malam
rengkuh jiwa jiwa merindu
yang tergetar
kala lafadz mengalun
sayup
lirih
sendu mendayu
Â
dan aku tersungkur
di lembar sajadah usang
basah oleh derai
Â
~~~~~~~~~~
Â
Nurina terduduk lesu. Sejak tadi ia berdiri menunggu. Beranda menjadi saksi betapa ia berusaha meyimpan resah yang bermunculan di wajahnya. Resah yang membuatnya tak sanggup berdiri diam. Sesekali kakinya melangkah, mondar mandir. Entah sudah berapa puluh kali ia melintasi beranda itu. Dari tiang di sisi kiri, menuju ke tiang di sisi kanan. Bolak balik. Ratusan kali. Tak terhitung sudah.
Â
Arya belum muncul juga. Laki-laki yang berjanji ingin mengunjunginya malam ini. Dia, yang tawarkan sebuah mimpi di perjumpaan terakhirnya bulan lalu.
"Tunggulah. Di sepertiga bulan aku akan datang. Lengkap berikut surat-surat yang kau butuhkan," bisik Arya saat berpamitan pulang.
"Bukankah itu saatnya mas bermunajat kepadaNya?" Tak sanggup menahan gembira, Nurina spontan bertanya. Ujung telunjuknya menunjuk ke atas.