Mohon tunggu...
ENGELBERT DIMARA
ENGELBERT DIMARA Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta dan Pengurus di LSM

Pemerhati Masyarakat Adat, Masalah-Masalah Sosial-Budaya, dan Lingkungan Hidup

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengapa Pilkada Selalu Diwarnai Konflik?

16 November 2020   21:25 Diperbarui: 28 Desember 2020   07:24 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Engelbert Dimara

Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal Polisi Paulus Waterpauw mengatakan pemilihan kepala daerah (pilkada) yang akan dilaksanakan di 11 kabupaten di provinsi Papua itu rawan konflik. "Hampir semua daerah yang akan melaksanakan pilkada masuk kategori rawan konflik namun tingkat kerawanannya sedang dipetakan. 

Dari berbagai pengalaman dalam penanganan keamanan selama pilkada, memang sering kali menimbulkan kerawanan akibat para pihak berupaya dengan segala cara untuk menjadi pemenang," ujarnya, Kamis, 25/6/2020 (papua.bisnis.com: Pilkada Serentak 2020: 11 Kabupaten di Papua Rawan Konflik).

Upaya para pihak untuk menjadi pemenang pilkada seperti dikatakan Kapolda di atas, yang dapat memicu konflik. Dimana terjadi benturan kepentingan dari masing-masing kubu politik. Dan itu yang membuat situasi pasca pelaksanaan pilkada tidak aman atau rawan konflik.

Situasi dalam kampanye pilkada

Situasi dalam pelaksanaan pilkada di setiap daerah berbeda-beda. Ada daerah yang tensi politiknya wajar, tetapi ada juga yang tensinya tinggi. Artinya terjadi ketegangan antar kubu paslon. Karena sejak awal figur-figur yang ingin maju dalam pilkada sudah saling menjatuhkan, dengan melempar isu dan opini tertentu.   

Isu atau opini itu ditujukan kepada figur-figur yang dianggap akan menjadi lawan politik, terutama kepada figur petahana jika ada.  Muatan dari isu atau opini itu macam-macam. Mulai dari kelemahan dan kehidupan pribadi, ketidakberhasilan dalam pembangunan,  korupsi dan lain sebagainya.

Upaya saling menjatuhkan itu semakin kencang dilakukan ketika pasangan calon sudah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Koalisi partai atau tim pemenangan, dan massa pendukung menyebar isu dan membangun opini publik untuk memojokkan lawan politik.  Itu semua dilakukan demi kepentingan paslon dan kelompoknya masing-masing. 

Setiap paslon mempunyai strategi kampanye untuk mengamankan kepentingan politik di daerahnya. Strategi merupakan cara-cara kampanye untuk memenangkan pilkada, dan itu sangat perlu.  Yang dipandang salah adalah jika demi kemenangan,  digunakan cara-cara yang tidak beretika dan tidak bermoral.

Para paslon bersaing dengan cara-cara yang tidak adil, tidak jujur, tidak wajar, misalnya melakukan money politik, melempar isu-isu yang tidak benar untuk menjatuhkan lawan politik. Mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang sangat tidak dewasa. Misalnya, mendoktrinasi tim suksesnya dengan ungkapan, "segala cara harus kita tempuh untuk mencapai kemenangan, pele putus, melintang patah".

Pernyataan-pernyataan seperti itu kalau diterima oleh paslon lain dengan tim pemenangan dan massa pendukungnya secara dewasa, tidak masalah. Artinya menanggapi secara positif,  tetap tenang, sabar, dan melakukan kampanye secara dewasa dan bertanggungjawab.  Tetapi jika menanggapi secara negatif dan tidak dewasa,  maka sudah pasti akan terjadi gesekan-gesekan yang berujung konflik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun