Seperti halnya adat kebiasaan yang berlangsung turun temurun sejak jaman dahulu, mengirimkan undangan pernikahan kepada tetangga sekitar adalah sebuah kelaziman. Kebiasaan yang bersumber dari rasa gotong royong ini menjadi ajang silaturahmi yang efektif, terlebih di jaman sekarang dimana kesibukan sehari hari nyaris membuat mereka jarang bersosialisasi dengan tetangga.
Sejak dahulu, orang Jawa mempunyai kebiasaan untuk menghitung hari baik untuk menyelenggarakan hajatan. Menjelang hari Iedul Qurban, atau bulan Besar dalam kalender Jawa adalah bulan favorit untuk mengadakan hajatan, baik itu pernikahan, atau sunatan.
Sewaktu masih kecil dulu, ibu sering memberitahu beberapa etika dalam mengirimkan undangan, diantaranya yang masih saya ingat :
1. pastikan bila penulisan nama dan alamat benar, termasuk gelar. Kita bisa menanyakan kepada orang orang    terdekat yang mengenal si penerima undangan dengan baik.
2. pastikan bahwa kita mengenal dekat orang orang yang kita undang. Kita bisa membuat prioritas dalam menentukan siapa yang diundang seperti tetangga terdekat, teman dekat, kenalan yang sering berinteraksi, teman kerja/kantor, disamping kerabat pengundang.
3. sesuaikan jumlah undangan dengan anggaran yang kita punya. Jangan sampai undangan yang dikirim tidak sebanding dengan hidangan yang disiapkan agar tak membuat malu di kemudian hari. Kebiasaan yang sudah sudah, kurangnya hidangan saat hajatan akan menjadi bahan gunjingan yang tak ada habisnya.
*****
Lalu bagaimana cara kita menyikapi bila suatu ketika kita mendapatkan undangan hajatan yang berbarengan waktu penyelenggaraannya?
Ada beberapa alternatif pilihan :
1. memenuhi undangan tersebut 1 (satu) hari sebelum pelaksanaan hajatan. Biasanya kita menyebutnya dengan "nyumbang".
Di beberapa daerah, kebiasaan ini dipilih untuk menyiasati adanya undangan yang bersamaan waktu  penyelenggaraannya. Si empunya hajat akan mengirimkan "tonjokan" berupa nasi dan lauk pauk sesuai tradisi yang berlaku di masyarakat, setelah kita datang untuk nyumbang. Beberapa daerah lain bahkan ada tradisi mengirimkan tonjokan ke seluruh warga kampung, sebelum si penerima tonjokan hadir ke tempat hajatan. Biasanya ini dilakukan satu atau dua hari sebelum hari H.