Mohon tunggu...
Eneng Humaeroh
Eneng Humaeroh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Perjalanan sejauh apapun dimulai dengan langkah pertama

Kehidupan hanya sebuah perjalanan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Buram Tentang Itu

9 April 2023   09:10 Diperbarui: 9 April 2023   09:33 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Naila terhenyak mendapat sebuah kiriman foto melalui pesan wathsapp dari seorang lelaki yang pernah dekat dengannya, Dimas. Dimas mengirimkan foto sedang berada di rumah ibunya dengan keterangan yang cukup membuatnya terkejut. Bagaimana tidak, Dimas menyertakan berita bahwa dirinya sedang berada di rumah ibunya dan melamar adiknya, Windi. Bahkan akan segera melangsungkan penikahan sesegera mungkin.

Naila hanya memandangi foto tersebut dengan berbagai pertanyaan dikepalanya, apa maksud Dimas melakukan hal itu. Naila memang mengetahui adiknya intensif berkomunikasi dengan Dimas, lelaki yang pernah dekat dengannya dan pernah menyampaikan maksud, melamar Naila. Tetapi Naila tidak merespon lamaran Dimas dan menolaknya dengan halus. Naila merasa Dimas bukan tipe lelaki yang bisa diajak bekerjasama menggapai cita-cita, Dimas banyak mengatur bahkan terlalu comel (cerewet-red) mengurusi dan mengomentari hal-hal sepele. Naila tidak suka dengan lelaki yang terlalu detail dan ego. Dimas terkadang mendikte apa yang harus Naila lakukan bahkan urusan sholat, mengaji dan besedekah Dimas komentari dan mengajari seperti yang paling khatam saja, ungkap Naila jika Dimas berceramah mengeluarkan segala dalil tanpa sanad dan perawinya. Hal itu membuat Naila kesal. Naila tidak suka diajari, Naila merasa permasalahan itu sudah dia lewati saat ia studi di bangku perkuliahan. Sementara Dimas baru saja hijrah ia merasa harus menyampaikan kepada Naila yang nantinya akan menjadi pasangan hidupnya, harus sefrekuensi, ungkap Dimas memberi alasan jika Naila tidak menanggapi ceramah Dimas.

Namun malam ini, Naila benar-benar terhenyak, bukan karena cemburu Dimas memutuskan melamar adiknya, bukan pula tidak suka. Namun terbayang  dialam fikirannya Dimas akan mendikte adiknya, memberi pengaruh yang kurang baik terhadap sifat dan watak adiknya yang mudah terpengaruh dan kurang pengalaman dalam bergaul. Naila hafal betul watak adiknya yang keras, egois dan pemarah, meskipun Windi orang yang selalu membantunya menyelesaikan masalah-masalah domestik tapi Windi tidak cukup cerdas dalam akademiknya, bisa dibilang pas-pasan dan kurang suka belajar. Windi malas baca buku namun bersikap seolah paling faham dan paling tahu. Sifat dan karakter yang hampir mirip dengan Dimas.

Dimas juga sering bicara melangit, mengumbar janji dan merasa paling banyak tahu segala hal. Yah dan itu setipe dengan Windi. Naila juga menyadari beberapa waktu belakangan adiknya dan Dimas berinteraksi sangat akrab tanpa sepengetahuan Naila. Meskipun Naila tahu mereka seringkali bertelpon namun tidak menyangka jika mereka berniat akan menikah dan tanpa meminta restu darinya, bahkan Windi tidak memberitahu bahwa Dimas melamarnya malam itu.  Naila merasa Windi sengaja menyembunyikan hubungan mereka berdua. Sungguh Naila kaget dan mencium gelagat yang kurang baik dari rencana pernikahan itu.

  

" Hai Naila, coba kamu tebak, aku berada dimana ini ? "

Sebuah pesan wathsapp masuk lengkap dengan sebuah foto.

"lha? Kamu lagi di rumahku jam segini, ada apa?" tanya Naila membalas pesan wathsapp dengan mengirimkan kembali foto yang dikirim Dimas kepadanya.

"Ia, aku lagi dirumahmu, mengobrol dengan ibu dan Windi" jawab Dimas tak lupa menyematkan emot senyum.

Lalu megirim pesan berikutnya.

"Malam ini aku melamar Windi" sambung Dimas, tak lupa disematkan emot kedua mata berbentuk love.

"Kamu serius Dimas ? " tanya Naila dengan sedikit rasa heran, kok ada orang mau melamar ditengah malam? Hampir jam 12.00, alias mendekati tengah  malam. Dan yang lebih mengagetkannya tidak ada berita apapun dari adiknya Windi tentang lamaran Dimas malam itu.

Naila memang jarang berada di rumah ibunya, selain Naila sudah memiliki rumah sendiri Naila seringkali bekerja  ke daerah-daerah mengikuti tugas dari kantor tempat dirinya bekerja. Kadang Naila berhari-hari atau berminggu-minggu beada di kota lain.

Kendatipun Naila tidak menyetujui rencana keduanya, tapi Naila tidak punya hak untuk menolak atau tidak setuju. Terlebih adiknya tidak menyampaikan sepatah katapun atas rencana pernikahan itu, bahkan tidak ada permohonan maaf atas kelancangannya melakukan tindakan seperti itu. Dan anehnya ibu merestui rencana mereka.

Windi tidak memberitahu padanya bahwa sebulan lagi mereka akan segera menikah, lagi-lagi Naila tahu rencana tersebut dari pesan singkat yang dikirim Dimas kepadanya. Dimas pun tidak menyampaikan apa yang menjadi dasar dari rencananya melamar adiknya. Dengan pongahnya Dimas mengatakan bahwa ia akan segera melangsungkan pernikahan dengan Windi dan sudah menyiapkan mas kawin berupa  cincin emas murni 24 karat.

***

Naila tidak mempermasalahkan perubahan prilaku adiknya setelah menikah dengan Dimas. Namun yang Naila rasakan adalah betapa pongahnya adiknya setelah menjadi nyonya Dimas. Terkadang mengumbar cerita tentang barang-barang mewah yang dijanjikan Dimas dan akan segera membelikannya. Dengan sesumbar akan memperbaiki rumah ibu yang sudah banyak kerusakan, padahal rumah itu Naila yang membelinya untuk ditempati ibunya dan dirinya. Naila pula yang rutin mengirimi uang belanja untuk ibunya dan dirinya. Segala kebutuhan yang diperlukan Naila selalu mengirimkan, bahkan motor yang dipakai Windi Naila lah yang membelinya agar Windi mudah mengantar ibunya jika ingin pergi-pergi. Meskipun pada kenyataannya Windi yang selalu menggunakannya untuk kepentingan pribadinya.

Windi juga yang merengek-rengek kepada Naila jika kekurangan uang untuk membeli keperluannya, membayar uang kuliah, bahkan membuatkannya skripsi dan mengajarinya agar bisa menjawab saat disidang nanti dan  Naila pula yang mempersiapkan biaya wisuda Windi.

Tetapi seperti itulah watak Windi, egois dan tidak merasa bahwa Naila lah yang selama ini harus menyisihkan uang demi membayar segala kebutuhannya, bahkan ibunya seringkali beralasan butuh uang padahal uang tersebut hanya untuk Windi, karena Windi tidak mau dianggap selalu meminta kepada Naila, jadi menggunakan tangan ibunya untuk meminta uang kepada Naila.

Perubahan drastis prilaku Windi memang sudah Naila sadari ketika Windi dekat dengan Dimas, pasalnya Dimas selalu curhat kepada ibu dan adiknya karena perasaannya tidak ditanggapi Naila. Bahkan yang membuat Naila heran jika Dimas menelpon ibunya, ibu lalu pergi meninggalkan Naila meskipun Naila merasa pembicaraan mereka sangat penting saat itu. Tetapi ibunya pergi untuk mengobrol dengan Dimas dan tidak ingin diketahui Naila. Naila tidak pernah menanyakan tentang perbuatan ibunya, ia pura-pura tidak tahu bahkan memang tidak mau tahu. Naila hanya menduga paling-paling Dimas comel mengatakan hal-hal tentang Naila dan pastinya mengada-ada. Ah, terserah jika ibu percaya pada orang lain ya silahkan. Naila memang typical pribadi yang tidak mau membahas permasalahan yang ia anggap remeh dan tidak penting. Gosip istilahnya, Naila tidak suka bergosip.

