Mohon tunggu...
Enggar Murdiasih
Enggar Murdiasih Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Ibu Rumah Tangga

penggemar fiksi, mencoba menuliskannya dengan hati

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hujan di Bulan Oktober 3

15 Oktober 2013   09:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:31 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awan hitam bergulung-gulung saat Radit melangkahkan kaki. Entah, ia hanya asal berjalan, tak tahu hendak kemana. Ia hanya menggeleng saat Pak Broto membukakan pintu mobil untuknya.

“Biar saya antar pak…,” tawaran itu pun ditolaknya dengan halus.Radit ingin menghabiskan waktunya sendirian.

Hujan yang turun tiba-tiba memaksanya untuk melompat mencari tempat berlindung. Ia berteduh di emperan sebuah butik yang ramai oleh pengunjung. Dari balik kaca, dilihatnya sehelai gaun berwarna merah maroon dengan potongan yang simple namun anggun.

Pas dan cocok sekali andai dikenakan Kumall… gumamnyatanpa sadar.

Ia melangkah masuk, langkahnya langsung menuju ke gaun yang menarik perhatiannya. Meskipun ia tak begitu paham tentang jenis kain dan segala tetek bengek lainnya, tetapi Radit memutuskan untuk membeli gaun tersebut.

Duuuaaarrrr ……. Suara petir di luar sana mengejutkannya. Beberapa perempuan pengunjung butik menjerit ketakutan, sebagian lagi menutupi kedua kupingnya dengan telapak tangan.

Deg. Radit seperti diingatkan sesuatu.Nayla. Perempuan itu sangat takut dengan suara hujan dan petir.Bergegas ia melambai ke arah taksi yang kebetulan melintas, disebutkannya alamat kantor Nayla dengan tergesa-gesa dan meminta sopir taksi memacu kendaraannya secepat yang ia bisa.

Hampir saja Radit terlambat. Ia yang tengah celingak celinguk mendapati Nayla yang terhuyung di ujung lorong.Hujan di bulan Oktober ini telah menuntunnya ke tempat dan waktu yang tepat.

*************

“Mas Radit…..,” Nayla yang terbangun mencari-cari sosok tinggi besar itu. Tak didapatinya Radit di kamar atau di teras depan kamar. Ia menjelajah ke teras samping, ke belakang dan ke seantero rumah. Radit tak nampak batang hidungnya.

“Mbok, Pak Radit kemana?” tanyanya pada asisten rumah tangga yang sedang sibuk menyiangi sayuran.

“Eeh, non…..,” si mbok tersipu-sipu. Ia sungkan dengan keramahan Nayla yang tanpa canggung ikut berkutat di dapur tanpa diminta.

Berdua mereka segera sibuk dengan sayuran dan beberapa lauk pauk lainnya. Tak butuh waktu lama, hidangan untuk makan malam sudah terhidang di meja makan. Harum aroma masakan menguar kemana-mana.

“Non, tadi Pak Radit meminta saya menyerahkan ini pada non…,” si mbok menyerahkan tas jinjing kertas yang berisi sebuah bungkusan. Entah apa isinya.

“Apa ini mbok?” tanyanya. Ragu-ragu dibukanya kertas pembungkus itu. Seperangkat pakaian terhampar di pangkuannya. Sehelai gaun malam warna merah maroon – warna kesukaannya, brosberbentuk kuntum anggur lengkap dengan daunnya berhiaskan batu Kristal yang cantik, juga pakaian dalam yang terbungkus rapiterselip di tengah lipatan gaun itu.

Sejak kapan Mas Radit tahu ukurannya? gumamnya tak yakin. Nayla merasa wajahnya menghangat. Si mbok tersenyum melihat wajah perempuan itu bersemu merah.

Selesai mandi dan mematut diri di kamar tidur tamu, Nayla melangkahkan kakinya ke ruang makan. Radit yang sedang sibuk membereskan beberapa dokumen di ruang keluarga, terkejut melihat penampilan Nayla. Dalam balutan gaun merah maroon, Nayla nampak sangat menawan. Meski wajahnya sedikit pucat dan tanpa riasan sama sekali, tak menghilangkan aura kecantikan yang memancar darinya.

Tanpa sadar Radit menjatuhkan amplop coklat yang sejak tadi diperhatikannya dengan serius. Terlambat. Nayla sigap memungut amplop itu dan membukai isinya.

“Apa ini mas? Hasil CT Scan….. Print out hasil cek laborat….,´ Nayla mengeja lambat-lambat. Dahinya berkerut, pandangan matanya beralih dari kertas di tangannya ke wajah Radit yang memucat.

“Apa yang kau sembunyikan dariku mas? Jawab…..,” desis Nayla. Ia masih mencoba menyembunyikan amarahdi dadanya. Radit tahu, ia paling benci dibohongi. Apapun itu.

Radit membeku di tempatnya. Ia tak tahu lagi harus berkata apa pada Nayla. Si mbok yang muncul dari dapur terhenti langkahnya di pintu penghubung. Ia memutar tubuhnya, ngeloyor ke dapur lagi.

~~bersambung~~

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun