikutnya.

Adapun peningkatan status jalan dan beberapa wilayah menunjukan adanya rencana pembangunan industri terutama Karawang bagian selatan. Bahkan yang lebih mengerutkan dahi adalah reduksi atas perlindungan hutan di pegunungan sekitar Sangga Buana yang tidak lagi menyantumkan gunung-gunung di sekitarnya. Bisa jadi hal ini dimungkinkan oleh tersiar luasnya kabar tentang ditemukannya kandungan emas dan galena di sekitar pegunungan Sangga Buana. Oleh sebab itu dibukalah akses ke ruang tersebut untuk melancarkan usaha galian/pertambangan dengan mengeksploitasi sumber-sumber mineral yang hanya dapat dilakukan oleh swasta.

Menilai kebutuhan penataan ruang berkaitan dengan disebut-sebutnya Karawang sebagai bagian dari wilayah perluasan kawasan megapolitan atau pun KEKI, alangkah baiknya kita merujuk pada fakta empiris skema Free Trade Zone/FTZ (Batam-Bintan-Karimun) yang terbukti gagal karena skema tersebut justru malah berkontribusi terhadap peningkatan rumah tangga miskin, dari 33.408 KK pada tahun 2008 menjadi 35.711KK pada 2009. Hal ini terjadi bukan tanpa sebab dan alasan tapi karena skema FTZ diselenggarakan sepenuh-penuhnya oleh pemilik modal dan tentu segala kepentingan terabdikan baginya. Apa bila pemangku kebijakan kabupaten Karawang memaksakan pembangunan sebagaimana tercantum dalam raperda RTRW maka Karawang akan menyusul cerita kegagalan Batam.

PEMERINTAHAN MENTAL CALO

“Monyet ngagugulung kalapa” pribahasa sunda ini rupanya tepat untuk mengilustratasikan pemimpin kabupaten Karawang dalam menduduki tampuk namun tak mengerti berkebijakan. Bukan sekedar ketidakpercayaandiri dalam membangun Karawang, lebih jauhnyanya lagi pemerintahan Ade-Cellica adalah sosok pemerintahan linglung yang miskin perspektif dan wawasan ke Karawangan. Visi dan Missi rejim ini yang mengatakan akan membawa masyarakat Karawang ke mahligai kesejahteraan tak lebih dari bualan murahan. Dalam memimpin kabupaten Karawang sudah selayaknya sepasang pemimpin mengetahui keadaan sesungguhnya baik ekonomi masyarakatnya yang saat ini dibelenggu kemiskinan berikut seluk beluk kemiskinan itu sendiri maupun keadaan alam/geografis secara utuh dalam konteks sumber daya alam maupun kegunaan bagi kelangsungan hidup masyarakat. Kedua faktor inilah yang lepas dari pengetahuan Ade-Cellica sehingga kebijakan-kebijakannya pun jauh api dari panggang. Sehingga boleh dikatakan bahwa Raperda RTRW yang didesakkan merupakan bukti ketidaktahuan pemerintah dalam menangani kedua persoalan besar tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun