Netta menyusut air matanya perlahan. Tangan kirinya meremas blouse di bagian dadanya sambil menyeringai. Terasa seperti ditusuk ribuan jarum yang tajam. Sakit. Menggigit. Keringat berbintik di keningnya.
Drogba bahkan tak menyadari itu. Ia duduk terpekur. Entah apa yang dipikirkannya kali ini. Dua tahun lamanya ia berhasil menyembunyikan pernikahan keduanya. Jasmine berhasil memenuhi keinginan terbesarnya, yang disimpannya rapat-rapat. Ia ingin punya keturunan. Hal yang sampai saat ini belum bisa dipenuhi oleh Netta. Hingga memasuki tahun ke sepuluh perkawinan mereka.
=====@@@@@=====
Netta meraih botol obat di sisi tempat tidurnya. Mengambilnya asal-asalan, lalu menelannya bersama bergelas-gelas air minum.
Terlambat. Drogba baru menyadari tindakan Netta setelah didapatinya perempuan itu ambruk ke lantai dengan mulut penuh busa.
Ia panik. Apalagi saat dilihatnya botol obat yang tergeletak di samping bantal. Obat tidur.
"Nett .....banguuunn. Banguuunn...... Nett .....," sedu Drogba. Diguncang-guncangnya tubuh Netta dalam pondongannya. Ia menangis histeris.
Setengah berlari ia membopong Netta ke ruang Unit Gawat Darurat. Tak dipedulikannya mobilnya yang masih menyala di depan pintu masuk pasien menghalangi kendaraan yang lain. Ia baru 'ngeh' ketika satpam yang baik itu mengulurkan kunci mobil padanya.
"Keluarga Ibu Netta ....."
Meski sigap berdiri, Drogba seperti kerbau yang dicucuk hidungnya. Ia menurut saja kemana arah perawat itu menuju. Ruang dokter.
"Bapak?" dokter berwajah kebapakan itu mengulurkan tangannya.