    

Setelah pernikahan Windi dan Dimas, Naila semakin merasa tidak nyaman di rumah, yang lebih menyakitkan hati Naila, ibu melarang Naila pulang kerumah yang dibelinya untuk ibunya, dengan alasan jangan mengganggu rumah tangga Windi dan Dimas, sebab Dimas merasa tak nyaman jika ada Naila.  Naila sangat sedih dengan sikap ibunya tersebut. Naila hanya menahan diri dan akhirnya berusaha untuk sejarang mungkin pulang, Naila hanya sering menanyakan apakah ibunya punya uang belanja atau ada kebutuhan lain. Dan Naila tetap mengirimi ibunya uang. Naila melawan egonya sendiri, itu rumahku, rumah yang kubeli dari jerih payahku sendiri dan sudah kuikrarkan selama ibu hidup adiknya boleh tinggal disitu, tapi jika ibu sudah tiada maka rumah itu akan kuambil kembali. Tapi kali ini Naila memang merasa ibunya sudah melewati batas, secara halus mengusirnya dari umahnya sendiri demi membuat kebahagiaan Windi dan Dimas. ***

 

Naila, mengalah, menyibukan diri dengan pekerjaannya. Ia menghindari setiap potensi konflik. Ditengah  keasyikannya bekerja ibunya meminta Naila pulang. Tumben ungkap Naila dalam hati. Ada apa ibu menyuruhku pulang. "Ibu ingin cerita tentang pernikahan adikmu" ungkap ibu. Sebenarnya Naila malas mendengarnya tapi hanya demi ibu Naila mau pulang.    

Naila tidak terlalu merespon keluhan ibunya tentang pernikahan adiknya dengan Dimas. Naila merasa tidak penting untuk mengetahui hal itu karena ia sudah menduga bahwa tidak terlihat keseriusan Dimas dalam menjalani rumah tangga bersama adiknya. Naila faham tipe laki-laki seperti Dimas yang terlalu banyak omong dan melangit, pembicaraannya jauh dari kenyataan Naila sudah faham makanya sejak awal ia keberatan dengan pernikahan Windi dan Dimas.

"Bu, sudah saya bilang sejak awal, kenapa ibu menyetujui lamaran Dimas? Saya sudah bilang sama ibu Dimas bukan laki-laki yang baik dan betanggungjawab"  Naila menyampaikan dengan datar.

"Ia tapi kan siapa tahu dia jodoh adikmu" tukas ibunya dengan nada tinggi, kesal dengan sikap Naila yang kurang respon.

" Kamu harus tegur si Dimas, apa maunya. Masa rumah tangga baru beberapa bulan sudah tidak mau pulang, janji-janji dan alasan melulu". ibu telihat sangat kecewa.

Naila menduga Dimas tidak memenuhi janjinya kepada ibu untuk memperbaiki rumah dan membelikannya mobil. Jangankan mengirim uang untuk renovasi rumah, uang belanja pun tak kunjung datang, jangankan uang belanja, batang hidungnya pun tak kunjung pulang. Rentetan makian dan kekesalan ibu kepada Dimas keluar dari mulutnya betubi-tubi.

" Sepetinya si Dimas itu tidak pernah kirim uang buat istrinya". wajahnya terlihat sangat kesal, " Saya mau telpon dia dan menegurnya, tapi Windi melarang ibu". tambah ibu semakin bernafsu.

Naila hanya terdiam. Ia tidak mengiyakan ketika ibunya menyuruhnya menelpon Dimas dan menyuruhnya pulang.

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, sudah genap enam bulan Dimas tidak pulang. Tidak mengirim uang dan juga tidak ada beritanya. Ibu bersungut. Menceritakan dan menumpahkan kekesalannya karena Dimas tidak pernah mengangkat telpon.  

Sampai suatu hari ibu terlihat sangat sedih, menangis. Air matanya berderai nyaris sesenggukan.

Naila bertanya mengapa ibu bersedih. Ibunya menjawab, Windi di vonis menderita kangker payudara. Dimas tidak pulang-pulang. Bagaimana nasib Windi? Ungkapnya ditengah isak tangis. Duka seorang ibu yang melihat derita anak perempuannya. Nasib yang buruk, pernikahan yang tidak sampai seumur jagung dan kini divonis penyakit kangker. Ibu mengeluhkan jika Windi tak punya pegangan sama sekali, iuran BPJS yang nunggak dan tidak terbayarkan, sakitnya sungguh menyedihkan sampai tidak mampu bangun dari duduknya, dan ibu tidak punya uang.

Naila hanya terhenyak mendengar keluhan ibunya. Sedangkan Windi tidak pernah lagi mau bicara dengannya sejak Windi intensif berkomunikasi dengan Dimas. Naila pun heran apa yang menyebabkan adiknya bersikap demikian. Padahal naila tidak pernah melarang hubungan mereka, dan tidak pernah ikut campur dalam komunikasi mereka, tapi Windi memperlihatkan sikap bermusuhan dan sikap bersaing dengannya. Bahkan terkadang kata-katanya sangat menyakitkan dan seringkali menyindirnya dengan ketus, "Kakak kan orang pintar, ngomongnya tidak terkalahkan, kakak selalu benar dan orang hebat". sindir Windi jika keduanya terlibat silang pendapat. Naila hanya menghela nafas dalam. Meskipun begitu, menurut Naila itu masih lebih baik daripada Windi mendiamkannya. Bahkan jika Naila pulang ke rumah, Windi menghindar darinya. Jangankan menyalami kakaknya seperti saat masih kecil dulu, menyapapun enggan.

Naila sedih dengan sikap adiknya, tetapi naila berupaya mengalah dan diam. Naila menyampaikan sikap adiknya kepada ibu, tapi ibu tetap membela Windi.     

Naila, hanya memandangi tubuh adiknya yang ringkih. Wajahnya sendu dan terus memalingkan muka ke arah lain. Naila mengusap bahunya dan berkata. " Mengapa kamu tidak segera diobati penyakitnya? Penyakit begini harus segera ditangani" ungkap Naila.

Sambil meringis dan sesenggukan  Windi berkata, " ga bisa aku ga punya uang kak...... BPJS ga bisa dipakai  jika belum di bayar". dia sesenggukan. Naila membelai rambut adiknya dengan penuh kasih sayang.

"Kamu ga usah khawatir, kakak akan bayar biaya pengobatan kamu, tapi kamu janji segera minta di tindak ya. Yang penting kamu sehat. Kakak janji akan mengurus kamu dan membantumu sepenuhnya". Naila sangat sedih melihat nasib adiknya. Ia dulu tidak menyetujui pernikahannya dengan Dimas karena sudah menduga Dimas tidak punya itikad baik. Naila menduga Dimas hanya ingin membalas dendam pada dirinya karena Naila menolak lamaran Dimas. Tapi nasi sudah menjadi bubur, adik tetap adik dan ia hanya punya aku dan ibu. Sedangkan hidup ibu pun  setengahnya Naila yang menanggung. Selama ini keduanya Naila yang banyak menanggung kebutuhanya.

Naila bersujud di kaki ibunya meminta maaf atas segala kesalahan yang diperbuat, Naila menangis di kaki ibunya. " Ibu maafkan Naila ya.... maafkan segala kesalahan Naila. Doakan Naila agar selalu sehat dan kuat. Windi ibu jangan fikirkan aku yang akan bertanggungjawab atas kebutuhan pengobatannya, aku janji bu. Yang penting Windi mau berobat, mau operasi agar bisa sembuh dari kangkernya. Soal Dimas ibu jangan fikirkan lagi biarlah itu menjadi urusan Windi kedepan jika sudah sembuh, yang penting kita sembuhkan dulu Windi ya bu... semoga itu  jodoh mereka"  Naila, menangis sesenggukan diujung kaki ibunya, ia hanya fikirkan nasib adiknya yang malang.***

Behari-hari Naila menemani adiknya ke rumah sakit, sangat lelah memang hatinya sedih, sedih dengan nasib adiknya dan sedih dengan nasibnya sendiri. Tuhan mengapa Kau ciptakan nasibku seperti ini, mengapa Kau berikan aku keluarga seperti ini, mengapa Kau berikan cerita hidupku seperti ini..... masihkan Kau akan berikan cerita lain dalam hidupku ? sungguh akupun ingin Kau berikan cerita indah dalam hidupku. Tuhan akupun merasa lelah ku menghadapi kisah-kisah pahit dalam perjalanan hidupku dan aku belum juga menemukan pelabuhan yang terbaik dalam hidupku tapi Kau masih kirimkan gelombang yang terasa begitu panjang dalam kisah-kisah buramku. Tuhan berikan aku kesempatan untuk mengecap indahnya dunia ini......

Tuhan ditengah kesedihanku, kumohonkan kesembuhan untuk adiku.....

Naila menutup doa di malam menjelang Windi menjalani operasi. Hanya sebuah kepasrahan yang bisa dilakukan Naila, berserah baginya jalan terbaik agar hatinya mampu ikhlas menjalani setiap kisah-kisah buram itu......***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun