Di era modern seperti saat ini, kehadiran guru dikatakan banyak tergantikan oleh teknologi. Murid lebih banyak menghabiskan waktu dengan gadget, mencari informasi secara mandiri dibandingkan harus mendengarkan guru. Hal terburuknya, kehadiran guru tidak lagi dianggap penting dan mulai tidak dihormati sebagaimana yang terjadi di masa-masa lalu. Namun pandangan ini tidak sepenuhnya benar, karena peran guru di era 4.0 justru lebih besar. Karena harus mempersiapkan generasi muda yang unggul dan siap bersaing.
Era industri 4.0 diartikan sebagai transformasi komprehensif dari keseluruhan aspek porduksi di industri melalui penggabungan teknologi digital dan internet dengan industri konvensional (Merkel, 2014). Di era ini, setiap individu harus memiliki kemampuan untuk dapat bersaing dengan individu lainnya, yang mungkin berasal dari luar negeri.Â
Sehingga memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan dirinya. Hal inilah yang disadari oleh pemerintah sejak dini, karena terdapat penelitian bahwa kemampuan menalar, menganalisis dan mengevaluasi anak Indonesia masih tergolong sangat minim. Hal ini mengakibatkan anak-anak Indonesia masih belum memiliki kemampuan untuk berpikir secara kritis dan menghasilkan solusi.
Persaingan yang semakin ketat di era industri 4.0, kemampuan sumber daya manusia yang masih minim menjadi perhatian khusus pemerintah untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia, sejak dini. Dalam hal ini dengan memberikan pendidikan atau latihan yang sesuai dengan pengembangan kemampuan nalar dan analisis.Â
Pemerintah menerapkannya dengan dihadirkannya Kurikulum 2013 yang ditetapkan pada tahun 2018 lalu. Penerapan Kurikulum 2013 termaktub dalam Peraturan Mendikbud Nomor 4 Tahun 2018 yang didalamnya menjelaskan tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan dan Penilaian Hasil Belajar. Di awal kemunculnya, Kurikulum 2013 mengalami penolakan dari berbagai pihak. Karena dianggap tidak sesuai dengan kemampuan guru dan menyulitkan karena terjadi berbagai perubahan dalam pembelajaran. Contohnya, perubahan dalam silabus hingga siapa yang menjadi center dalam pembelajaran.
Penolakan dan kebingungan ini tidak berlangsung lama, karena akhirnya berbagai pihak mulai menerima keberadaan kurikulum ini dan penerapannya dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Salah satu alasan mengapa kurikulum 2013 akhirnya diterima adalah karena berbagai pihak tersadar bahwa era industri 4.0 dengan segala sesuatunya dikontrol oleh komputer dan kemampuan anak-anak Indonesia perlu ditingkatkan. Untuk memperjuangkan hal ini, guru dan pemerintah saling bekerja sama, sehingga dimunculkan dua langkah utama yaitu, pelatihan bagi guru dan peningkatkan soal yang berkualitas atau yang disebut dengan HOTS.
Pertama, dalam ujian nasional ataupun ujian sekolah berstandar nasional, dilakukan peningkatan kualitas soal ujian. Dalam hal ini dimasukkan soal-soal yang berstandar tertentu atau HOST. HOST atau keterampilan berpikir tinggi yang merupakan bagian dari taksonomi bloom hasil revisi yang berupa kata kerja operasional yang terdiri dari analisis, evaluasi dan membuat yang dapat digunakan dalam penyusunan soal. Guru harus memiliki pengetahuan dan keahlian, sehingga dapat menunjang pekerjaannya dalam memberikan pengajaran dan pengetahuan. Harapannya, pengetahuan dan keahlian tersebut akan mendukung dalam mengembangkan keterampilan berpikir yang tinggi bagi peserta didiknya (Aydin, 2010).
Kedua, pelatihan bagi guru dalam membuat soal-soal HOTS. Pembuatan soal HOTS tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Ciri khas dari soal-soal HOTS diantaranya adalah mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi, berbasis pada permasalahan-permasalahan kontekstual, dan menggunakan bentuk soal yang beragam dan tidak rutin (Fanami, 2018). Berdasarkan ciri di atas, seorang guru harus mampu membuatnya sesuai dengan kemampuan siswa didik. Sehingga kemampuan analisis dan nalar anak didik dapat berkembang dan menjadi bekal untuk dapat bersaing di era industri 4.0 setelah menyelesaikan pendidikannya.
Berkaca dari dua upaya dan kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah hal ini menunjukkan bahwa guru harus memainkan peran lebih besar dalam mempersiapkan peserta didiknya. Guru dituntut untuk dapat membuat soal dalam bentuk HOST sebagai bentuk latihan bagi peserta didik untuk melatih analisis dan nalarnya dalam memecahkan masalah.Â
Artinya, guru dituntut untuk dapat membuat soal sesuai dengan realitas yang ada. Guru harus mampu meluangkan waktunya secara lebih sehingga tercipta soal-soal sesuai dengan HOST sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan mendikbud. Guru dituntut untuk memberikan gambaran bagi peserta didik bagaimana persoalan tematik dan nyata, sehingga tidak lagi terpaku pada buku bacaan. Karena penyelesaian persoalan secara nyata menjadi satu paradigma penting di masa mendatang.
Di sisi lain, guru harus memerankan peran ganda di sekolah. Di mana guru tidak hanya bekerja sebagai guru namun sebagai motivator. Guru diminta untuk dapat memberikan dukungan kepada peserta didik sehingga peserta didik tidak merasa tertinggal dalam menghadapi era industri 4.0. Harapannya peserta didik memiliki persiapan yang matang untuk dapat bersaing dengan anak-anak dari negara lain yang kompetensinya mungkin lebih tinggi dibandingkan anak-anak Indonesia. Serta memberikan dorongan, sehingga peserta didik dapat menyelesaikan soal-soal HOTS yang dinilai lebih menyulitkan dibanding soal-soal pada umumnya.