Karungan, Plupuh, Sragen (25/01/2024) Fenomena buzzer politik di media sosial menjadi sorotan utama menjelang Pemilu 2024, menandai pergeseran strategi kampanye dalam era digitalisasi.Â
Para "buzzer" atau penggerak opini politik menggunakan kepopuleran mereka di platform seperti Instagram, Twitter, dan YouTube untuk memengaruhi opini publik, menciptakan tren, dan memperkuat naratif politik. Dengan menggunakan bahasa yang persuasif dan konten yang menarik, buzzer politik mampu memicu diskusi yang melibatkan banyak pengguna.Â
Dalam konteks Pemilu 2024, strategi ini dapat menjadi kunci dalam membentuk persepsi masyarakat terhadap kandidat dan isu-isu politik. Dengan ribuan pengikut di akun media sosial mereka, buzzer politik mampu menciptakan gelombang dukungan massal atau memicu kontroversi yang mengguncang dunia maya. Strategi ini terbukti efektif dalam menciptakan buzz dan menciptakan momentum yang dapat berdampak signifikan pada citra kandidat.
Namun, fenomena ini juga menimbulkan beberapa perhatian. Buzzer politik tidak hanya menjadi pendukung setia, tetapi juga terlibat dalam penyebaran informasi yang terkadang tidak dapat diverifikasi sepenuhnya. Hal ini menciptakan tantangan baru terkait kebenaran informasi dan perlunya pengguna media sosial untuk mengembangkan literasi digital yang lebih tinggi.
Dalam menghadapi Pemilu 2024, peran buzzer politik semakin memperkuat peran media sosial sebagai wadah utama untuk meraih perhatian pemilih. Kandidat dan partai politik harus menggali potensi strategi ini dengan bijak, sambil tetap berkomitmen pada etika kampanye yang fair dan transparan. Regulasi terhadap aktivitas buzzer politik juga menjadi isu krusial. Transparansi dan kontrol diri dalam menyebarkan informasi perlu dijaga agar integritas pemilu tidak terganggu. Langkah-langkah untuk meningkatkan pengawasan dan mengurangi risiko kampanye hitam menjadi perhatian serius dalam menghadapi fenomena ini.
Dengan dinamika baru yang dibawa oleh buzzer politik, kita sebagai pemilih memiliki tanggung jawab untuk tetap waspada dan kritis terhadap informasi yang kita terima di media sosial. Pemerintah, platform media sosial, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk menciptakan lingkungan digital yang sehat dan demokratis menjelang Pemilu 2024.Â
Penulis: Enggar Melano Putri- Mahasiswa KKN Tim 1 Universitas Diponegoro 2023/2024Â
Program Studi: Ilmu Pemerintahan, FISIPÂ
Reviewer : Jazimatul Husna, S.IP .,M.IP
Lokasi: Desa Karungan, Kecamatan Plupuh, Kabuaten Sragen