Mohon tunggu...
Engelina Jehuman
Engelina Jehuman Mohon Tunggu... Mahasiswa - ASN Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai, dan merupakan mahasiswa Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Gadja Madah

Konten yang berkaitan dengan kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Salah Satu Penyumbang Angka Kematian Neonatus, Yuk Ketahui Lebih Jauh Apa Itu Asfiksia?

24 Januari 2023   15:06 Diperbarui: 24 Januari 2023   15:15 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Masa awal kehidupan khususnya pada 28 hari pertama atau dikenal dengan istilah masa neonatal merupakan periode dengan resiko kematian yang tinggi. Kematian bayi berumur kurang dari 28 hari (neonatus) masih sangat tinggi baik itu pada tingkat global maupun nasional. Dimana angka kematian neonatus global dengan rata-rata 17 kematian pada setiap 1000 kelahiran hidup. 

Berdasarkan data Direktorat Kesga pada tahun 2019, dari 29.322 kematian balita, terdapat 69% atau sebesar 20.244 kematian yang terjadi pada masa neonatal. 

Pada posisi pertama yang menjadi penyebab tingginya angka kematian bayi adalah faktor berat badan lahir rendah (BBLR) sebesar 35.3%  kemudian pada posisi berikutnya merupakan asfiksia sebesar 27% (Sari et al.,2022).

Asfiksia merupakan suatu kondisi kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa kegagalan napas yang terjadi secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (Alfrida et al.,2021). 

Asfiksia neonatus berkaitan erat dengan morbiditas jangka panjang seperti retardasi mental, cerevral palsy dan terjadinya gangguan belajar pada anak nantinya.Seperti yang telah disampaikan di atas bahwa periode 28 hari pertama merupakan masa rentan dimana merupakan penentu seorang bayi dapat bertahan hidup atau tidak, karena pada periode tersebut bayi belajar untuk beradaptasi dengan kehidupan di luar rahim ibunya. 

Asfiksia erat kaitannya dengan masalah tumbuh kembang anak, oleh karena itu sangat penting bagi kita untuk mengetahui faktor resiko penyebab dan dampak yang timbul oleh masalah asfiksia tersebut. 

Hasil penelitian Al Kasiron pada tahun 2022 menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara kejadian asfiksia dengan keterlambatan perkembangan neurodevelopmental pada anak. 

Perkembangan neurodevelopmental berkaitan dengan motorik halus, motorik kasar, serta kemampuan berbahasa.  Asfiksia juga meningkatkan resiko kesakitan dan kematian pada bayi serta kecacatan berat dan kematian saraf jika tidak segera ditangani. 

Lebih lanjut, asfiksia pada neonatus dapat menyebabkan kerusakan pada organ bayi seperti paru-paru, jantung, dan ginjal serta pada kasus yang berat dapat menyebabkan kerusakan pada otak  dengan manifestasi keterlambatan pada perkembangan dan spastik (Mulidah et al., 2006).

Masalah tersebut tentu saja akan sangat baik bila kita dapat mencegahnya terjadi pada calon generasi penerus kita. Untuk itu sangat penting untuk mengetahui apa saja faktor yang menyebabkan terjadinya asfiksia. 

Salah satu yang menjadi penyebab utama terjadinya asfiksia neonatus adalah preeklamsi. Preeklampsia merupakan suatu sindrom spesifik pada kehamilan yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu, pada wanita yang sebelumnya normotensi. Keadaan ini ditandai oleh peningkatan tekanan darah yaitu lebih dari 140/90 mmHg yang disertai oleh proteinuria. 

Preeklampsia/eklampsia merupakan penyebab ke-2 kematian ibu di dunia setelah perdarahan. Organisasi kesehatan dunia memperkirakan kasus preeklampsia lebih tinggi di negara berkembang dibandingkan negara maju. Insiden preeklampsia di Indonesia sendiri 128.273 per tahun atau sekitar 5,3%.22 Kondisi ini dapat menimbulkan morbiditas pada ibu dan janin serta diduga termasuk menyebabkan asfiksia neonatorum (Adikarya dan Wardana, 2022).

Ibu hamil dengan preeklamsi berat memiliki peluang 5 kali lebih besar untuk melahirkan anak dengan asfiksia neonatus. Selain itu, metode persalinan yang digunakan diduga menjadi salah satu penyebab terjadinya asfiksia pada neonatal. 

Hasil penelitian Adikarya tahun 2022 menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara proses persalinan dengan metode sectio caesarea (SC) dengan kejadian asfiksia neonatus. Dimana persalinan dengan metode SC memiliki peluang 6 kali lebih besar untuk melahirkan anak dengan asfiksia dibandingkan dengan ibu yang melahirkan secara spontan. 

Meningkatnya risiko asfiksia neonatorum pada bayi yang dilahirkan dengan cara SC mungkin disebabkan oleh fakta bahwa sebagian besar ibu yang menjalani SC memiliki komplikasi atau penyulit kehamilan, serta keputusan untuk SC mungkin dibuat terlambat setelah mereka mengalami komplikasi. 

Selain itu, persalinan pervaginam yang fisiologis akan menyebabkan dada janin terjepit ketika bayi melewati jalan lahir dan kemudian jepitan tersebut terlepas setelah ekspulsi. Perubahan tekanan mendadak ini diduga akan memancing bayi untuk menangis spontan, sehingga asfiksia neonatorum dapat dicegah. Proses fisiologis ini tidak ditemukan pada persalinan secara SC (Adikarya dan Wardana, 2022). 

Selain itu anemia pada ibu hamil serta kejadian ketuban pecah dini (KPD) juga merupakan penyebab terjadinya asfiksia neonatus. Ibu hamil dengan anemia memiliki peluang 3 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil yang tidak anemia, serta 4 kali lebih besar terjadinya asfiksia pada ibu hamil yang mengalami KPD.

Dengan mengetahui hal- hal di atas, kita tentu setidaknya dapat meminimalisir terjadinya asfiksia neonatus dengan rajin melakukan pemeriksaan kehamilan. Pemeriksaan kehamilan tidak hanya dilakukan 1 atau 2 kali selama masa kehamilan, akan tetapi perlu untuk mencapai standar yaitu dengan melakukan setidaknya 4 kali pemeriksaan selama kehamilan. 

Terutama pemeriksaan pada umur kehamilan lebih dari 20 minggu. Hal tersebut sangat penting dilakukan agar dapat memantau status kesehatan ibu hamil dan menghindari terjadinya resiko kehamilan yang membahayakan. Dengan rutin memeriksakan kehamilan kita dapat menyelamatkan calon generasi penerus bangsa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun